Maggot Jadi ’’Pasukan” Anyar Pemkot Surabaya Atasi Sampah

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Maggot Jadi ’’Pasukan” Anyar Pemkot Surabaya Atasi Sampah


Ada ’’pasukan” baru yang ditugaskan Pemkot Surabaya untuk membantu warga metropolis. Namanya maggot atau black soldier fly (BSF). Fungsinya mengurangi volume sampah. Terutama jenis sampah organik. Siapa yang mau boleh meminta.

DIMAS NUR APRIYANTO, Jawa Pos

JAWA POS berkesempatan bertandang ke lokasi pengembangbiakan maggot di Kebun Bibit Wonorejo. Di sana kontainer boks berbahan plastik hingga kayu bertumpuk rapi. Aroma sekitarnya memang kurang sedap. Apalagi saat penutup boks yang berisi larva maggot dibuka. ”Yang bagian itu proses pengawinan,” tutur Dwijo Warsito, koordinator rumah kompos Surabaya, kepada Jawa Pos.

Penempatan maggot dibedakan berdasar fase perkembangannya. Mulai bertelur hingga kawin. Untuk yang kawin, maggot diberi ruang yang lebih besar dibandingkan saat masih larva atau pupa. Ruang kawin dibuat dari material yang menyerupai gorden tempat tidur bayi. Terdapat banyak lubang kecil.

Sebetulnya, maggot bukan barang baru. Pemkot melalui satuan kerja dinas kebersihan dan ruang terbuka hijau (DKRTH) membudibudidayakan maggot sejak tiga tahun lalu. Namun, baru tahun ini dinas yang digawangi Anna Fajriatin selaku Plt DKRTH itu membagikan maggot kepada warga dengan jumlah besar.

Maggot didistribusikan kepada ratusan RW yang masuk Surabaya Smart City (SSC) tahap 500 besar. Warsito masih ingat betul bagaimana kali pertama dirinya mengembangkan serangga yang memiliki nama lain Hermetia illucens tersebut.

Saat itu, kata dia, pemkot mendapatkan 420 ribu paket bibit baby larva dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat (Kemen PUPR). Tidak hanya itu, perlengkapan pun dipasok oleh kementerian.

Pengembangan maggot berlangsung selama tiga tahun. DKRTH mengambil pasokan sampah organik untuk kebutuhan pangan maggot dari RT 7 dan 8, RW III, Kecamatan Jambangan. Warga dari dua RT tersebut mengumpulkan sampah organik di wadah khusus. Lalu, tim dari DKRTH mengambilnya. ”Sebulan berlalu, kami panen maggot sekitar 120 kg larva baru,” terang Warsito.

Maggot memiliki fase hidup yang singkat. Maggot jantan mati setelah mengawini betina. Seperti jantan, maggot betina bakal menyusul si jantan mati setelah bertelur. Warsito mengungkapkan, maggot dewasa tidak akan menjadi hama bagi manusia.

DKRTH mulai merasakan manfaat dari maggot pada 2018. Yakni, dengan memberikan maggot yang berusia 12–17 hari ke beberapa hewan di Kebun Bibit Wonorejo dan Taman Flora Bratang. Mulai ikan lele, ayam, hingga burung.

Untuk unggas atau ikan yang usianya masih 1,5 bulan, tidak disarankan diberi belatung tersebut. Kandungan proteinnya cukup besar, mencapai 50 persen. Sementara itu, unggas atau ikan pada usia 1,5 tahun membutuhkan asupan vitamin.

Maggot memiliki ukuran yang lebih besar ketimbang larva pada umumnya. Tubuhnya hitam. Dalam 12 hari, maggot mampu menghabiskan sampah hingga 12 kg. Ingat, maggot hanya memakan sampah organik. Bukan sampah anorganik seperti plastik. Warsito menyebutkan, selain sampah plastik, musuh maggot adalah limbah kimia.

Mengapa DKRTH tak menggunakan maggot untuk mengurai sampah di TPA Benowo? Maggot ternyata makhluk hidup pemilih lho. Warsito menuturkan, maggot akan mati jika diletakkan di sampah dengan ketebalan lebih dari 10─15 cm. Sementara itu, sampah di TPA telanjur menggunung. Ketebalannya lebih dari 15 cm. ’’Sampah mengeluarkan gas. Semakin tebal sampah, gasnya semakin besar. Maggot akan mati,” paparnya.

Karena itu, lanjut Warsito, maggot lebih baik ditaruh di sampah dengan ketebalan 10–15 cm. Wadah yang digunakan untuk pengembangbiakan maggot juga perlu ditutup. Mengapa begitu? Dikhawatirkan lalat yang bukan jenis maggot bakal bertelur di tempat yang sama dengan larva maggot.

Maggot butuh 45 hari untuk bermetamorfosis. Dimulai dengan fase menetas. Setelah itu, larva diberi makanan khusus. Biasanya, tim akan memberikan pakan ayam seperti dedak. Bukan sampah.

Maggot baru diberi sampah organik ketika usianya melewati hari kelima. Proses kawin terjadi selama 5–7 hari. Maggot diletakkan di love cage. Meski terdengar mudah mengembangbiakkan maggot, Warsito mengungkapkan bahwa pergantian musim menjadi tantangan bagi tim.

Produksi maggot akan menurun saat musim berganti. Baik itu kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. ’’Awalnya sempat bingung. Kok terjadi penurunan produksi, ternyata setelah dipelajari karena pergantian musim,” terang ayah satu anak itu.

Beragam cara dilakukan Wali Kota Tri Rismaharini untuk menekan volume sampah di Kota Pahlawan. Penggunaan maggot bukan langkah perdana yang ditempuh alumnus ITS itu. Sebelum maggot, Risma membangun tempat pembuatan sementara (TPS) 3R (reduce, reuse, recycle). Ada enam TPS 3R.

Fungsinya memilah sampah yang bisa didaur ulang dan kompos. Salah satu lokasi TPS 3R berada di Tambak Osowilangun, Kecamatan Benowo, Surabaya Barat. Di sana, TPS mengelola sampah hingga 7 ton per hari. Selain di Osowilangun, TPS 3R berada di Jambangan, Sutorejo, Tenggilis, Bulak, dan Waru Gunung.

Sementara itu, Anna menyatakan akan membantu warga yang ingin terlibat mengembangbiakkan maggot. Dia menuturkan, warga boleh meminta maggot. ’’Silakan berkirim surat ke kami. DKRTH bakal mengedukasi juga bagaimana siklus hidup maggot,” terang mantan camat Gunung Anyar itu.

Anna siap menabuh perang untuk menekan sampah di Surabaya. Dia optimistis maggot mampu membantu mengurangi sampah yang masuk ke TPA Benowo. Per hari, TPA Benowo menerima 1.500 ton sampah.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2016, produksi sampah tertinggi berada di Pulau Jawa. Khususnya Surabaya. Pada 2015, Surabaya tercatat memproduksi sampah 9.475,21 meter kubik dan meningkat menjadi 9.710,61 meter kubik pada 2016.

Saksikan video menarik berikut ini:


Maggot Jadi ’’Pasukan” Anyar Pemkot Surabaya Atasi Sampah