BPOM Tegaskan Tak Bisa Diintervensi Soal Izin Darurat Vaksin Covid-19

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

BPOM Tegaskan Tak Bisa Diintervensi Soal Izin Darurat Vaksin Covid-19


JawaPos.com – Saat ini Indonesia telah mempunyai beberapa kandidat vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk program pemerintah. Publik dan para tenaga medis berharap vaksinasi jangan dilakukan tergesa-gesa tetapi menunggu uji klinis fase III selesai dan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang disusun sebagai turunan dari Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dinyatakan bahwa semua vaksin yang akan digunakan harus mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) atau Izin Penggunaan Darurat dari BPOM. Menanggapi hal itu, BPOM sepakat dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa penyelenggaraan vaksinasi harus dengan kehati-hatian dan jangan tergesa-gesa.

BPOM menegaskan sebagai bagian dari Komite Penanganan Coronavirus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), mendukung persiapan Pemerintah dalam pemberian vaksin Covid-19. BPOM memperhatikan arahan Presiden tentang perlunya kehati-hatian terkait rencana vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat luas.

“Tentunya semuanya kembali kami sampaikan bahwa pelaksanaan evaluasi oleh BPOM tentu menjunjung tinggi azas kehati-hatian. Sangat penting. Harus terbukti dulu keamanan dan efektivitasnya. Kami gunakan standar dan kaidah internasional sesuai arahan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) salah satunya,” tegas Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Togi J Hutadjulu dalam Webinar, Rabu (28/10).

“Kalau hasil uji klinis sudah sesuai ketentuan, kita tak bisa ada tekanan harus cepat (tergesa-gesa). Yang penting keamanan dan efektivitas vaksin ini untuk penanggulangan Covid-19,” tambahnya.

Togi menambahkan, ini telah menjadi ketentuan yang berlaku di Indonesia. Izin penggunaan obat dan vaksin yang dikeluarkan BPOM harus memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu yang dibuktikan melalui uji klinik yang baik dan cara pembuatan obat yang baik mengacu pada persyaratan dan standar yang berlaku secara nasional dan internasional.

“Jika telah dinyatakan memenuhi aspek keamanan, khasiat dan mutunya maka Badan POM dapat memberikan persetujuan apakah dalam bentuk Emergency Use Authorization (EUA) atau dalam bentuk Nomor Izin Edar (NIE),” paparnya.

Sistem registrasi khusus untuk kondisi darurat ini diberikan tanpa mengesampingkan aspek keamanan, khasiat dan mutu produk. Dalam proses evaluasi keamanan dan khasiat kandidat vaksin tersebut akan melibatkan Tim Komnas (Kominte Nasional) Penilai Obat yang terdiri dari para ahli farmakologi, klinisi dan para pakar.

“Pengambilan keputusan pemberian izin penggunaan darurat ini harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya. Keputusan diambil berdasarkan hasil evaluasi data
keamanan dan khasiat vaksin,” jelas Togi.

Izin penggunaan darurat (EUA) telah ditetapkan dengan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Sistem pemberian EUA yang diterapkan oleh Badan POM mengacu pada pedoman registrasi kondisi darurat World Health Organization (WHO), European Medicines Agency (EMA) dan United States Food and Drug Administration (US-FDA).

Berdasarkan ketentuan yang berlaku, Industri Farmasi (IF) yang memiliki EUA bertanggung jawab terhadap mutu vaksin. Pengawalan mutu vaksin oleh Badan POM antara lain dilakukan melalui inspeksi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) ke fasilitas produksi vaksin, dan melakukan pengujian di

laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan untuk proses pelulusan bets atau lot release, setiap bets produksi sebelum didistribusikan dan digunakan. IF pemegang EUA wajib melakukan studi/uji klinik lanjutan terhadap vaksin yang sedang dalam penelitian uji klinik untuk memastikan efektivitas dan keamanannya.

Selain itu, IF harus melakukan pemantauan farmakovigilans dan pelaporan efek samping vaksin serta melaporkan realisasi importasi, produksi, dan distribusi vaksin selama persetujuan penggunaan darurat. Laporan disampaikan kepada BPOM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dokter Minta Vaksinasi Jangan Buru-Buru

Para dokter meminta agar penyuntikkan vaksin jangan tergesa-gesa. Dokter ingin vaksinasi dilaksanakan sampai uji klinis fase III selesai dan sudah diberikan Izin Penggunaan Darurat oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga efektivitas dan keamanan vaksin terjamin.

“Setuju ini (ditunda, bukan November). Kita tunggu hasil uji klinis yang di Bandung serta izin dari BPOM,” tegas Ketua Pokja Bidang Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Erlina Burhan, Sp.P (K) kepada JawaPos.com baru-baru ini.

Menurut dr Erlina diperkirakan vaksinasi akan siap digelar mulai tahun 2021. Para dokter mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo yang meminta agar vaksinasi jangan tergesa-gesa.

“Kemungkinan vaksin ada awal tahun depan. (Kami) setuju dengan narasi presiden, tidak usah buru-buru,” papar dr Erlina.

Soal efek samping, dr Erlina mengakui sejauh ini memang uji klinis fase III terhadap vaksin Covid-19 dari Sinovac yang dilaksanakan di Bandung. Namun tetap harus menunggu lolos uji klinis dan izin dari BPOM agar sebagai jaminan keamanan dan efektivitas vaksin.

“Hingga Saat ini belum ada efek samping yang serius dari vaksin yg sedang diuji coba di Bandung. Paling deman satu dua hari dan rasa nyeri atau pegal di tempat bekas suntikan. Namun betul (ini sebagai jaminan keamanan),” tegasnya.

Saksikan video menarik berikut ini


BPOM Tegaskan Tak Bisa Diintervensi Soal Izin Darurat Vaksin Covid-19