Orang Tua Alergi, Anak Belum Tentu, Diperlukan Deteksi Dini

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Orang Tua Alergi, Anak Belum Tentu, Diperlukan Deteksi Dini


Ternyata alergi itu tidak 100 persen disebabkan faktor genetik lho. Ada persentase yang wajib diketahui orang tua sebelum anak lahir.

ADA beberapa jenis alergi yang biasanya dialami anak. Mulai eksim (dermatitis atopik), dermatitis kontak, debu, hingga makanan. Dokter anak sekaligus konsultan alergi imunologi Prof Dr Budi Setiabudiawan SpA (K) MKes menuturkan bahwa orang tua tidak perlu panik saat anak menunjukkan gejala alergi. Santai saja, tetapi tetap menjadi perhatian. ”Jangan dibiarkan begitu saja. Misalnya, ah nanti alerginya reda sendiri,” katanya dalam webinar World Allergy Week pada 26 Juni lalu.

Sistem kekebalan tubuh anak dengan alergi bereaksi secara berlebih terhadap zat atau benda tertentu. Sistem kekebalan tubuh bertugas menyingkirkan benda asing atau zat yang dianggap berbahaya bagi tubuh. Misalnya, kuman, virus, hingga racun.

Budi menjelaskan, sebelum anak lahir, orang tua perlu memperhatikan beberapa hal. Salah satunya, riwayat alergi di dalam keluarga. Jika ada, buah hati berisiko mengalami alergi. Dan, anak tersebut bisa disebut anak atopi.

Budi mengungkapkan, ada persentase pada kasus anak alergi jika dalam satu keluarga ada yang mengalami alergi. Pertama, bila hanya salah satu orang tua yang alergi, persentase anak mengalami alergi meningkat 60 persen. Kedua, jika hanya saudara kandung seperti kakak yang memiliki alergi dan orang tua tidak mengalami alergi, risiko alergi yang dialami calon buah hati meningkat 30 persen. Ketiga, bila ibu dan bapak alergi, risiko buah hati mendapatkan warisan alergi meningkat 80 persen.

Menurut Budi, anggota keluarga lain seperti tante, paman, kakek, atau nenek tidak dapat dijadikan patokan untuk menentukan buah hati bakal alergi atau tidak. Dokter yang mengambil spesialis anak di Universitas Padjadjaran (Unpad) itu menegaskan bahwa warisan alergi hanya bisa dilihat dari ibu, bapak, dan saudara kandung.

Lantas, apa yang perlu dilakukan orang tua saat keduanya memiliki riwayat alergi? Budi menyampaikan bahwa ibu sudah bisa ambil ancang-ancang sejak bayi berada di dalam kandungan. Ibu tidak perlu waswas. Pada rekomendasi terdahulu, ibu harus membatasi makanan pada masa kehamilan. Kini rekomendasi itu sudah kedaluwarsa. Ibu boleh makan apa saja selama tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan.

Saat anak sudah lahir, ibu bisa memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan. Selama menyusui, ibu tidak perlu membatasi makanan. Namun, sebelum ibu makan dan minum ini-itu, perlu dipastikan belum ada gejala alergi yang muncul.

Setelah berusia 6 bulan, buah hati sudah dapat diberi makanan pendamping ASI (MPASI). Bayi perlu dikenalkan ke berbagai jenis makanan. Boleh diberikan telur atau udang. Konsistensinya tetap harus diatur sesuai dengan usia. Misalnya, untuk MPASI usia 6 bulan, anak tidak direkomendasikan diberi udang goreng. Udang bisa diblender dulu agar teksturnya cair. ”Rekomendasi yang lama, seafood boleh dikasihkan ke anak berusia 3 tahun. Atau, telur boleh dimakan saat anak berusia 2 tahun,” paparnya.

Deteksi dini oleh orang tua menjadi langkah penting agar anak terhindar dari masalah yang semakin serius akibat alergi. Deteksi dini tersebut seperti memperhatikan gejala yang muncul hingga evaluasi terkait dengan makanan atau minuman yang baru dikonsumsi. Budi menyarankan untuk tidak mengambil kesimpulan sendiri tanpa expert.

Tarik Napas, Tidak Perlu Panik

KALI pertama Ariska Putri Pertiwi mengetahui putri semata wayangnya, Tengku Kyara Khanza Putri, mengalami alergi, dirinya kaget. Kyara hanya menangis. Ariska langsung menulis apa saja makanan hingga minuman yang baru dikonsumsi. Termasuk skin care yang digunakan Kyara. Dia mencari tahu ke berbagai laman internet hingga bertanya ke kerabat-kerabatnya.

Perempuan Asia pertama yang berhasil mendapatkan mahkota Miss Grand International tersebut mulai mengurangi satu per satu skin care Kyara. Sayangnya, hal tersebut tidak berdampak signifikan. Hasilnya nihil.

Beberapa hari kemudian, ruam pada kulit Kyara semakin menyebar ke leher dan tangan. Ariska panik. Sebelumnya, ruam hanya muncul di sebagian wajahnya. ’’Akhirnya, aku bawa Kyara ke dokter spesialis anak khusus alergi. Ternyata, anakku itu alergi susu sapi,” ungkapnya.

Dia tidak tahu bahwa Kyara alergi susu formula sapi. Sejak lahir, Kyara mengonsumsi susu sapi. Kyara tak mendapatkan kesempatan untuk menikmati ASI. Perempuan kelahiran Lhokseumawe, Aceh, 1995, itu memutuskan berganti dari susu formula sapi ke soya (kedelai).

Ariska mengatakan, para ibu tidak boleh panik ketika anak mengalami alergi. Harus tetap tenang supaya anak juga tidak panik atau stres. Yang pasti, lanjut dia, tidak disarankan menerka-nerka sendiri tanpa tim medis. ’’Aku juga baru tahu ada persentase potensi alergi kepada anak kalau orang tua punya riwayat alergi,” ujarnya.

Dia dan suami, Tengku Muhammad Ryan Novandi, memiliki riwayat alergi. Keduanya mempunyai alergi yang berbeda. Ariska alergi terhadap seafood, pergantian musim, hingga air. Lain halnya dengan suaminya yang alergi debu. Namun, menurut duta Palang Merah Indonesia untuk Sumatera Utara itu, alerginya lambat laun menurun. Ada toleransi yang muncul dalam tubuhnya terhadap pemicu alergi sebelumnya.

Terpisah, Dr dr Zahra Hikmah SpA (K) menuturkan, untuk alergi makanan memang ada beberapa yang bisa membaik setelah usia 1 tahun. Misalnya, alergi terhadap susu sapi. Alergi bakal membaik sekitar 50 persen saat anak berusia 1 tahun dan 85 persen ketika anak berusia 3 tahun.

Lalu, bagaimana jika orang tua bersikap abai terhadap alergi yang dialami anak? Zahra mengungkapkan, anak bisa jadi melewati beberapa fase sakit. Apalagi jika mengalami alergi berat. Alergi bisa mengakibatkan anak kurang gizi serta pertumbuhan hingga perkembangan otak terhambat. Karena anak sering sakit, asupan makanannya kurang. ’’Ini kalau terus-menerus dibiarkan ya akan permanen. Dan, agak sulit dikejar ya. Apalagi kalau anak sudah berusia di atas 3 tahun,” terangnya.

Kemudian, alergi makanan lain, misalnya seafood atau ikan, cenderung menetap. Contohnya, udang. Zahra menyebutkan, alergi itu bisa menetap sampai anak sudah besar. Akibatnya, jika dibiarkan, anak akan sakit. Alerginya bisa saja berkembang. Yang sebelumnya alergi di kulit berpotensi berkembang ke lain. Salah satunya, asma.

Baca Juga: Sempat Kehilangan Kesadaran dan Mimpi Organ Tubuh Diambil

Alergi lain seperti tungau dan debu rumah juga perlu diberi atensi. Zahra menjelaskan, kondisi Indonesia dengan iklim tropis, tungau debu rumah berkembang dengan baik. Apabila anak alergi tungau dan debu rumah, lalu dibiarkan saja, yang tadinya cuma reaksinya pilek sedikit, setelah anak besar, bisa berisiko rinitis alergi.

Zahra menyatakan, hal itu sifatnya menetap, terutama bila usia anak sudah 15 tahun. Sebetulnya, alergi bisa diterapi dengan imunoterapi atau suntik untuk mengebalkan tubuh.


Orang Tua Alergi, Anak Belum Tentu, Diperlukan Deteksi Dini