Detik-Detik Jelang Pertarungan Akbar

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Detik-Detik Jelang Pertarungan Akbar


Sastrajendra sudah kembali memasuki dunia persilatan. Namanya telah kembali menjadi Pendekar Sastrajendra. Tingting Bocah sudah mendengarnya. Pendekar Bra, kekasih anak angkat pendekar bangkotan itu, sudah kembali resmi menantangnya bertarung. Berbagai tokoh dunia persilatan telah mendengarnya.

Entah Bra, entah Sastra.

SALAH satu harus sampai mati. Itulah lazimnya protokol keseha, eh, protokol bertarung dunia persilatan. Pasca pertarungan, Tingting Bocah tinggal memiliki atau kekasihnya atau ayah angkatnya. Tak bisa pilih dua-duanya. Apalagi sudah dua mau tiga, seperti syair lagu dangdut di zamanmu.

Kemungkinan Bra unggul tak tertutup. Ia masih muda. Stamina lagi prima-primanya. Umurnya cuma terpaut lebih sedikit dibanding anak-anak BEM di zamanmu. Mungkin karena itu Bra kalau mengritik orang tidak cuma menyematkan gelar-gelar cemoohan. Bra, misalnya, tak cuma menjuluki Sastrajendra sebagai The King of Smell of Soil alias The King of Bau Tanah saking sudah uzurnya. Bra juga menantangnya dalam duel yang nyata.

Selain muda, selain tulang-tulang dan persendiannya masih belum keropos dan masih kaya pelumas, Bra pun menguasai jurus-jurus Kitab Mas Elon. Di suatu pulau yang bau bacin mayat-mayat, Bra dibantu Tingting Jahe pernah mengendap-endap mendapatkan kitab langka yang disemayamkan di suatu gua itu.

Jurus-jurus di Mas Elon sejatinya biasa-biasa saja. Jurus-jurus dari kitab dedaunan lontar yang sudah digerogoti ngengat-ngengat itu tak sampai melampaui Jurus Aji Mumpung Petinggi. Paling sanggupnya cuma menghadapi 99 jagoan ilmu tingi sekaligus. Tapi, bila berbagai jurus itu telah dikembangkan dan dibalik dari Mas Elon menjelma Elon Mas, wah! Musuh 10.000 orang masing-masing dengan kemampuan jawara yang 99 jiwa itu tiada artinya. Jurus Elon Mas Bra akan mampu menggilas mereka.

10.000 pendekar!

Pendekar Sastrajendra dengan Jurus Berlian Your Eyes alias Berlian Muaaaatamu yang diajarkan Keledai Parthai cuma bisa menyudahi 1.000 pendekar. Itu pun, 1.000 pendekar pembela Raja Pinokio yang selalu bohong dan ingkar janji tewas, tapi encok dan nyeri lutut Sasrta kambuh. Tak itu saja. Tubuhnya berantakan. Tinggal kedua matanya saja yang masih lholak-lholok utuh di atas gundukan daging. Kalau tidak ada Pendekar Elang Langlang Jagad yang menyusun kembali tubuh Sastra dan merawatnya, lakon ini cuma sampai di situ.

*

Dalam alur lakon yang diperpanjang itu bisa muncul Pendekar Perempuan Paling Dikagumi, perempuan yang nafas dan pedangnya wangi, yang tak bisa dikalahkan oleh siapa pun selama orang itu masih lebih mengagumi kecantikannya ketimbang ketinggan ilmu kipasnya. Dalam plot lakon dunia golok, kelewang dan sebangsanya ini juga muncul nama-nama lain seperti Pendekar Pedang Meleleh, pendekar yang curhatannya bukan saja bikin musuh meleleh dan menangis. Ia kuasa membuat pedang-pedang musuh meleleh.

Jurus Mas Elon saja diakui oleh tokoh-tokoh dunia persilatan dari Dusun Kake’anmu melalui naik turun bukit ke Dukuh Dengkul Mlonyoh sampai menyeberang laut ke Pegunungan Salju. Lebih tinggi minimal unda-undi dengan Jurus Berlian Your Eyes yang ditulis di dinding perbukitan kapur dengan aksara Wah-Thah-Thih-Thah yang terdiri atas 99 huruf itu, yang Pendekar Sastrajendra mampu mengajanya atas bantuan Keledai Parhati.

Namun, bila Jurus Mas Elon itu sudah dibalik atau diputar bawono sungsang menjadi Jurus Elon Mas, siapa akan sanggup menandingi. Semua juga tahu kehebatan Elon Mas. Anak cucu Sang Pembentur Agung sampai generasi kedua dari orang-orang Pulau Kurawa, semua tahu itu. Semua sudah pastikan bahwa Pendekar Sastrajendra pasti meregang nyawanya.

Yang membuat orang-orang delapan penjuru angin dunia persialan tetap ingin datang menyaksikan pertarungan itu adalah Jurus Kaca Wirangi. Dengan jurus yang Sastra rebut dari Pendekar Telaga Nirmala ini Sastro mampu menyerap langsung jurus-jurus yang sedang diperagakan oleh musuhnya. Bukan cuma menyerap lalu melampiaskan balasannya. Sastrajendra secepat kilat mampu menyerap jurus musuhnya bagai cermin, mengolahnya dalam diri, lalu melampiaskan balasannya dua kali lipat lebih ampuh dari jurus aslinya.

“Jadi, kamu akan tetap berangkat menontonnya purnama depan,” tanya seorang istri pada suaminya saat kelon di Dukuh Dengkul Mlonyoh.

“Aku akan tetap menontonnya, Juwita ….”

*

Di pasar apung Dusun Kake’anmu ada dialog begini, di atas sampan, oleh istri yang juga sedang dikeloni suaminya.

“Bagaimana kalau saat purnama nanti Pendekar Sastrajendra collapse?”

“Kolaps? Memangnya beliau rumah-rumah sakit masa pandemi. Beliau tidak akan kolaps, mungkin cuma overcapacity ..”

“Bagaimana kalau saat purnama nanti tabung oksigen langka?”

“Tabung oksigen? Maksudmu udara segar yang dihirup dengan pelepah daun papaya?”

Istrinya mengangguk dan mengecup kening suaminya, tapi sampan bergoyang seperti ada tekanan-tekanan lain.

“Tabung oksigen tidak akan langka…tapi mungkin cuma terbatas.”

“Hmmm…Jika kelak akan ada rumah sakit khusus pejabat, mengapa di zaman kita tidak dibangun rumah sakit khusus pendekar?” (*)

Sujiwo Tejo, Tinggal di Twitter @sudjiwotedjo dan Instagram @president_jancukers


Detik-Detik Jelang Pertarungan Akbar