Kegiatan Usaha Q3 2021 Melambat, UMKM Hilang Omzet Hingga 80 persen

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kegiatan Usaha Q3 2021 Melambat, UMKM Hilang Omzet Hingga 80 persen


JawaPos.com – Penularan virus Korona yang tinggi kembali membuat ekonomi Indonesia tertekan. Mau tak mau, pemerintah harus kembali menarik rem dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Akibatnya, aktivitas ekonomi terhambat.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan kegiatan usaha di mayoritas sektor pada triwulan III 2021 bakal melambat. Meski saldo bersih tertimbang (SBT) masih positif di posisi 9,77 persen. Bahkan, beberapa sektor diprediksi akan terkontraksi.

“Sektor industri pengolahan, pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan,” jelas Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono, Rabu (14/7).

Penggunaan tenaga kerja juga akan sedikit menurun dengan perkiraan SBT minus 2,24 persen. Menurunnya penggunaan tenaga kerja terjadi di hampir seluruh sektor. Terutama, sektor industri pengolahan dengan SBT minus 1,16 persen serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran minus 0,58 persen.

Meski demikian, kegiatan usaha di sektor konstruksi masih akan mengalami ekspansi pada triwulan III 2021. SBT akan meningkat dari minus 0,22 persen pada triwulan II menjadi 0,44 persen. Peningkatan kegiatan usaha tersebut tentu berdampak terhadap tingkat penggunaan tenaga kerja.

“Responden menyatakan bahwa peningkatan kegiatan usaha didorong oleh beberapa proyek yang telah berjalan serta realisasi investasi beberapa perusahaan,” kata Erwin.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun tidak heran. PPKM darurat membuat bisnis UMKM tidak berjalan. “Akibatnya, tidak maksimal memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB),” kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun kepada Jawa Pos.

Dia menuturkan, pandemi Covid-19 telah membuat sekitar 30 juta UMKM bangkrut. Dari jumlah tersebut, pembiayaan 25 juta UMKM berakhir dengan status NPL (non-performing loan) alias tidak mampu membayar kreditnya. Karena, mereka hanya mendapat 10–20 persen dari omzet normal.

Meski demikian, hasil survei Akumindo bersama Bank Mandiri menyebut bahwa sekitar 60 persen UMKM mulai bangkit hingga Juni 2021. Perbaikan tersebut seiring pelonggaran mobilitas masyarakat oleh pemerintah. Mengingat, kasus penularan Covid-19 yang mereda pasca pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sehingga, membuat roda ekonomi kembali berputar.

Sayangnya, pengetatan dengan PPKM darurat saat ini kembali menghantam UMKM. Ikhsan memperkirakan, omzet UMKM akan kembali turun 70 hingga 80 persen. “Baru bangkit lho, belum pulih. Pedagang itu berjualan untuk menggaji dirinya sendiri. Memberi makan anak dan istrinya. Itu juga harus dipikirkan,” ujarnya

Ikhsan mendorong pemerintah untuk memberi bantuan kepada UMKM selama PPKM darurat. Setidaknya cukup untuk memenuhi makan sehari-hari. Ketentuan ganti rugi tersebut juga diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.

“Paling sedikit Rp 200 ribu kali dua pekan selama PPKM darurat,” ucapnya.

Selain itu, Ikhsan menilai, turunnya suku bunga dasar kredit bank hanya dirasakan oleh UMKM yang usahanya tidak terdampak. Sedangkan, UMKM yang tidak mampu membayar kredit hanya bisa memanfaatkan restrukturisasi. Keringanan yang diberikan tentu bervariasi bergantung kondisi usaha masing-masing nasabah.

Terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, PPKM darurat menjadi opsi pemerintah dalam menekan angka penularan Covid-19. Selama itu pula, BI terus melihat dampaknya terhadap penurunan mobilitas dan konsumsi.

Namun, jika pengetatan tersebut diperpanjang maka akan semakin menekan ekonomi. Sebab, tingkat konsumsi masyarakat akan melambat. Apalagi, konsumsi masyarakat merupakan motor penggerak ekonomi terbesar.

Alumnus Iowa State University itu menjelaskan, divergensi pola pertumbuhan ekonomi di setiap negara berbeda. Tergantung kecepatan vaksinasi dan besaran stimulus fiskal maupun moneter. “Seperti, Tiongkok dan Amerika Serikat menunjukkan pemulihan ekonomi yang cepat. Karena masifnya percepatan vaksinasi dan stimulus fiskal serta moneternya juga besar. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi negara berkembang memang lebih lambat,” urainya.


Kegiatan Usaha Q3 2021 Melambat, UMKM Hilang Omzet Hingga 80 persen