Tiga Bulan Berhasil Buka Cabang dan Pekerjakan Korban PHK

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Tiga Bulan Berhasil Buka Cabang dan Pekerjakan Korban PHK


Kehilangan pekerjaan tak membuat Abdul Hadi putus asa. Dia mencoba bangkit dengan menjadi pedagang nasi goreng. Upaya kerja kerasnya menuai hasil manis. Tak disangka, dalam waktu tiga bulan, pria berusia 31 tahun itu berhasil membuka dua cabang baru dan mempekerjakaan belasan korban PHK.

SEPTIAN NUR HADI, Surabaya

Hadi menamai usahanya nasi goreng Kang Hadi. Berawal ketika dia memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Lebih dari sepuluh tahun Hadi bekerja sebagai marketing pada salah satu bank swasta di Surabaya. Pagebluk korona membuat kondisi perekonomian tempat kerjanya menurun.

Kondisi tersebut berdampak pada seluruh pegawai, termasuk dirinya. Yakni, perusahaan memotong gajinya 50 persen. ”Pihak perusahaan beralasan pemotongan gaji demi menghindari adanya PHK pegawai,” kata pria kelahiran Surabaya, 20 April 1989, itu.

Meski begitu, Hadi merasa keberatan dengan adanya pemotongan gaji hingga 50 persen tersebut.

Sebab, gajinya tak lagi cukup untuk menafkahi istri dan kedua anaknya. Hadi pun memutuskan resign. Dia merasa percuma. Jika dipaksakan, kondisi perekonomiannya tidak akan kembali normal dalam waktu cepat.

Tidak mempunyai pekerjaan secara otomatis membuat perekonomiannya menurun. Meski belum terlalu parah, jika dibiarkan, itu bisa menjadi masalah besar.

Hadi memutar otak untuk memikirkan solusi agar bisa keluar dari permasalahannya. Setelah berdiskusi panjang dengan keluarga, jalan keluar akhirnya ditemukan. Agar bisa bertahan hidup, Hadi harus berwirausaha dibandingkan harus mencari pekerjaan di perusahaan.

Bukannya pesimistis, pada saat pandemi Covid-19, dirasa sangat sulit mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keinginannya dan dalam waktu cepat. Oleh karena itu, Hadi memutuskan untuk berjualan nasi goreng.

Sebenarnya, ide tersebut terpikirkan sejak lama. Namun, belum terealisasi karena beberapa faktor. Pertama, Hadi masih menjadi karyawan swasta dan dia belum mempunyai keahlian dalam memasak. Namun, dalam situasi serbasulit itulah, mau tidak mau idenya (usaha nasi goreng) harus terealisasi.

Bermodal nekat pada 29 Juni 2020, usahanya mulai berjalan. Usaha itu dinamai nasi goreng Kang Hadi atau nasi goreng korona. Dia membukanya di Jalan Tenggumung Baru. Satu porsi nasi goreng dijual sangat murah. Hanya Rp 4.000.

Warga Jalan Mrutu Kalianyar, Gang Singgih, itu menjelaskan bahwa menjual nasi goreng Rp 4.000 bertujuan untuk meringankan beban para pembeli. Hadi menyadari pandemi Covid-19 membuat banyak warga kehilangan pekerjaan. Akibatnya, perekonomian mereka menurun. Khususnya warga di Jalan Tengggumung Baru. Keluhan tidak bisa membeli makanan kerap terdengar ke telinganya. Untuk memastikannya, Hadi melakukan survei ke lokasi. Hasilnya benar.

Bantuan sosial memang kerap diberikan oleh pemerintah, tapi dinilai belum cukup. Atas dasar itulah, Hadi memilih membuka lapak dagangnya di Jalan Tenggumung Baru. ”Kebetulan saya juga pernah tinggal lama di sini. Jadi, sebagian besar sudah tahu rata-rata pekerjaan dan kondisi perekonomian warga,” ujarnya.

Selain itu, memutuskan berjualan di Jalan Tenggumung Baru juga bermaksud untuk meramaikan usaha warung kopi milik pamannya. Jadi, beli makanannya kepada Hadi dan beli minumannya di warung paman.

Banner bertulisan nasi goreng Kang Hadi, Rp 4.000 yang terpampang jelas di gerobak dagangannya berhasil menarik perhatian pembeli. Terutama pengguna Jalan Tenggumung Baru. Merasa penasaran, mereka pun berhenti. Meski bagitu, kebanyakan tidak langsung memesan.

Namun, mereka memastikan apakah benar nasi goreng dijual Rp 4.000. Selain itu, ada yang terlebih dahulu melihat bentuk produknya. Berapa banyak porsi dan lauk apa saja yang diberikan. Bahkan, ada yang lebih ekstrem.

Pembeli secara blak-blakan menanyakan bahan-bahan yang digunakannya. Salah satunya kualitas beras. Mereka menduga, Hadi menggunakan beras dengan kualitas jelek atau beras raskin. Begitu juga telur serta ayam yang digunakan.

Namun, dia tidak tersinggung. Sebab, menurut dia, pertanyaan tersebut dinilai wajar. Jika diposisikan sebagai pembeli, Hadi pun akan mempertanyakan hal yang sama.

Secara logika, nasi goreng Rp 4.000 dengan menu yang sama dengan nasi goreng biasanya yang seharga Rp 15.000 sulit masuk di akal jika sang pedagang menggunakan bahan makanan kualitas baik.

”Saya menjawab kalau menggunakan kualitas bahan baku yang bagus. Beras premium. Begitu juga telur dan daging ayam. Sama dengan nasi goreng harga Rp 15 ribu,” ucap dia. Hanya, kuantitasnya beda. Tidak sebanyak nasi goreng harga Rp 15 ribu. Untuk lebih menyakinkan pembeli, Hadi mempersilakan mereka untuk melihat langsung bahan yang digunakan.

Ditambah lagi, penjelasan yang diberikan pembeli lainnya. Mereka (pembeli) menjelaskan kualitas nasi goreng yang dibuatnya tak perlu diragukan lagi.

Menurut pembeli sebelumnya, nasi goreng masakannya terasa enak. Penjelasan tersebut berhasil menjawab keraguan para pembeli baru. Harga murah dengan rasa berkualitas membuat pembeli terus berdatangan.

Setiap hari lapaknya selalu ramai. Bahkan, antrean mengular hingga sepanjang Jalan Tenggumung Baru. Dalam sehari, Hadi mengaku 640 hingga 940 porsi ludes terjual.

”Setelah satu bulan berjualan, menu makanan ditambah. Tidak hanya nasi goreng. Melainkan mi goreng dan rebus, lalu capcay, krengsengan, nasi gila, dan nasi mawut,” ujarnya.

Banyaknya pembeli membuatnya kerap kewalahan. Hadi pun memutuskan untuk menambah pegawai dan bahkan kembali membuka cabang baru. Pada 3 Oktober lalu, dua cabang baru kembali dibuka. Yaitu, di Jalan Kapas Gading Madya dan Jalan Penjaringan Baru. Jumlah pekerjanya kini mencapai 19 orang. Kebanyakan merupakan korban PHK.

Tidak hanya menjual. Setiap Jumat Hadi menggratiskan seluruh dagangannya. Baik yang berada di Jalan Tenggumung Baru, Jalan Kapas Gading Madya, maupun Jalan Penjaringan Baru. Kegiatan sosial itu dinamai Jumat gratis. Seluruh warga diperbolehkan untuk ikut dalam kegiatan tersebut. Tidak pandang usia dan latar belakang penerima bantuan.

”Karena kan memang niatnya berjualan tidak semata-mata mencari keuntungan. Tapi, diniatkan untuk membantu masyarakat. Alhamdulillah meski dijual murah dan setiap minggu digratiskan, modal masih ketutup dan dapat untung. Bahkan terus membaik,” ujarnya.

Hadi mengaku kerap didatangi orang baru. Mereka datang tidak hanya untuk membeli, tetapi juga menanyakan apa strateginya bisa berjualan dengan harga murah, tapi tetap untung.

Dengan senang hati, Hadi berbagi tip dan ilmu kepada mereka. Alhasil, saat ini usaha makanan dengan harga Rp 4.000 semakin banyak. Misalnya, bakso dengan harga Rp 4.000.

Saksikan video menarik berikut ini:


Tiga Bulan Berhasil Buka Cabang dan Pekerjakan Korban PHK