Kemensos Tak Pernah Sebar Pesan Berantai Penyaluran Bansos Rp 300 Ribu

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kemensos Tak Pernah Sebar Pesan Berantai Penyaluran Bansos Rp 300 Ribu


JawaPos.com – Kementerian Sosial (Kemensos) menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak kepolisian yang dengan sigap segera dapat mengamankan pelaku pembuat website https://ift.tt/3rx1a8N. Langkah tegas kepolisian merupakan respon terhadap laporan Kemensos, terkait penyebaran berita palsu (hoaks) yang mengatasnamakan Kemensos.

“Kami menyampaikan ucapan terima kasih dan sangat mendukung respons cepat dan tegas dari Polri yang menempuh langkah-langkah penegakan hukum dengan mengamankan pelaku. Semoga langkah penegakan hukum tersebut memberikan efek jera pelaku dan pihak lain agar tidak melakukan tindakan serupa,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemensos Hasim dalam keterangannya, Selasa (20/7).

Melalui tautan https://ift.tt/3kzsba4, situs ini telah mengedarkan pesan berantai yang berisi form pendaftaran bantuan sosial PPKM Rp 300.000 dengan cara menjawab beberapa pertanyaan. Melalui form dengan logo Kementerian Sosial, pendaftar diminta membagikan ke teman melalui aplikasi Whatsapp yang kemudian akan mendapat konfirmasi melalui SMS.

“Pesan tersebut adalah hoaks. Kementerian Sosial tidak pernah membuat website untuk pendaftaran penerima bantuan sosial Rp 300.000. Apalagi berbentuk pesan berantai,” ujar Hasim.

Kemensos sudah memproduksi pesan yang berisi bantahan bahwa pesan berantai tersebut bohong atau hoaks melalui akun-akun resmi kementerian. Namun dalam perkembangannya, bantahan terhadap kabar bohong saja dirasa tidak cukup.

Oleh karena itu, Kemensos melalui Biro Hukum membuat laporan resmi ke Polda Metro Jaya pada Kamis (8/7) lalu. Alhasil, Polda Metro Jaya berhasil membekuk pelaku yang beraksi sejak November 2020. Pelaku meraup untung dari iklan sebesar sekitar Rp 1,5 miliar.

Pelaku dipersangkakan dengan Pasal 35 jo pasal 51 UU Informasi dan Transaksi Elektronika dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Laporan kepada penegak hukum dilakukan dengan pertimbangan, konten tersebut dinilai telah mencemarkan nama baik Kemensos yang kini tengah mendapat penugasan di bidang perlindungan sosial terhadap masyarakat terdampak pandemi.

“Seluruh energi dan fokus perhatian negara termasuk Kemensos kini tengah diarahkan untuk membantu meringankan beban masyarakat terdampak pandemi. Konten tersebut sangat mengganggu dan mencederai upaya keras dalam penanganan pandemi karena meresahkan dan mengganggu kepercayaan publik kepada pemerintah,” ujar Hasim.

Hasim menghimbau kepada masyarakat untuk tidak bermain-main dengan memberi informasi hoaks khususnya terkait bantuan sosial (bansos). Di tengah suasana kedaruratan, masyarakat sangat membutuhkan bantuan karena mereka mungkin penghasilannya menurun atau kehilangan pekerjaan.

“Lalu ada pihak yang memainkan harapan publik dengan berita palsu. Saya kira ini sangat tidak terpuji. Tindakan pelaku mencederai upaya bersama dalam perang melawan pandemi dan kerja keras kita meringankan beban masyarakat,” ucap Hasim.

Masyarakat diharapkan untuk tidak mudah tergiur dan percaya dengan berbagai informasi yang berkembang terutama di ranah dunia maya. Menurutnya, bila ada yang ingin meminta kejelasan bisa mengakses saluran informasi resmi pemerintah, bisa membuka situs resmi Kemensos atau melalui website https://ift.tt/3dTsBEB.

Hasim tak memungkiri, sebagai upaya penanganan dampak pandemi, pemerintah melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) memberikan perlindungan sosial, salah satunya dalam bentuk Bantuan Sosial Tunai (BST) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sejak April 2020, Kementerian Sosial menyalurkan BST senilai Rp 300.000 setiap bulan melalui PT Pos Indonesia.

“Untuk tahun 2021, BST disalurkan bulan Januari hingga April. Kemudian BST ditambah dua bulan yakni bulan Mei dan Juni yang disalurkan sekaligus di bulan Juli,” ucap Hasim.

Dia mengaku, penerima BST merupakan keluarga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diusulkan oleh pemerintah daerah, dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos, dari lembaga kesejahteraan sosial atau dari lembaga berbadan hukum.


Kemensos Tak Pernah Sebar Pesan Berantai Penyaluran Bansos Rp 300 Ribu