Makin Banyak Kenalan, Terpidana Mati Khawatir Mati

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Makin Banyak Kenalan, Terpidana Mati Khawatir Mati


Sebagian warga binaan Lapas Kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo, terpapar virus korona jenis baru atau Covid-19. Ada 104 narapidana (napi) yang menjalani isolasi di blok rumah sakit. Mulai napi kasus narkoba hingga terpidana mati.

MAYA APRILIANI, Jawa Pos

D. Sumi kini bisa beraktivitas lagi di poliklinik Lapas Kelas I Surabaya. Sebelumnya, dia tidak dapat membantu tim medis memberikan layanan kepada warga binaan. Dia harus menjalani isolasi di blok rumah sakit selama 14 hari.

Selama itu, dia hanya bisa keluar di taman blok isolasi. Tidak boleh bepergian lebih jauh lagi. Dia juga tidak diperkenankan untuk bergaul secara bebas dengan warga binaan lain. ”Saya positif terkena Covid-19,” katanya. Saat ini dia sudah dinyatakan sembuh.

Kemarin (2/10) dia aktif lagi menjadi tahanan pendamping (tamping) poliklinik. Tugasnya membantu tim medis melayani warga binaan yang perlu pertolongan. Napi kasus kriminal itu pun tetap membantu warga binaan yang positif Covid saat diisolasi. Dia juga memberikan wejangan kepada para napi untuk tetap happy. ”Harus senang, tidak boleh sedih dan banyak pikiran,” katanya.

Hal itu pulalah yang dia lakukan selama di sel isolasi. Tidak lagi memikirkan hal yang tidak penting. Dia juga menyibukkan diri untuk tetap membantu petugas medis. Membagi vitamin, susu, hingga masker untuk napi di ruang isolasi. Di tempat itu, menurut Sumi, dia lebih leluasa. ”Terkonfirmasi positif juga ada hikmahnya bagi saya,” kata dia.

Sekarang napi yang divonis penjara selama tujuh tahun itu harus memakai APD saat di ruang isolasi. Juga saat bertugas di poliklinik. Setidaknya dalam sehari, dia memakai APD minimal dua jam.

Di ruang isolasi, dia tidur bersama sepuluh orang. Awalnya, mereka tidak saling kenal karena berasal dari berbagai blok berbeda. Tapi, setelah bersama selama dua pekan, mereka makin akrab. Bahkan seperti keluarga sendiri.

Hal itu pulalah yang dirasakan Nurhasan Yogi M. Napi kasus pembunuhan tersebut juga makin punya banyak teman selama diisolasi. Bersama 56 napi lain, dia menjalani isolasi tahap pertama. Berbarengan dengan Sumi.

Nurhasan menyatakan bahwa dirinya terinfeksi pada 7 Agustus lalu. Dia mengaku saat itu mengalami hal yang luar biasa. ”Perut mual-mual, sendi sakit, dan panasnya mencapai 39,8 derajat Celsius,” katanya mengenang.

Dia merupakan salah seorang napi yang positif Covid disertai gejala sakit. Nurhasan menyatakan, saat itu warga binaan yang diisolasi khawatir. Ada yang takut mati karena virus korona. ”Saya juga takut (mati) karena kondisi saya yang parah,” ucapnya dalam testimoni seusai sembuh dari Covid.

Namun, ketakutan Nurhasan sirna kala mendapat perawatan intensif dari tim medis. Penanganan terhadapnya sangat cepat. Bahkan, dia ditempatkan di ruang isolasi khusus yang dipantau dengan ketat.

Berkat kesigapan petugas itulah, Nurhasan bisa pulih. Selain itu, semangat untuk sembuh yang kuat membuatnya bisa bertahan sampai sekarang. ”Harus positive thinking. Harus semangat,” katanya.

Semangat untuk sembuh merupakan modal besar bagi pasien positif Covid. Nurhasan berpesan kepada warga binaan yang kini menjalani isolasi gelombang kedua untuk memiliki pikiran positif. Menjalani isolasi tanpa merasa terbebani. Mereka juga tidak perlu resah. Sebab, hal itu dapat merusak imunitas. ”Imun harus dijaga,” ucap napi yang sudah menjalani hukuman lebih dari sepuluh tahun itu.

Para warga binaan diminta untuk disiplin sesuai dengan anjuran tim medis di lapas. Terutama disiplin melaksanakan protokol kesehatan. ”Alhamdulillah, 57 yang diisolasi sembuh semua,” ujarnya.

Kasi Perawatan Lapas Kelas I Surabaya Prayogo Mubarak menyatakan bahwa selama mengisolasi para napi, tim medis menghadapi dilema. Terutama saat harus merujuk pasien bergejala. Hal itu dialami saat Nurhasan sakit dan gejalanya parah.

Seharusnya, dia bisa dirujuk ke rumah sakit luar lapas. Tapi, saat itu sarana terbatas. Mobil ambulans hanya satu. Sementara itu, yang butuh rujukan dua orang. Selain Nurhasan, ada napi lain. Kondisinya juga butuh pertolongan segera. Akhirnya, Prayogo memutuskan untuk merawat Nurhasan di lapas. ”Selain karena napi satu butuh perawatan segera, status Nurhasan juga harus kami pertimbangkan,” katanya.

Sebagai terpidana dengan hukuman maksimal, Nurhasan butuh pengamanan ketat. Sementara itu, petugas lapas juga terbatas. Mereka pun merawat Nurhasan dengan maksimal. Memasangkan infus dan memantau terus perkembangannya. Sampai kondisinya membaik dan pulih.

Saat ini masih ada 47 napi yang menjalani isolasi. Kondisi mereka terus membaik. Setiap hari diberi vitamin dan susu. Agar badan tetap fit dan virus hilang.

Saksikan video menarik berikut ini:


Makin Banyak Kenalan, Terpidana Mati Khawatir Mati