Panjebar Semangat, Majalah Berbahasa Jawa yang Terus Bersemangat

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Panjebar Semangat, Majalah Berbahasa Jawa yang Terus Bersemangat


Panjebar Semangat merupakan majalah tertua di Indonesia. Muri mengukuhkan itu. Majalah yang terbit awal September 1933 tersebut masih eksis hingga sekarang. Tetap semangat di tengah pandemi.

MUHAMMAD AZAMI RAMADHAN, Surabaya

Majalah Panjebar Semangat (PS) edisi pertama terpampang jelas di ruang redaksi kantor majalah berbahasa Jawa itu. Majalah tersebut ditempel di tembok dengan bingkai pigura. Ujung-ujung kertasnya memang terlihat sudah usang. Meski demikian, berita-berita di edisi pertama itu masih bisa dibaca dengan jelas.

Pesan dr Soetomo, sang pendiri Panjebar Semangat, begitu terasa di ruang redaksi, Jalan Gedung Nasional Nomor 2, Bubutan, Surabaya. Dia ingin menjadikan media sebagai sarana untuk mencerdaskan dan mempersatukan bangsa.

Konsisten menggunakan bahasa Jawa ngoko alus, pesan semangat dan optimisme ditebar melintasi lima zaman. Jangan heran bila kemudian jejak pahlawan nasional pencetus kebangkitan nasional itu begitu membekas. Apalagi kantor redaksi dan ruang percetakan menjadi satu kompleks dengan Gedung Nasional Indonesia (GNI) tempat dr Soetomo dimakamkan.

Setelah terbit, majalah Panjebar Semangat dikelola oleh mantan guru di Probolinggo. Imam Supardi namanya. ”Itu Imam Supardi, kakaknya kakek dari suami saya,” terang Arkandi Sari, pemimpin redaksi sekaligus pemimpin perusahaan, kemarin (5/10).

Sembari memperlihatkan terbitan pertama, perempuan 56 tahun itu menceritakan bahwa Panjebar Semangat ditulis dengan bahasa Jawa ngoko agar pesan-pesan dr Soetomo dapat disampaikan dengan lebih mudah serta bisa diterima dan dimengerti. Apalagi ketika itu, masih banyak orang yang tinggal di pedesaan yang belum memahami bahasa Indonesia.

Meski usianya melebihi umur Republik Indonesia, semangat majalah Panjebar Semangat, kata Andi (sapaan akrab pemimpin redaksi itu), masih tetap menggelora. Seperti media pada umumnya, PS pernah sengaja dimatikan oleh Jepang melalui tentara ke-16 di Jawa. Menurut dia, dari zaman Jepang hingga akhir masa revolusi, Panjebar Semangat tidak terbit. Majalah itu akhirnya terbit lagi pada 1949 setelah mati suri bertahun-tahun karena perang. ”Iya, ada arsip tahun 1949 yang kuat dugaan terbit setelah diberedel,” ujarnya.

Dengan antusias Andi juga memperlihatkan pesan-pesan semangat yang ditulis langsung oleh Presiden Soekarno saat Panjebar Semangat genap berusia 20 tahun pada September 1953. Kata dia, pesan yang disampaikan Soekarno itu berisi harapan. Panjebar Semangat harus tetap berkontribusi untuk perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Andi mengungkapkan, ada beberapa rubrik yang masih eksis sejak tahun pertama terbit hingga sekarang. Di antaranya, Pangudarasa. Kemudian, ada Layang Saka Warga, Alaming Lelembut, Cerkak (Cerita Cekak), Cerita Rakyat, Taman Geguritan, Cangkriman Prapatan PS, dan sebagainya.

Salah satu yang membuat Panjebar Semangat masih eksis hingga saat ini adalah pelanggan. Meski pelanggan mengalami pasang surut, Panjebar Semangat masih memiliki pelanggan yang militan. ”Hidup PS ini juga dari pelanggan. Jadi, demi mereka juga kami tetap menyuguhkan ciri khas Panjebar Semangat,” ungkapnya.

Dia masih ingat ketika kali pertama menerima tawaran sebagai pemimpin redaksi Panjebar Semangat. Dia dianggap gila karena mau menggeluti bisnis perusahaan media yang tidak menguntungkan itu. Namun, karena loyalitas karyawan dan para seniorlah, Andi menerima jabatan tersebut. ”Bagaimana mungkin saya tega melihat karyawan berjuang sendiri, apalagi melihat PS berjuang sendiri. Itu yang tidak tega,” ungkapnya.

Dia mengatakan, PS sempat memiliki wartawan dalam tiga zaman, yang saat itu berusia 87 tahun. Ketika itu, Mochtar, sang karyawan tersebut, diminta untuk tetap bekerja meski mengirimkan tulisan dari rumah. Lalu, ada juga karyawan yang sejak bujangan hingga memiliki cucu tetap bersama Panjebar Semangat. ”Tidak ada batas usia di sini. Para senior itu masih ingin berkontribusi. Konflik selalu ada, tapi kekeluargaanlah yang menyelesaikan itu semua,” tuturnya.

Ciri khas Panjebar Semangat juga masih dipertahankan. Mulai percetakan yang masih manual menggunakan mesin buatan Jepang tahun 1979 bermerek Komori hingga penjilidan yang dilakukan manual oleh ibu-ibu paro baya. Bagi Andi, situasi itulah yang membuatnya tetap bersemangat menakhodai Panjebar Semangat.

Terobosan demi terobosan juga dilakukan, mulai mengaktifkan website, e-magazine, hingga media sosial. Beragam event dan perlombaan juga tetap dilakukan Panjebar Semangat.

Kukuh S.W., salah satu redaktur pelaksana di Panjebar Semangat, mengungkapkan bahwa Panjebar Semangat juga pernah akan dibeli oleh salah satu pengusaha media kala itu. Tapi karena pesan pendahulu begitu melekat di benak karyawan PS, tawaran tersebut ditolak.

”Angkatan tua dan sesepuh, apalagi waktu itu masih ada pelaku sejarah, menegaskan untuk menolak dijual,” ungkapnya. ”Karena jelas, PS ini didirikan dengan berdarah-darah. Maka, kami memilih untuk berjuang di tengah krisis. Seperti pandemi saat ini. Kami tetap semangat,” ungkapnya. 

Saksikan video menarik berikut ini:


Panjebar Semangat, Majalah Berbahasa Jawa yang Terus Bersemangat