Divaksinasi Covid-19, Whisnu: Badan Besar Tak Boleh Takut Disuntik

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Divaksinasi Covid-19, Whisnu: Badan Besar Tak Boleh Takut Disuntik


Plt Wali Kota Whisnu Sakti Buana dan Ketua DPRD Adi Sutarwijono harus menjalani dua kali skrining sebelum vaksin Sinovac disuntikkan ke lengannya. Tingginya tekanan darah menjadi pemicu. Selepas beristirahat sejenak, keduanya kembali bugar.

ARISKI PRASETYO, Surabaya

LEWAT pengeras suara, pemandu acara memanggil nama Plt Wali Kota Whisnu Sakti Buana di balai kota. Pemimpin Kota Pahlawan itu mendapatkan kehormatan. Menjadi orang pertama Surabaya yang menjajal vaksin Covid-19 Sinovac.

Whisnu lantas berjalan menuju meja pertama. Kepada petugas, dia menujukkan bukti. Wujudnya SMS blast. Tanda dia mendapatkan undangan sebagai penerima vaksin buatan Tiongkok itu.

Proses verifikasi berjalan cepat. Petugas memastikan Whisnu memang orang yang hendak divaksin. Kemudian, dia bergeser ke meja kedua. Lokasinya berdekatan dengan meja pertama. Petugas mengambil lembaran dokumen. Isinya tiga lembar kertas. Di dalamnya terdapat 16 pertanyaan seputar kesehatan. Misalnya, penyakit komorbid yang diderita serta apakah memiliki alergi dan pernah terpapar Covid-19.

Satu per satu pertanyaan itu dijawab Whisnu. Rampung menjawab pertanyaan, berlanjut pada skrining lanjutan. Yaitu, pemeriksaan tekanan darah. Lengan tangan kanan Whisnu dibebat tensimeter. Petugas lantas memompa alat itu. Mengecek tekanan darah.

Selang beberapa menit, politikus PDIP itu beranjak dari kursi. Awak media bergegas mengambil tempat untuk mengabadikan momen tersebut.

Namun, Whisnu justru kembali ke tempat duduk.

Alhasil, Whisnu bukan orang pertama di metropolis yang disuntik vaksin Sinovac. Justru kehormatan itu diterima sang istri, Dini Syafariah Endah. Dari pemeriksaan kesehatan, dia dinyatakan memenuhi syarat untuk menerima vaksin antikorona tersebut.

Ketua DPRD Adi Sutarwijono mendapat giliran ketiga. Setelah namanya disebut, politikus PDIP itu segera menuju ke meja pertama. Seperti Whisnu, dia juga menunjukkan pesan pemberitahuan.

Lolos di meja pertama, Adi sudah ditunggu petugas di meja kedua. Lembaran kertas diisi. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan. Wartawan yang meliput momen itu mencari posisi. Berderet memanjang di depan podium. Mencari posisi untuk menjempret Adi ketika disuntik vaksin.

Sayangnya, vaksinasi itu urung berjalan. Petugas meminta Adi kembali duduk di tenda tunggu. ”Saya diminta istirahat 20 menit,” ucapnya.

Vaksinasi kepada Whisnu dan Adi ditunda. Pasalnya, dua pejabat itu tidak lolos skrining. Tekanan darah mereka tinggi.

Tak lama, Whisnu kembali ke meja pertama. Serangkaian pemeriksaan dilakukan. Tekanan darah kembali dicek. Hasilnya normal. Whisnu lega.

Di podium merah putih, Whisnu duduk di kursi yang disediakan. Pakaian yang menutupi lengan bagian kiri diangkat. Wajahnya tidak menyiratkan ketegangan.

Lalu, petugas kesehatan yang mengenakan masker dan face shield mendekat. Lengan sebelah kiri itu diusap. Lantas, sebuah jarum disuntikkan. Proses vaksinasi pun usai.

Di meja keempat, petugas memantau efek samping antivirus. Pemantauan itu berjalan selama 30 menit. Setelah dipastikan sehat, Whisnu mendapatkan kartu imunisasi.

Selepas menjalani vaksinasi, Whisnu bercerita mengapa dirinya harus menjalani dua kali skrining. ”Karena tekanan darah meningkat,” paparnya.

Ketika pemeriksaan awal, tensi darah Whisnu cukup tinggi. Mencapai 160/80 mmHg. Ukuran normal tekanan darah di angka 120/80 mmHg.

Whisnu menuturkan, melonjaknya tensi darah itu dipicu dua hal. Pertama, dia sempat grogi karena baru pertama menjalani vaksinasi. ”Ndredek sedikit,” ucapnya

Kedua, beberapa menit sebelum vaksinasi, dia sempat ngopi. Minum kopi bisa memicu peningkatan tensi darah. ”Tadi sempat ngopi,” ucapnya.

Meski sedikit terkendala, vaksinasi berjalan lancar. Whisnu tidak merasakan efek samping. Badannya tetap bugar. ”Disuntik tidak terasa. Masak badan besar gini takut suntik,” tuturnya.

Senada dengan Adi. Selepas rehat, dia menjalani vaksinasi. Namun, orang nomor satu di DPRD Surabaya itu enggan menjelaskan lebih detail alasan penundaan vaksinasi. ”Tadi tensi darah meningkat. Pokoknya di atas normal,” tuturnya sembari tersenyum.

Adi enggan menunjukkan tensi darah pada pengukuran awal. ”Yang terpenting sudah selesai. Saya juga meminta seluruh warga jangan takut divaksin,” paparnya.

Selain Whisnu dan Adi, sejumlah forkopimda lain juga menjalani vaksinasi. Misalnya, Danrem 084/Bhaskara Jaya Brigjen TNI Herman Hidayat Eko Atmojo. Selepas disuntik vaksin, dia tampak berkali-kali mengusap lengan kirinya. ”Tidak sakit. Lebih sakit suntik vitamin C,” ucapnya.

Berbeda dengan Whisnu dan Adi, sebelum disuntik vaksin, Herman juga sempat ngopi. Namun, tekanan darahnya tidak tinggi. Tetap normal pada angka 120/80 mmHg.

Pria dengan satu bintang di pundak itu menyampaikan resep agar kondisi badan tetap fit. ”Sebelum vaksinasi, saya istirahat cukup,” terangnya.

Kapolrestabes Surabaya Kombespol Johnny Eddizon Isir juga lancar mengikuti vaksinasi. Menurut dia, dokter sangat berpengalaman. Proses penyuntikan pun berjalan cepat. ”Seperti disuntik biasa,” paparnya.

Dalam pencanangan vaksinasi itu, dinkes menunjuk satu dokter. Yaitu, dr Radix Hadrijanto. Sehari-hari dia bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soewandhie.

Radix tampak tenang dalam menjalankan vaksinasi. Tidak terlihat ketegangan. Meski yang disuntik adalah para pejabat tinggi di Kota Pahlawan.

Tidak ada persiapan khusus yang dilakukan Radix. Sebab, dia sudah banyak makan asam garam. Pekerjaan itu telah biasa dilakukan. ”Karena sudah sering,” ucap dokter spesialis anak itu.

Dia menjelaskan teknis penyuntikan. Vaksin dimasukkan ke lengan kiri. Tepatnya pada intramuscular. Obat disuntikkan pada otot.

Baca Juga: Epidemiologi Unair Sebut Efek Samping Vaksin Sinovac Kurang dari 1 Persen

Pemilihan itu didasari pertimbangan bahwa otot bagian lengan tidak terlalu tebal. Dengan demikian, obat bisa langsung masuk ke tubuh.

Selain Radix, dinkes menyiapkan ratusan vaksinator. Jumlahnya mencapai 839 orang. Tersebar pada 63 puskesmas dan 46 rumah sakit.

Kepala Dinkes Febria Rachmanita memastikan vaksinator sudah memiliki keahlian dalam menyuntikkan vaksin. ”Karena terus kami latih,” jelasnya. 

Saksikan video menarik berikut ini:


Divaksinasi Covid-19, Whisnu: Badan Besar Tak Boleh Takut Disuntik