Tony Dwi Susanto, Ketua Program Studi di ITS yang Juga Mantan Komedian

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Tony Dwi Susanto, Ketua Program Studi di ITS yang Juga Mantan Komedian


Masih ingat grup pelawak Elbeha (Lembaga Bantuan Humor)? Grup komedian nasional itu memang sudah bubar. Kini salah seorang anggotanya, Tony Pelita Hati, berganti haluan menjadi dosen dan menjabat kepala Program Studi (Kaprodi) Pascasarjana Sistem Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

SEPTINDA AYU PRAMITASARI, Jawa Pos

TONY Dwi Susanto alias Tony Pelita Hati, mantan anggota Elbeha (Lembaga Bantuan Humor), kini memiliki banyak sekali kesibukan. Tidak lagi di dunia hiburan, tetapi di dunia pendidikan. Aktivitasnya berubah cukup drastis.

Tidak lagi menghibur banyak orang, tetapi mengajar banyak mahasiswa. Bahkan, Tony aktif menjadi konsultan pemerintah program Smart City di 15 kabupaten/kota di Indonesia. ”Saya hampir lupa kalau saya dulu komedian,” kata Tony, lantas tertawa kemarin (14/1).

Kepada Jawa Pos, Tony mengatakan bahwa sebelumnya dosen adalah pekerjaan sampingannya.

Pekerjaan utamanya adalah komedian dan master of ceremony (MC). Kini setelah pensiun menjadi komedian, fokus karirnya adalah dosen. Meski begitu, jiwa humoris tidak pernah dilupakan.

”Seharusnya memang begitu, kecintaan terhadap humor tidak boleh ditinggalkan. Kadang-kadang kangen juga,” ujar pria yang kini menjabat Kaprodi Pascasarjana Sistem Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu.

Tony menceritakan pernah menjadi penyiar radio pada 1995−2002 di Jogjakarta. Awal mula nyemplung di dunia lawak pada saat duduk di bangku SMA 1 Teladan, Jogja. Di situlah kali pertama membuat grup lawak yang berdiri pada 1990−1993. Setelah itu, melanjutkan kuliah di Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM). Kemudian, lanjut S-2 teknik elektro di kampus yang sama.

”Ceritanya dari mulai kuliah teknik nuklir sampai lulus, PLTA tidak jadi dibangun saat itu. Jadi, saya tidak mau bekerja di Badan Atom Nasional, maunya PLTN, tapi susah. Saya cari kerjaan lain,” ungkapnya.

Saat itu, Tony sudah menjadi penyiar radio sambil mengambil S-2 Teknik Elektro UGM pada 1998. Sebelumnya, Tony juga mendirikan Elbeha pada 1997 bersama tiga orang lainnya. Yakni, Kelik Pelipur Lara, Setiawan Tiada Tara, dan Bimo Berhati Nyaman.

Program televisi pertama grup Elbeha adalah Tertawa Pagi Sekali di Indosiar. ”Pagi sekali ya pas orang kerja. Lalu, juga punya program di Pesta Indosiar dan mengisi program di TVRI,” ujarnya.

Grup Elbeha hanya berdiri hingga tiga tahun. Pada 2000, grup Elbeha bubar dan mendirikan grup lawak baru Plat AB yang terdiri atas Tony, Bimo, dan Setiawan. ”Saat itu, kami kan harus balik ke Jogja. Sementara Mas Kelik ini di Jakarta,” kata dia.

Saat itu, Tony masih aktif mengisi hiburan beberapa stasiun televisi. Termasuk TVRI Jakarta dan Jogja. Kemudian, kembali mengisi siaran di radio. Saat mengundurkan diri dari Elbeha, dia sudah menjadi dosen di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jogjakarta. ”Jadi, masih menjadi pelawak saat itu. Hanya, disambi menjadi dosen,” ungkapnya, lantas tertawa.

Tony mengaku berhenti menjadi komedian nasional pada 2005. Saat itu, aktivitasnya di dunia pendidikan semakin padat. Pada 2003, banyak beasiswa yang diperoleh. Termasuk beasiswa di Jepang. ”Saat kembali dari Jepang, saya masih melawak dan MC,” ujarnya.

Kemudian, pada 2005, Tony mendapatkan beasiswa S-3 bidang computer science dari School of Computer Science Engineering and Mathematics, The Flinders University of South Australia. Saat itu, dia memutuskan berhenti total dari dunia hiburan.

”Saat itu, saya sudah mendapatkan tujuh beasiswa. Dan, sudah ke 13 negara dari beasiswa itu,” ucap pria yang menjadi dosen pegawai negeri sipil (PNS) di Sistem Informasi ITS pada 2018 itu.

Sebagai komedian, Tony memang sudah selesai pada 2005. Namun, dia tetap terus berkarya melalui tulisan. Dia membuat buku Humor Beasiswa pada 2017. Buku motivator beasiswa yang dibalut humor.

”Karena aku bekerja sebagai pewawancara untuk beasiswa LPDP internasional, aku bikin buku bergenre komedi. Lima karya buku saya lainnya bukan komedi,” kata dia.

Tony mengaku sering kangen melawak. Ketika berada di Jogja, pasti disempatkan bertemu dengan para pelawak. Meski sekadar guyonan. ”Sejak pindah di Surabaya, aku belum menemukan komunitas pelawak,” ujarnya.

Jika kangen, lanjut dia, penyalurannya sering kali dilakukan di dalam kelas. Sebelumnya, dia menyiapkan guyonan untuk dibawa ke dalam kelas. ”Karena aku tuh enggak suka serius sebenarnya. Jadi, biasanya aku siapkan bahan-bahan, terus dicatat sendiri,” kata dia.

Tony mengaku tidak bisa jika disuruh melawak secara spontanitas. Yang dibutuhkan adalah lingkungan yang humor. Ketika lingkungan humor terbentuk, baru muncul banyak bahan untuk humor. ”Beda gaya guyonan juga. Kalau kita kan terkenal guyonan pelesetan,” ujarnya.

Baca Juga: Pasien Covid-19 di Surabaya Naik, Waiting List IGD Makin Panjang

Guyonan-guyonan di kelas sering dilakukan. Kini Tony mengaku masih berpikir untuk membangun obrolan dengan birokrat yang lebih santai. ”Pekerjaanku serius. Sekarang mikir guyonan yang pas buat birokrat. Tapi, aku lagi kumpulkan bahan-bahan yang lucu. Nanti bisa jadi buku atau pas buat ngisi acara di kementerian dan pemerintahan,” katanya.

Tony menyadari, pekerjaannya yang serius saat ini seharusnya tidak boleh mematikan jiwa humorisnya. Karena itu, dia berpikir untuk membuat konten humor di YouTube. Hal itu dilakukan untuk menyalurkan rasa kangen. ”Aku juga sudah diajak reunian sama Mas Kelik. Masih nunggu waktunya kapan,” kata dia. 

Saksikan video menarik berikut ini:


Tony Dwi Susanto, Ketua Program Studi di ITS yang Juga Mantan Komedian