Biden Unggul Segalanya, Trump Butuh Keajaiban

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Biden Unggul Segalanya, Trump Butuh Keajaiban


PREDIKSI sejumlah lembaga survei terkait dengan pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 memang terkesan mengulang apa yang tampak empat tahun lalu. Di mana calon dari Partai Republik Donald Trump kalah oleh pesaingnya Partai Demokrat. Bedanya, dulu Hillary Clinton, sementara sekarang Joe Biden.

Fakta itu membuat sebagian orang mulai menebak-nebak, jangan-jangan Trump kembali membuat kejutan untuk kali kedua. Namun, bila diteliti lebih jauh, hasil survei pada tahun ini memiliki fundamental yang berbeda jika dibandingkan pada 2016.

Yang pertama, dari sisi selisih. Dalam berbagai survei, keunggulan Biden atas Trump jauh lebih signifikan daripada keunggulan Hillary atas Trump dulu. Selisih angka tersebut juga berjalan sangat konsisten sejak beberapa bulan lalu hingga kini mendekati pemungutan suara.

Yang kedua, dari sisi level keunggulan survei. Empat tahun silam, keunggulan Hillary dalam survei terjadi di level umum. Sementara itu, dalam tingkat electoral collage, Trump unggul. Situasi itu berbeda dengan saat ini, Biden memenangi survei di semua level.

Yang ketiga, survei juga menunjukkan dominasi Biden di sejumlah swing state yang selama ini ”galau” untuk lari ke Republik atau Demokrat. Meskipun, dengan selisih angka yang variatif. Dengan berbagai fakta tersebut, ramalan survei yang memenangkan Biden sangat mungkin akan lebih tepat daripada 2016.

Lantas, apakah masih bisa berbalik dalam waktu dekat? Itu tentu menjadi keinginan Trump. Itu juga yang disampaikan Trump saat menyebut sampel survei lewat pendukungnya di daerah pedesaan dan kelompok demografis pendidikan menengah ke bawah.

Namun, dengan fakta bergeraknya pollster survei di beberapa negara bagian, sampel dinilai sudah valid dan mencakup semuanya. Hasilnya menunjukkan Biden yang unggul. Sebuah fakta yang coba ditutupi Trump.

Kemudian jangan lupa, riset kualitatif juga menunjukkan Biden unggul. Sebab, banyak di antara para pemilih Trump yang justru berbalik mendukung lawan politiknya. Tidak sedikit dari mereka yang mengatakan jenuh dengan gaya Trump yang selalu bombastis, memecah belah, dan seterusnya.

Baca juga: Menerka Pemenang Pilpres AS 2020

Harus diakui, ketidaksukaan sebagian masyarakat Amerika terhadap Trump memiliki karakteristik yang beragam. Ada yang memang sepenuhnya tidak suka. Namun, tidak sedikit yang menyukai kebijakannya, tapi membenci tabiatnya. Semua itu pada akhirnya ikut memengaruhi suara elektoralnya.

Jadi, melihat fakta hasil survei ditambah riset kualitatif, saya menilai mungkin terjadinya kejutan Trump kembali memenangi kontestasi sangat tipis. Sekarang, kuncinya tinggal sejauh mana para pendukung Biden datang ke tempat pemungutan suara. Jika mereka tidak datang, bisa saja mengubah prediksi.

Pengaruh Pilpres Amerika

Pilpres Amerika menjadi perhatian masyarakat internasional. Dunia menunggu siapa yang akan memenanginya. Sebab, sebagai negara adidaya, kepemimpinan di Amerika akan memiliki dampak yang luas terhadap semua negara.

Terlebih, Trump dan Biden memiliki orientasi yang berbeda. Trump dengan berbagai kebijakannya unilateral mementingkan kepentingan nasional Amerika, termasuk atas sekutunya. Sementara itu, Biden lebih terbuka dengan orientasinya yang berupaya menggandeng kepentingan negara lain sejauh mungkin.

Saya kira, jika Trump menang, kebijakan luar negeri Amerika Serikat tidak banyak berubah. Namun, bila Biden yang menang, saya memperkirakan dia akan mengubah strategi Amerika dalam peraturan dunia. Tinggal nanti dilihat, sejauh mana tingkat toleransi Biden dalam mengakomodasi kepentingan negara lain jika dibandingkan dengan kepentingan nasionalnya.

Indonesia termasuk negara yang punya kepentingan langsung dengan hasil pilpres Amerika. Sebagaimana yang kita tahu, di era Trump, Amerika sempat berencana mencabut fasilitas GSP yang membuat komoditas Indonesia sulit masuk ke Amerika sehingga sulit bersaing. Bahkan, Amerika mengeluarkan Indonesia dari status negara berkembang yang berdampak hilangnya sejumlah fasilitas perdagangan.

Nah, jika Biden menang, saya melihat adanya potensi hubungan Indonesia-Amerika berubah. Meski belakangan Indonesia dekat dengan Tiongkok, Indonesia tidak akan menyampingkan Amerika selama tetap membawa keuntungan.

Sebab, jika kita membaca kebijakan politik luar negeri Presiden Jokowi, semuanya murni hitung-hitungan untung rugi. Kita ingat bagaimana Jokowi mengalihkan proyek kereta cepat dari Jepang ke Tiongkok. Basisnya adalah mana yang lebih murah, efisien, tetapi tetap berkualitas.

Nah, jika ke depan hubungan dengan Amerika lebih menguntungkan, saya memprediksi Indonesia merapat. Jadi, ini bukan soal ideologi dan sebagainya. Ini soal mana yang lebih menguntungkan untuk kepentingan nasional.

Kemudian dari aspek politik, perebutan jabatan presiden Amerika juga bisa berdampak pada kehidupan demokrasi global ke depannya. Selama kepemimpinan Trump, harus diakui, demokrasi di Negeri Paman Sam mengalami degradasi. Represifitas terhadap demonstrasi, menjamurnya praktik kolusi, hingga hilangnya fungsi kontrol senat membuat Amerika bak negara berkembang.

Padahal, sebagaimana kita ketahui, selama ini Amerika adalah role model praktik demokrasi. Imbasnya, menurunnya praktik demokrasi di Amerika ikut memantik negara-negara lainnya dalam mengambil kebijakan politik. Oleh karena itu, naik atau tidaknya Trump di tampuk kepemimpinan Gedung Putih akan berpengaruh ke demokrasi global.

*) Peneliti Senior Lembaga Survei Indonesia, pernah mengajar political sciences di Ohio State University, USA

Saksikan video menarik berikut ini:


Biden Unggul Segalanya, Trump Butuh Keajaiban