Kiat Warga Kedung Tarukan Baru Perkenalkan Budaya kepada Para Bocah

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kiat Warga Kedung Tarukan Baru Perkenalkan Budaya kepada Para Bocah


Ada hal unik yang dibuat warga RT 11, RW 6, Kedung Tarukan Baru, pada masa pandemi ini. Saat berada di pintu masuk kampung, nuansa Jawa begitu kental. Mulai gapura, nomor rumah warga, hingga hiasan air mancur yang menciptakan ketenangan. Di sana, ada pula pojok literasi yang dikreasi dengan nuansa yang sama.

FAJAR ANUGRAH TUMANGGOR, Surabaya

DI rumah nomor 12 yang sudah disulap jadi pojok literasi, 15 anak duduk berjarak sembari membawa buku gambar. Mereka lantas mengambil cat dan mulai mewarnai. Ada yang menyelesaikan gambar tumbuhan, alat transportasi, hingga makanan. Anak-anak itu terlihat sibuk. Sesekali mereka melirik temannya dan melempar senyum.

Khansa Yusryyah Rahma salah satunya. Siswa kelas II SD IT Al Uswah Kejawan Putih itu serius mewarnai gambar anggur dengan cat ungu. Dia dibantu sang ayah, Ngasto. ”Ayo diarahkan, Nak, sesuai jalurnya. Jangan keluar ya. Hehe,” kata Ngasto, lantas tertawa.Namun, sesekali Khansa melirik temannya, ingin melihat-lihat karya mereka.

Selain Khansa, ada Arsyakayla Reihana Azahra. Siswi kelas III SDN Kaliasin 1 itu tampak malu-malu sembari mewarnai gambar becak. Dia begitu betah di pojok literasi. Selain menggambar, Zahra juga bisa membaca buku pengetahuan. ”Di sini juga banyak temannya. Jadi bisa bermain, Kak,” tambahnya.

Ngasto yang juga ketua RT 11, RW 6, Kedung Tarukan Baru, menjelaskan bahwa pojok literasi itu dibangun sejak tiga bulan lalu. Saat pembelajaran daring sudah berlangsung empat bulan. ”Kami melihat anak-anak kesusahan. Terutama menyangkut masalah tugas hingga kuota data,” ungkapnya sembari memantau anak-anak.

Oleh karena itu, warga menyediakan pojok literasi itu untuk mengakomodasi kepentingan anak-anak. Selain menyediakan buku, ada wifi yang terpasang di bekas ruang tamu rumah tersebut. ”Ini sengaja diberi oleh pemilik rumah supaya anak-anak bisa mengerjakan tugas dan belajar dengan nyaman,” katanya.

Buku-buku yang terpajang di rak pojok literasi berasal dari berbagai elemen. Mulai masyarakat, penggiat literasi, hingga Dinas Perpustakaan Provinsi Jawa Timur. ”Mayoritas tentang ilmu pengetahuan,” tambahnya. Ada pula cerita fiksi berupa cerpen hingga tulisan bergambar. ”Anak-anak di sini beragam. Mulai dari kelas I SD hingga SMP,” katanya.

Pojok literasi seluas 16 meter persegi itu tidak saja dipenuhi hiasan. Ada pula ornamen Jawa yang mengelilingi sudut pojok literasi. Mulai pewayangan, sepeda onthel, lumpang, permainan tradisional berupa egrang, ketapel, dan congklak. ”Tak ketinggalan, lukisan candi lengkap dengan pemandangan yang mengitari sekelilingnya, identik sekali dengan ciri khas Jawa,” tambah inisiator pojok literasi Agus Priyanto.

Dia menerangkan, alasan pembuatan ornamen tersebut tentu saja untuk melestarikan budaya Jawa kepada anak-anak secara khusus dan masyarakat kampung secara umum. Agus mengakui bahwa kecanggihan teknologi makin melunturkan budaya. Oleh karena itulah, secara tidak langsung, kehadiran ornamen tersebut bisa memengaruhi cara pikir mereka.

”Kami tak ingin ketika besar kelak, mereka lupa asal usul dan sejarah bangsa ini,” katanya. Selain menampilkan itu, pengelola pojok literasi juga menjelaskan kepada anak-anak tentang gambar, ornamen, dan makna lukisan di dinding bangunan tersebut. ”Ini perlu dilatih sedini mungkin. Supaya terus berkelanjutan,” tambahnya.

Agus menerangkan, saat ini pembelajaran daring masih berlangsung. Oleh karena itu, kehadiran pojok literasi tersebut setidaknya bisa mengurangi beban mereka. Tujuan lainnya tentu saja membuat anak-anak tidak terasing dari komunitasnya. ”Kami menyadari, saat ini anak menghabiskan banyak waktu dengan gadget. Adanya pojok ini bisa membuat silaturahmi terjalin. Kegiatan sosial tidak mati,” katanya.

Banyak di antara anak-anak itu yang bahkan tidak tahu nama sekolahnya. Khususnya siswa kelas I SD. Sebab, setelah mendaftar, mereka langsung belajar di rumah. Artinya, kurangnya sosialisasi dan komunikasi dengan teman sebaya bisa membuat anak-anak terasing dan kurang cakap dalam bersosialisasi.

Ke depan, selain menambah berbagai buku, pengelola pojok literasi concern mencari pendamping bagi anak-anak yang belajar di sana. Dengan demikian, mereka bisa dibimbing dengan memperhatikan mata pelajaran masing-masing. ”Kami juga tetap lakukan protokol kesehatan untuk mencegah timbulnya klaster,” katanya.

Selain itu, pojok literasi tersebut akan menjadi salah satu wisata edukatif yang bisa dikunjungi masyarakat lain karena mengusung nuansa Jawa. ”Menjadi role model edukasi literasi dan budaya secara bersamaan. Itu harapan kami ke depan,” ujar Agus. Tanpa dukungan seluruh masyarakat, kata dia, rasanya sulit mewujudkan hal itu.

”Pelibatan masyarakat dari awal, pertengahan, hingga selanjutnya ini penting. Ini bentuk keguyuban warga,” ungkap dia. Pembentukan pojok literasi itu, kata dia, murni swadaya. Berasal dari gotong royong masyarakat. ”Inilah ciri khas kita bangsa Indonesia. Dan ini yang kami tanamkan juga kepada anak-anak lewat pojok literasi ini,” tuturnya. 

Saksikan video menarik berikut ini:


Kiat Warga Kedung Tarukan Baru Perkenalkan Budaya kepada Para Bocah