Pramesti Yudhi Menulis Buku Pengalaman Menjadi Pasien Positif Covid-19

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pramesti Yudhi Menulis Buku Pengalaman Menjadi Pasien Positif Covid-19


Banyak cerita saat masuk ke daftar orang dalam pemantauan (ODP) hingga pasien positif Covid-19. Salah satunya dari Pramesthi Yudhi. Pengalaman itu menginspirasinya untuk menulis sebuah buku berjudul 28 Hari Menjemput Doa.

HANAA SEPTIANA, Surabaya

”Itu bukunya sedang proses diperbanyak,” tutur Pramesti Yudhi saat dihubungi Senin (7/9). Dia baru saja selesai menulis sebuah buku pada akhir Juni lalu. Buku tersebut bercerita tentang pengalaman dirinya dan keluarga bergelut dengan Covid-19.

Mulai menjadi ODP hingga pasien positif Covid-19. Perempuan yang akrab disapa Ame itu berharap pembaca mendapatkan pelajaran dari buku tersebut.

”Jangan meremehkan, tapi jangan terlalu parno dengan Covid-19,” kata perempuan yang bekerja sebagai karyawan swasta itu.

Sebelum menjelaskan fisik bukunya, Ame mengawali pembicaraan dengan bercerita. Yakni, pengalamannya dengan virus korona jenis baru tersebut.

Semuanya dimulai pada pertengahan Maret 2020 saat dia sempat merasakan sakit yang mirip dengan gejala flu.

Yakni, demam dan pusing yang tak kunjung reda selama seminggu.

”Saat itu, belum terlalu banyak kasus korona di Indonesia. Jadi, saya tidak menduga bahwa itu juga termasuk gejala korona,” imbuhnya.

Setelah sempat reda, perempuan yang akrab disapa Ame itu kembali merasakan batuk berkepanjangan selama hampir satu bulan hingga akhir April. Ibu dan adiknya juga merasakannya.

Kali ini mereka juga kehilangan kemampuan indra penciuman beserta diare. Diikuti ayahnya yang kemudian sempat sakit-sakitan pada awal Mei. Kondisi kesehatan sang ayah semakin menurun karena memiliki penyakit bawaan diabetes.

Ame pun memutuskan untuk memeriksakan sang ayah ke rumah sakit. Setelah dilakukan tes usap atau swab test, sang ayah ternyata divonis positif Covid-19. Saat itu, Ame juga mulai curiga dirinya sekeluarga terkena gejala korona. Terlebih, kantor sang adik sempat ditutup karena banyak karyawan yang terindikasi korona.

”Saya, ibu, dan adik mulai karantina mandiri sejak itu dan memutuskan untuk rapid test juga,” kata perempuan yang dulunya berprofesi wartawan itu.

Hasil rapid test keluar dan mereka memang reaktif. Lantas, Ame beserta ibu dan adiknya ditetapkan sebagai ODP dan menjalani swab test. Sembari menunggu hasilnya, mereka dikarantina di sebuah hotel.

Di situlah muncul keinginan Ame untuk menuliskan cerita tentang ayahnya yang positif korona. Juga pengalaman ibu, adik, dan dirinya yang berstatus ODP.

Setelah seminggu karantina di hotel, ketiganya mendapat hasil swab test yang ternyata positif. Mereka dipindahkan ke tempat karantina yang berbeda. Sudut pandang cerita yang telah diketik Ame selama seminggu ikut berubah karena hasil positif itu. Dia mengubahnya menjadi cerita pengalaman satu keluarga yang positif korona. ”Perasaannya campur aduk pastinya waktu itu. Seram, takut, khawatir, dan lainnya campur jadi satu,” paparnya.

Menurut Ame, cerita itu masih panjang. Dia juga bercerita tentang pengobatan hingga sembuh dari virus tersebut. Seluruhnya diceritakan dalam bukunya yang diberi judul 28 Hari Menjemput Doa.

Judul tersebut mengandung makna durasi pengalamannya dengan virus Covid-19. Mulai menjalani karantina sejak ditetapkan sebagai ODP, pasien positif, hingga sembuh. Tulisan dalam buku itu layaknya dalam novel. Banyak penggambaran suasana dan kalimat langsung sesuai kronologinya. Terlebih, buku tersebut berukuran 21 x 11 sentimeter dengan tebal 104 halaman. Seukuran novel pula. ”Rencananya, juga ada e-book. Tunggu approval dari pihak Google,” imbuhnya.

Melalui buku itu, Ame menaruh sebuah harapan kepada pembaca dan masyarakat. Yakni, konsisten melakukan pencegahan dengan mematuhi protokol kesehatan agar tidak tertular virus. Yang telanjur terinfeksi tidak boleh putus asa. ”Pahami perawatannya agar sembuh,” ujarnya.

Pada 3 September lalu, versi cetak buku tersebut telah diterima Ame. Hampir tidak ada kendala saat proses penyelesaian hingga pencetakan buku itu. Sebab, penerbit langsung menyetujui. Semua modal cetak juga berasal dari pribadi dan tanpa sponsor. Ame pun langsung menunjuk salah seorang sahabatnya untuk mengulas isi bukunya. Yakni, Marcella Fortuna. ”Sangat menginspirasi. Ame banyak memberi suntikan semangat dalam buku ini kepada pembaca,” kata Marcella.

Saksikan video menarik berikut ini:


Pramesti Yudhi Menulis Buku Pengalaman Menjadi Pasien Positif Covid-19