Curhat Pengusaha RHU yang Delapan Bulan Didera Dampak Pandemi Covid-19

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Curhat Pengusaha RHU yang Delapan Bulan Didera Dampak Pandemi Covid-19


Rumah hiburan umum (RHU) menjadi primadona karena mengalirkan pundi-pundi pajak bagi pembangunan Kota Pahlawan. Namun, semua berubah saat virus korona merebak. Kini pengusaha RHU paling babak belur dihantam dampak pandemi.

UMAR WIRAHADI, Jawa Pos

”Ibaratnya, kami sudah delapan bulan tidak makan dan tidak minum. Tapi bagaimanapun, kami harus bisa bertahan,” kata Santoso Setyadji saat ditemui Jawa Pos di sebuah mal di Surabaya Barat pekan lalu.

Dia tampak begitu emosional ketika disinggung soal kondisi perekonomian para pengusaha rumah hiburan umum akhir-akhir ini. Termasuk dirinya. Maklum, pria 60 tahun itu adalah pemilik 85 outlet rumah karoke keluarga di bawah bendera Happy Puppy. Rumah karaokenya tersebar di 46 kota. Bahkan, dia menjabat ketua umum Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi Keluarga Indonesia (Aperki). ”Jadi, saya ngerti betul bagaimana terpuruknya pengusaha RHU ketika pandemi ini,” ujarnya.

Dia menuturkan, ketika virus korona kali pertama muncul awal Maret lalu, pihaknya mulai waswas meski dampaknya belum begitu terasa. ”Ibaratnya, masih bisa senyumlah. Gaji karyawan juga lancar,” tuturnya.

Namun seiring waktu, pelaku usaha mulai merasakan dampaknya. Omzet menurun drastis karena pengunjung sepi. April makin parah dengan lonjakan kasus yang meningkat. Puncaknya adalah ketika pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berkala besar (PSBB) pada akhir April. Semua perkantoran maupun tempat usaha tutup untuk menekan laju persebaran virus.

Sampai saat itu, sambung Santoso, pihaknya masih bisa bertahan karena operasional mengandalkan tabungan. Kewajiban kepada para karyawan juga tidak berubah. Sebanyak 2.200 karyawan yang bekerja di seluruh outlet Happy Puppy masih menerima gaji utuh meski tidak beroperasi. Bahkan, dia masih memberikan tunjangan hari raya (THR) saat Hari Raya Idul Fitri pada 24 Mei.

Namun setelah tiga bulan berlalu, seluruh anggota Aperki yang mengelola rumah karoke keluarga benar-benar merasakan dampaknya. Jumlahnya mencapai 295 outlet se-Indonesia. Termasuk outlet yang beroperasi di Surabaya. Sebab, mereka tidak bisa beroperasi setelah PSBB. ”Setelah itu, siapa yang kuat? Sebagai pengusaha, kami hanya mampu bertahan sampai tiga bulan,” ujar arek Suroboyo itu.

Dalam kondisi tersebut, Santoso Setyadji bersikeras bahwa ”kapal” yang menjadi sumber pekerjaan itu jangan sampai karam. Dia menyampaikan kepada internal Aperki maupun para karyawan bahwa kapal harus diselamatkan dari badai pandemi Covid-19. Santoso mengibaratkan saat ini kapal sedang bersembunyi dari amukan badai. Setelah badai Covid-19 benar-benar berlalu, kapal diharapkan bisa kembali berjalan sebagai sumber sandang dan pangan para karyawan.

Saat ini, dari 85 outlet yang dikelola, yang beroperasi baru 40 persen. Itu berada di wilayah Kalimantan, Bali, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Namun, kapasitas operasinya belum normal. Baru 50 persen. Selain tetap harus memperhatikan protokol kesehatan, kondisi itu juga dipengaruhi daya beli masyarakat yang belum stabil.

Di Surabaya, sejauh ini rumah karoke keluarga belum boleh buka seluruhnya. Karena itu, Santoso mengaku terpaksa membebaskan para pekerjanya untuk bekerja di tempat lain. Mereka akan kembali dipekerjakan setelah perusahaan beroperasi lagi. Dia selalu trenyuh jika mendapat curhat tentang kondisi ekonomi keluarga karyawan. ”Saya terharu dan kasihan. Dengan kondisi kayak ini, semua tutup dan pasti pemasukan nol persen,” ucapnya.

Hingga saat ini, Aperki mencoba untuk ”mengetuk” pintu Pemkot Surabaya. Berharap RHU bisa kembali beroperasi. Catatannya, tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Misalnya, selalu melakukan rapid test kepada semua karyawan. Melakukan sterilisasi di ruang karoke dengan cara aktif menyemprotkan disinfektan. Selain itu, mengganti kain pelindung mikrofon setiap ada pergantian tamu. Tempat hiburan, lanjut dia, juga menyiapkan alat-alat sterilisasi dengan sinar UV yang berfungsi merusak virus dan bakteri di ruangan.

Dengan cara itu, Santoso menilai bahwa tempat karaoke keluarga jauh lebih aman ketimbang tempat umum lainnya. Sebab, konsumen menyewa ruangan khusus yang dipastikan steril. Namun, sejauh ini Pemkot Surabaya tidak mau mengambil risiko dengan membuka sejumlah aktivitas usaha. Termasuk tempat hiburan umum seperti rumah karoke keluarga.

”Seharusnya lebih aman dari restoran misalnya. Di restoran, Anda tidak tahu siapa yang duduk di dekat Anda. Sedangkan di tempat karaoke tidak sembarang orang bisa masuk,” tegas ayah Steffiani Setyadji itu.

Saksikan video menarik berikut ini:


Curhat Pengusaha RHU yang Delapan Bulan Didera Dampak Pandemi Covid-19