Kecintaan Herlina pada Dunia Anak-Anak, Sulap Rumah Jadi Taman Bermain

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kecintaan Herlina pada Dunia Anak-Anak, Sulap Rumah Jadi Taman Bermain


Herlina Fauziah sangat lekat dengan dunia anak. Bersama suaminya, dia rela mengubah rumah di Jalan Gayungsari Barat IV Nomor 25 Surabaya sebagai taman bermain bagi anak-anak. Balita hingga anak yang memasuki usia sekolah dasar dirawat dengan mengoptimalkan tumbuh kembang mereka pada masa golden age.

UMAR WIRAHADI, Surabaya

SELASA (17/11) pukul 14.37, azan Asar baru saja berkumandang. Seperti dikomando, sejumlah anak dengan rentang usia 1,5 tahun sampai 6 tahun ramai-ramai keluar kamar setelah bangun dari tidur siang.

Mereka kemudian meriung di teras belakang. Aneka mainan diambil secara acak. Namun, yang paling membetot perhatian mereka adalah sebuah motor-motoran beroda tiga.

Awalnya, hanya seorang anak yang mendekat ke mainan itu.

Tak berselang lama, datang satu anak lagi yang ingin ikut main. Berikutnya, datang lagi dua anak. Karena tidak muat, mainan motor-motoran itu pun menjadi objek rebutan. Kontan, kegaduhan khas anak-anak melingkupi ruangan berukuran 14×4 meter tersebut.

”Sudah, enggak boleh rebutan. Ayo, anak-anak sekarang waktunya mandi dan salat,” kata Herlina Fauziah dengan suara lembut.

Dia membimbing satu per satu anak masuk ke kamar mandi. Jumlahnya 12 anak. ”Kegaduhan” tidak berhenti di situ. Di toilet anak-anak kembali ribut. Sebagian menangis karena dilepas popoknya. Ada juga yang teriak-teriak sambil loncat-loncat setelah tubuhnya disiram air karena kedinginan.

Beruntung, Herlina dibantu empat pengasuh sehingga ”drama” di kamar mandi itu bisa tertangani dengan baik. ”Dunia anak memang seperti ini. Selalu ramai. Justru kalau enggak begini, rumah jadi sepi,” tutur Herlina yang juga pemilik rumah.

Meski demikian, perempuan 56 tahun tersebut mengaku sangat menikmati kondisi seperti itu. Bahkan, dia tampak telaten menghadapi anak yang rewel sekalipun. Jika ada yang masih menangis setelah mandi, buru-buru dia ke kamar belakang untuk membuatkan susu. Setelah ”mimik dot”, si balita itu kembali anteng. ”Sejak dulu memang suka sekali mengasuh anak-anak. Ada kepuasan tersendiri saat berkumpul dengan mereka,” tutur Herlina, lalu tersenyum.

Dia sangat bersyukur karena kegiatan sosial itu didukung penuh oleh suaminya, Misbahul Huda. Pasangan suami istri (pasutri) tersebut berkomitmen bahwa pengasuhan anak-anak adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT.

Herlina menuturkan, ide untuk menjadikan rumah pribadi sebagai tempat bermain anak muncul dari diskusi dengan sang suami pada awal 2017.

Ketika itu, rumah yang luasnya sekitar 400 meter persegi tersebut hanya ditempati keduanya bersama anak bungsunya. Lima anaknya yang lain sudah berkeluarga dan masing-masing kini hidup mandiri dengan keluarga kecilnya. ”Kalau kami cuma bertiga, kan sepi. Apalagi kalau bapak (Misbahul Huda, Red) sedang tidak di rumah, terasa sepi banget,” ujarnya.

Maka pada awal 2017 itu, Herlina mengutarakan keinginan untuk menjadikan rumah mereka sebagai tempat ”bermain” bagi anak-anak. Biasanya, yang ditampung adalah anak-anak dengan orang tua yang sibuk bekerja di luar.

Ada juga yang dalam kondisi yatim dan duafa. Nah, untuk kategori yatim dan duafa, yang bersangkutan dibantu oleh Yayasan An Nafilah yang juga dikelola Herlina Fauziah. ”Kami bantu SPP sampai mencarikan pekerjaan kalau orang tuanya menganggur,” tutur Herlina.

Menariknya, tidak sekadar tempat bermain, Herlina juga menyiapkan program edukasi dengan melatih perkembangan motorik anak. Yaitu, memberikan stimulasi atau rangsangan yang tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Di antaranya, melatih motorik kasar anak dengan gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar. Misalnya, kemampuan untuk menendang bola, berlari, menyobek kertas, hingga bermain ublek. Untuk melatih motorik kasar itu, Herlina menyediakan ruang tengah dan ruang belakang rumahnya. Di ruang tengah yang berukuran 12×8 meter tersebut, anak-anak biasa berlari dan berkejar-kejaran.

Pihaknya juga melatih motorik halus. Yaitu, kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil serta koordinasi mata dan tangan. Saraf motorik halus, tutur dia, dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan secara rutin. Misalnya, menggambar dan menyusun balok. ”Ini kan bermain sambil belajar. Dan anak-anak paling senang,” ujarnya.

Dunia anak tidak dapat dipisahkan dengan bermain. Sebab, dari sana anak merasa bahagia, mengenali lingkungan sekitarnya dan mengeksplorasi lebih jauh apa yang ingin diketahuinya. Sebagai orang tua, tentu berharap apa yang dimainkan anak bisa membuatnya gembira serta menstimulasi tumbuh kembangnya secara optimal.

”Meskipun kelihatannya permainan dan bahan main sederhana, jika orang tua dapat membimbing, akan sangat berguna bagi anak itu sendiri,” ujar alumnus Jurusan Matematika IKIP Surabaya (sekarang Universitas Negeri Surabaya) itu.

Bukan hanya itu, ada juga pembelajaran lain bernama toilet training. Kiki Dwi Rahmasita, salah seorang pengasuh, menyampaikan bahwa sesi itu biasanya diajarkan kepada anak usia balita. Yang diajarkan adalah cara melatih anak untuk buang air di toilet sejak dini. ”Menurut saya, toilet training paling menantang,” ujar Kiki.

Kendala terletak pada kemampuan berbicara anak untuk menyampaikan keinginan ke toilet masih terbatas. Tidak jarang, banyak anak asuhnya yang ngompol dan BAB di popok. Di sisi lain, lanjut dia, mereka belum mampu mengontrol keinginan untuk buang air kecil dan BAB. ”Itu risiko juga. Kuncinya kesabaran. Karena tiap anak punya kesiapan yang beda-beda,” tambah Kiki Dwi Rahmasita.

Misbahul Huda mendukung penuh kegiatan sosial yang dilakukan istrinya. Dia optimistis kegiatan sosial tersebut sangat membantu pihak orang tua. Dia menuturkan, pernah ada juga orang tua yang meminta bantuan karena buah hatinya kecanduan gadget. Pada awal masuk, anak tersebut kerap marah-marah dan cenderung emosional. ”Kami latih mereka pelan-pelan dan sekarang bisa (lepas dari gadget, Red). Karena di sini teman bermain banyak, jadi lupa dengan HP,” ujarnya, lalu tertawa.

Selain itu, pihaknya melatih akademik anak-anak. Nah, salah satu program pada masa pandemi ini adalah membantu anak-anak usia TK dan sekolah dasar untuk melakukan pembelajaran daring. ”Kalau anak bisa, itu ada kepuasan tersendiri yang tidak bisa dinilai oleh materi,” tutur penulis buku Mission Ini Possible itu.

Saksikan video menarik berikut ini:


Kecintaan Herlina pada Dunia Anak-Anak, Sulap Rumah Jadi Taman Bermain