Kisah Penemu Vaksin Covid-19 yang Manjur, Sederhana, Rela Tak Liburan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kisah Penemu Vaksin Covid-19 yang Manjur, Sederhana, Rela Tak Liburan


JawaPos.com – Pasangan ilmuwan yang juga suami istri, Profesor Ugur Sahin bersama istrinya, dr Özlem Türeci, dari BioNTech, tak pernah menyangka hasil vaksin Covid-19 temuannya dari Pfizer bisa manjur hingga 90 persen. Mereka yakin dunia akan segera sembuh dan kembali hidup normal seperti sebelum pandemi. Di balik upaya keras mereka dalam menemukan vaksin, ternyata dalam kehidupan sehari-hari keduanya dikenal sosok yang sederhana.

Awalnya dua tahun lalu mereka kurang dikenal di luar perusahaan rintisan bioteknologi Eropa. BioNTech, yang didirikan Prof Sahin bersama istrinya, dr Özlem Türeci, sebagian besar berfokus pada perawatan kanker.

Namun, kini BioNTech dan Pfizer mengumumkan bahwa vaksin untuk virus Korona yang dikembangkan oleh Prof Sahin dan timnya lebih dari 90 persen efektif dalam mencegah penyakit. Itu dibuktikan dalam tes oleh sukarelawan yang tidak memiliki bukti sebelumnya telah terinfeksi. Hasil yang menakjubkan ini membuat BioNTech dan Pfizer terdepan dalam perlombaan untuk menemukan obat untuk penyakit yang telah menewaskan lebih dari 1,2 juta orang di seluruh dunia.

“Ini bisa menjadi awal dari akhir era Covid-19” kata Prof Sahin dalam sebuah wawancara, seperti dilansir dari New York Times, Jumat (13/11).

Bayangkan, BioNTech mulai mengerjakan vaksin sejak Januari, setelah Prof Sahin membaca sebuah artikel di jurnal medis The Lancet yang membuatnya yakin bahwa virus Korona, akan meledak menjadi pandemi besar-besaran. Mereka bahkan rela tidak liburan demi mendapatkan vaksin. Mereka sengaja membatalkan liburan dan mulai mengerjakan apa yang mereka sebut Project Lightspeed.

“Tidak banyak perusahaan di planet ini yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk melakukannya secepat yang kami bisa,” kata Prof Sahin.

“Jadi rasanya ini bukan seperti kesempatan, tapi kewajiban untuk melakukannya, karena saya menyadari kita bisa menjadi orang pertama yang mendapatkan vaksin,” katanya.

Setelah BioNTech mengidentifikasi beberapa kandidat vaksin yang menjanjikan, Prof Sahin menyimpulkan bahwa perusahaan akan membutuhkan bantuan untuk mengujinya dengan cepat, mendapatkan persetujuan dari regulator, dan membawa kandidat terbaik ke pasar. BioNTech dan Pfizer telah bekerja sama dalam vaksin flu sejak 2018, dan pada Maret, mereka sepakat untuk berkolaborasi dalam vaksin virus Korona.

Sejak itu, Prof Sahin, yang berkewarganegaraan Turki, menjalin persahabatan dengan Albert Bourla, Kepala Eksekutif Pfizer Yunani.

Prof Sahin, 55, lahir di Iskenderun, Turki. Saat berusia 4 tahun, keluarganya pindah ke Cologne, Jerman, tempat orang tuanya bekerja di pabrik Ford. Dia tumbuh besar dengan keinginan menjadi dokter, dan menjadi dokter di Universitas Cologne, Jerman. Pada 1993, dia memperoleh gelar doktor dari universitas untuk karyanya tentang imunoterapi pada sel tumor.

Pada awal karirnya, dia bertemu dengan istrinya, dr Türeci. Dia memiliki harapan awal untuk menjadi seorang biarawati dan akhirnya belajar kedokteran. Istrinya, sekarang berusia 53 tahun dan menjabat sebagai kepala petugas medis BioNTech, lahir di Jerman, putri seorang dokter Turki yang berimigrasi dari Istanbul. Pada hari mereka menikah, Prof Sahin dan dr. Türeci kembali ke lab setelah upacara.

Pasangan ini awalnya berfokus pada penelitian dan pengajaran, termasuk di Universitas Zurich, tempat Prof Sahin bekerja di laboratorium Rolf Zinkernagel, yang memenangkan Hadiah Nobel tahun 1996 dalam bidang kedokteran. Pada 2001, Prof Sahin dan dr Türeci mendirikan Ganymed Pharmaceuticals, yang mengembangkan obat untuk mengobati kanker menggunakan antibodi monoklonal.

Setelah beberapa tahun, mereka juga mendirikan BioNTech, ingin menggunakan teknologi yang lebih luas, termasuk messenger RNA, untuk mengobati kanker. “Kami ingin membangun perusahaan farmasi Eropa yang besar,” kata Prof Sahin.

Bahkan sebelum pandemi, BioNTech mendapatkan momentumnya. Perusahaan mengumpulkan ratusan juta dolar AS dan sekarang memiliki lebih dari 1.800 orang sebagai staf, dengan kantor di Berlin, kota-kota Jerman lainnya dan Cambridge. Pada 2018, dia memulai kemitraannya dengan Pfizer.

Tahun lalu, Bill & Melinda Gates Foundation menginvestasikan USD 55 juta untuk mendanai pekerjaannya merawat pasien HIV dan tuberkulosis. Juga pada 2019, Prof Sahin dianugerahi Mustafa Prize, hadiah dua tahunan Iran untuk Muslim dalam sains dan teknologi.

Miliarder yang Sederhana

Keduanya bisa dibilang miliarder. Mereka tinggal bersama putri mereka yang sudah beranjak remaja di sebuah apartemen sederhana di dekat kantor mereka. Mereka mengendarai sepeda ke kantor. Mereka tidak memiliki mobil.

“Prof Sahin adalah individu yang sangat unik,” ungkap Kepala Eksekutif Pfizer, Bourla.

“Dia hanya peduli pada sains. Membahas bisnis bukanlah secangkir tehnya. Dia tidak menyukai kemewahan sama sekali. Dia adalah seorang ilmuwan dan orang yang memiliki prinsip. Saya percaya dia 100 persen,” tambah Bourla.

BioNTech sangat sibuk mengembangkan vaksin sehingga perusahaan belum menyelesaikan detail keuangan dari perjanjian kemitraannya dengan Pfizer. “Kepercayaan dan hubungan pribadi sangat penting dalam bisnis seperti itu, karena semuanya berjalan begitu cepat,” kata Prof Sahin.

“Kami masih memiliki lembar persyaratan dan belum mendapatkan kontrak akhir dalam banyak hal. Tapi kami merayakannya, tentu saja,” ungkapnya saat mengetahui vaksin hasil temuannya manjur 90 persen.


Kisah Penemu Vaksin Covid-19 yang Manjur, Sederhana, Rela Tak Liburan