Mengenal Paguyuban Pelestari Tosan Aji dan Pusaka (Pataka) Surabaya

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Mengenal Paguyuban Pelestari Tosan Aji dan Pusaka (Pataka) Surabaya


Keris tak harus dikaitkan dengan klenik dan mistis. Paguyuban Pelestari Tosan Aji dan Pusaka (Pataka) Surabaya sepakat bahwa senjata zaman dulu itu merupakan simbol budaya dan produk seni. Mereka aktif mengenalkan peninggalan sejarah kepada anak muda melalui diskusi dan pameran.

EKO HENDRI SAIFUL, Surabaya

Sebanyak 2.019 keris dipamerkan di halaman Grand City Mall, Surabaya. Bentuknya unik-unik. Selain usia, pusaka itu juga terlahir dari tangan empu yang berbeda-beda. Masing-masing keris membawa cerita yang tak sama.

”Keris-keris itu tidak saja peninggalan Kerajaan Majapahit. Namun, juga Mataram dan kerajaan lainnya di Nusantara,” ungkap Ketua Pataka Surabaya Moch. Manshur Hidayat.

Penggiat budaya itu sempat memperlihatkan foto-foto lain pameran di Grand City Mall pada 18−20 Agustus 2019. Pameran yang mengundang masyarakat umum tersebut diadakan Pemprov Jatim bersama Pataka Surabaya.

Tidak sekadar pameran. Hidayat bercerita bahwa paguyubannya juga mengundang empu dari Madura.

Dia diminta mempraktikkan cara membuat senjata dari awal sampai akhir. Termasuk cara-cara membuat pamor keris yang menarik.

”Ini dalam rangka edukasi ke masyarakat. Tujuannya mengenalkan anak muda pada warisan budaya,” jelas Hidayat. Dia menyebutkan, pameran keris di Grand City bukan satu-satunya acara yang digelar Pataka.

Selama ini, paguyuban itu aktif mengundang anak muda untuk ikut mencintai tosan aji.

Pastinya tidak melulu mengenalkan koleksi. Pataka juga mengadakan diskusi budaya untuk umum. Pesertanya tidak hanya masyarakat yang memiliki keris. Namun, juga mahasiswa dan pelajar.

Berdasar cerita Hidayat, Pataka tidak ujug-ujug muncul. Sebelumnya, pria yang mengoleksi 1.300 keris itu mengajak 19 temannya membentuk grup kecil-kecilan. Namanya komunitas keris Surabaya.

Ternyata, muncul beberapa persoalan. Sejumlah tetua komunitas meninggal dunia dan tidak ada yang menggantikan. Komunitas pun terancam bubar.

”Kami lantas berembuk untuk membuat organisasi lebih besar. Tidak saja mengundang pemilik keris, namun juga tosan aji lainnya,” kata Hidayat.

Alumnus Unair itu menjelaskan bahwa Pataka secara resmi didirikan pada 15 Oktober 2016. Nah sejak didirikan, jumlah anggota terus bertambah. Kini ada 120 orang yang bergabung dengan Pataka. Selain keris, ada juga pemilik tombak dan patrem. Mereka tidak saja tinggal di Surabaya. Banyak pula anggota yang berasal dari luar daerah.

Ada beberapa kegiatan rutin yang digelar Pataka. Salah satunya Cak Suro (cangkrukan keris Suroboyo). Kegiatan diskusi itu terbuka untuk umum. Bahkan, masyarakat yang tidak memiliki keris bisa bergabung.

Hidayat menambahkan, berdirinya Pataka sebenarnya tidak saja didasari adanya kesamaan hobi. Namun, juga komitmen untuk nguri-nguri peninggalan sejarah. Selain itu, pendirian paguyuban juga melihat kecenderungan anak muda masa kini yang apatis pada sejarah dan budaya.

Soal tosan aji yang identik dengan mistis, Hidayat mengakui memang masih ada masyarakat yang berpandangan seperti itu. ”Bagi kami, keris merupakan produk seni yang bernilai tinggi,” ungkap Hidayat.

Dia menegaskan bahwa keris merupakan simbol budaya suatu masa. Tidak sekadar lambang kebesaran negara dan ketokohan pemimpin. Namun, juga representasi dari perkembangan seni dan perpolitikan saat masa pembuatannya.

Keris merupakan mahakarya luar biasa. Peninggalan asli Nusantara yang diwariskan sejak zaman nenek moyang dan diakui dunia. Untuk membuat sebilah keris, empu menggunakan kemampuan cipta, rasa, dan karsa mereka.

Seperti Hidayat, Wakil Ketua Pataka David Hardi Goenawan juga menilai bahwa keris bukan sekadar peninggalan masa lampau. Banyak yang bisa dipelajari dari tosan aji. Termasuk filosofi yang terkandung dalam pusaka.

”Wujud gagangnya berbeda-beda. Itu ada maknanya dan menarik dipelajari,” kata David. Pria berusia 49 tahun itu mengaku suka keris sejak masih kecil. Meski begitu, bapak enam anak tersebut baru getol mengoleksinya pada 2011.

David menyatakan, kecintaan pada keris merupakan warisan orang tuanya. Kakek dan ayahnya aktif merawat pusaka sejak masih muda. Banyak keris dan tombak yang disimpan di rumah.

Saat melihatnya, David tertarik untuk ikut merawat. Benda pusaka dinilai antik. Bentuknya unik-unik. ”Sulit rasanya membayangkan. Betapa kreatifnya para empu,” kata David.

Selain koleksi, dia menjelaskan bahwa keris merupakan investasi baginya. Harganya cenderung meningkat. Terutama keris yang usianya sudah tua. Banyak orang yang mencari karena nilai seninya tinggi. ”Tidak saja puluhan juta. Ada keris yang harganya ratusan juta,” tambah David.

Dia menegaskan, upaya Pataka mengenalkan budaya sejarah tidak sekadar melalui pameran dan diskusi. Paguyuban juga mendorong pemerintah menetapkan hari keris dan membangun museum khusus tosan aji di Surabaya. Dengan cara itu, David optimistis minat masyarakat untuk mempelajari tosan aji bakal meningkat.

Saksikan video menarik berikut ini:


Mengenal Paguyuban Pelestari Tosan Aji dan Pusaka (Pataka) Surabaya