Sedekah Gadget, Upaya Tuntaskan Problem Pembelajaran Daring

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Sedekah Gadget, Upaya Tuntaskan Problem Pembelajaran Daring


Inilah gerakan moral itu. Sedekah gadget namanya. Gerakan ini bertujuan untuk membangun kesadaran menuntaskan problem pendidikan. Saat ini tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran daring dengan baik. Terlebih mereka yang kurang mampu. Berbagai cerita pilu mengiringi. Di antaranya, menjual pohon mangga. Semua hanya demi membeli gadget untuk belajar online.

WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Surabaya

Kisah-kisah pilu itu dikumpulkan Executive Vice President (EVP) Telkom Regional V Jawa Timur (Jatim) Bali Nusra Pontjo Suharwono. Hatinya gusar bercampur sedih. Apalagi, saat itu beberapa anak harus berurusan dengan hukum. Kasusnya pun beragam. Mulai pencurian hingga aksi kriminal lainnya.

Mirisnya, semua itu dilakukan hanya untuk membeli gadget.

Berbagai cerita pedih itu tak didapat dengan mudah. Terkadang perjalanan panjang harus ditempuh. Apalagi saat berada di tempat pelosok. Tim harus jalan kaki. Naik gunung. Bahkan hingga berjam-jam. Misalnya, yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Begitu juga saat kunjungan ke pelosok Banyuwangi.

Perjalanan berat itu bukan tanpa misi. Mereka mengecek dan membangun jaringan internet. Tim tersebut tersebar di 13 lokasi. Mulai dari NTT, NTB, Bali, Madura, hingga Jatim. Mereka juga menyerap keluh kesah warga setempat. Apalagi saat pandemi seperti sekarang. Tim kerap mendapat curcol, termasuk dari para guru.

Biasanya, kunjungan ke beberapa wilayah pelosok dilakukan sembari gowes. Jika medan berat, mereka harus jalan kaki. Terutama yang berada di pegunungan. Kegiatan itu tidak jarang mengundang rasa pedih. Terutama saat melihat anak-anak yang kurang beruntung. Tidak sedikit yang harus gantian menggunakan gadget saat belajar online. Termasuk menggunakan handphone orang tuanya.

Bahkan, di Ngawi, salah satu orang tua terpaksa menjual pohon mangganya yang belum masak. Itu dilakukan hanya untuk membelikan gadget anaknya yang masih duduk di madrasah tsanawiyah. Padahal, hasil panen mangga itu bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga. ”Ini kan bikin trenyuh,” kata Pontjo.

Tak hanya itu, di luar Jawa masih banyak siswa yang terpaksa bekerja hanya untuk mendapatkan sebuah gadget. Mengingat, barang tersebut sangat dibutuhkan saat pembelajaran online. Banyak juga guru yang meminjamkan ponselnya. Terutama bagi mereka yang masih duduk di SD.

Sedekah gadget digagas Pontjo sekitar Juli lalu. Tidak ada spesifikasi ponsel yang diberikan. Yang penting, ada fitur internet dan wifi. Sasarannya pun siapa saja. Baik karyawan maupun orang umum. Syaratnya harus ikhlas dan tidak ada niat apa pun selain membantu.

Respons yang diterima cukup baik. Beberapa perusahaan ponsel pun mengajukan diri untuk bergabung. Namun, semua itu ditolak Pontjo. Sebab, mereka memberi syarat harus ada logo yang tercantum. Tentunya, itu bertolak belakang dengan tujuan awal. Bahkan, dia tidak membawa logo Telkomsel di gadget tersebut. Kecuali yang ada di tempat wifi yang dipasang.

Hingga sekarang, setidaknya sudah terkumpul 500 gadget. Penyaluran dilakukan dua minggu sekali. Atau, jika sudah terkumpul minimal 10 gadget. Jadi, kata Pontjo, setiap dua minggu dirinya selalu gowes. Lokasinya pun diacak. Yakni, berkeliling dari NTT, NTB, Bali, Madura, dan wilayah Jatim. Yang jelas, menyesuaikan tempat yang menerima bantuan.

Sebelum menyalurkan gadget, pihaknya memastikan akses internet sudah lancar. Bukan hanya gadget, bantuan wifi juga diberikan. Terutama di area pegunungan yang minim sinyal. Misalnya, yang banyak terjadi di luar Jawa. Bahkan, di sana permasalahannya lebih kompleks. Siswa harus bergantian dalam menggunakan smartphone. Sebab, masih banyak yang belum memiliki gadget.

Jadi, gadget bantuan tersebut disimpan di suatu tempat. Satu gadget diberi nama tiga sampai lima siswa. Penggunaannya pun diawasi. Akses internet dibatasi. Termasuk situs atau konten lainnya yang kurang baik. Saat proses belajar online selesai, ruangan dikunci. Tujuannya, tidak ada yang mencuri.

Untuk di Jatim seperti Surabaya, gadget bisa diberikan kepada perseorangan. Tak sedikit juga yang dijual. Tapi, itu tidak masalah. Sebab, namanya juga sedekah. ”Terserah dibuat apa, kami ikhlas. Karena itu sudah menjadi hak penerima,” katanya.

Sedekah gadget tidak harus baru. Bekas juga tidak masalah. Uniknya, tak sedikit yang bersedekah gadget yang tergolong mahal. Misalnya, iPhone. Tak jarang, itu sempat diprotes beberapa pihak. Alasannya, kenapa tidak smartphone yang murah saja. Menurut Pontjo, namanya sedekah. Dia juga tidak bisa menolak, terserah pegawai atau masyarakat mau bersedekah jenis ponsel apa.

Sebuah kotak kaca disiapkan. Biasanya ditempatkan di lantai bawah. Itu tidak hanya di kantor pusat regional V. Tapi, juga ada di 13 kantor ritel lainnya. Pegawai atau masyarakat yang bersedekah bisa meletakkan ponselnya di sana. Kalau jumlahnya sudah memenuhi, pihaknya baru membagikan gadget tersebut.

Yang bikin miris ketika jumlah ponsel belum mencukupi sasaran. Jika seperti itu, caranya harus dibuat giliran. Yang mengatur adalah gurunya. Pontjo juga menjelaskan, karena ada gadget yang kondisinya bekas, timnya juga membuka layanan perbaikan gadget. ”Jadi, mereka bisa menghubungi kami jika handphone-nya rusak,” terangnya.

Saat proses pembagian gadget, Pontjo dan tim tidak bisa berlama-lama di rumah penerima. Alasannya banyak. Di antaranya, dia tidak ingin menitikkan air mata. Sebab, banyak orang tua dan anak-anak yang menangis. Mereka terharu karena tidak menyangka mendapat gadget.

Apalagi jika mendengar cerita dari para orang tua yang berjuang membelikan gadget. Kisah-kisah pilu itu kerap membuat air mata tim meleleh. Di samping itu, Pontjo dan tim menolak pemberian apa pun. Termasuk makan atau minum dari pihak penerima.

Karena itu, masyarakat yang ingin menyumbang dipersilakan. Tapi, dilarang turun ke loksi bersama tim. Pontjo tidak mau hadirnya masyarakat mengubah niat. 

Saksikan video menarik berikut ini:


Sedekah Gadget, Upaya Tuntaskan Problem Pembelajaran Daring