Didik Edy Susilo Kembangkan Ecoprint Jadi Produk Unggulan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Didik Edy Susilo Kembangkan Ecoprint Jadi Produk Unggulan


Motif dan bentuk daun ternyata bisa menjadi sebuah karya yang indah saat diaplikasikan dalam selembar kain. Hal itu terlihat dari berbagai corak kain ecoprint yang dibuat Didik Edy Susilo. Namun, menghasilkan kain yang indah tidaklah mudah. Dibutuhkan bakat seni dan ketelatenan.

GALIH ADI PRASETYO, Surabaya

Satu per satu dedauan itu ditata apik dalam selembar kain putih. Mulai daun jati, jarak, hingga dedaunan lain yang memiliki bentuk apik. Dibutuhkan ketelatenan untuk memadupadankan masing-masing daun agar membentuk motif yang apik.

”Membuat ecoprint butuh seni. Memanfaatkan keindahan alam. Ini yang menjadi nilai mahal dalam setiap lembar kain ecoprint,” ujar penggiat ecoprint Surabaya Didik Edy Susilo.

Tiada hari bagi Didik untuk tidak bergelut dengan berbagai jenis daun itu. Tiap hari dia selalu mencoba berbagai motif baru dalam membuat batik ecoprint. Mengkreasikan semua bahan untuk menghasilkan sebuah karya.

Sudah setahun terakhir Didik bergelut dengan salah satu metode membatik itu. Niat awalnya hanya ingin agar kampung yang digawanginya punya produk unggulan. Sebelumnya, dia bingung mau membuat apa. Belakangan terpikirlah untuk membuat kreasi itu. ”Kalau membuat ecoprint, bahannya mudah didapat. Dari sekitar kampung ini pun banyak,” ujarnya.

Akhirnya, dia bersama warga lain mengadakan pelatihan membuat ecoprint. Saat itu, seorang guru didatangkan. Hingga beberapa kali latihan, akhirnya warga bisa membuat sendiri. Ecoprint merupakan salah satu metode membatik.

Saat ini ada empat jenis teknik membatik. Yakni, tradisional, cap, printing, dan ecoprint.

Jika ketiga batik lainnya mengandalkan keterampilan tangan, ecoprint justru memanfaatkan bentukan motif dari alam. Hasil cetakan berasal dari motif serat dan tulang daun. ”Batik ini mulai populer sejak 2017. Sekarang terus berkembang,” ujar ketua RW V, Kelurahan Kedung Baruk, Rungkut, itu.

Seiring berjalannya waktu, tidak semua warga mampu konsisten membuat ecoprint. ”Namun bagi saya, ini justru sebuah dunia baru. Kebetulan saya juga suka seni,” katanya.

Sejak saat itulah, Didik terus membuat karya-karya lain. Mencoba berbagai jenis daun. Juga membuat kain-kain itu lebih berwarna. Namun, yang dipilih tetap pewarna alami. Untuk warna dasar kain misalnya, Didik menggunakan kayu secang, mahoni, tingi, tegeran, dan jolawe. ”Satu sama lain juga dicoba untuk dicampur agar menghasilkan warna yang baru lagi,” katanya.

Menurut dia, ecoprint memiliki keunikan. Hasil akhirnya tidak pernah bisa ditebak. Sebab, meski jenis daun sama, terkadang mengeluarkan sari warna yang berbeda. ”Karena itu, tidak bisa menjanjikan seseorang untuk membuat warna yang diinginkan. Ini juga menjadikan ecoprint unik. Tidak ada motif yang sama persis,” kata pemilik butik Namira Eco Print itu.

Daun-daun yang digunakan pun berasal dari berbagai tempat. Paling banyak dikumpulkan dari sekitar tempat tinggal. ”Di balai RW banyak jenis pohon. Nah, itu biasanya dimanfaatkan juga,” katanya. Khusus seperti daun jati, Didik biasa mengambil dari daerah Jombang.

Nah soal daun, Didik punya cerita menarik. Saat itu malam Jumat Legi. Sang istri, Yayuk Eko Agustin, ketika itu membantu untuk membungkus kain yang sudah ditempeli daun. ”Saat selesai dikukus cukup lama dan diangkat, ternyata daunnya masih hijau dan segar,” katanya.

Padahal, daun jati disebut sebagai daun yang tidak pernah ingkar janji. Saat diaplikasikan ke kain, pasti jadi. Tidak pernah gagal. ”Nah, baru saat itu gagal,” katanya.

Setahun berjalan, karya Didik sudah merambah ke berbagai daerah. Juga ke luar negeri. Misalnya, Amerika, Korea, dan beberapa negara lain. Pameran fashion sudah menjadi langganan. Banyak desainer yang melirik kainnya untuk dijadikan bahan dasar busana.

Kini dia terus berkarya dengan berbagai bahan baru. Paling anyar, ecoprint diaplikasikan ke bahan kulit. Nyatanya, hasil itu di luar dugaan. ”Sangat bagus. Yang kami gunakan kulit kambing karena lebih lentur,” ujar suami Yayuk Eko Agustin itu.

Produknya pun beragam. Mulai dompet, tas, hingga sepatu. Dalam proses produksi, Didik turut memberdayakan warga. Ada yang bagian membuat kain. Ada yang menjahit. Hal itu dilakukan agar semua merasakan dampaknya.

Didik juga sedang menulis buku soal ecoprint. Harapannya, buku tersebut bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Setidaknya menularkan ilmu cara memulai sebuah ecoprint. ”Saya punya keinginan orang-orang kalau baca buku langsung paham dan bisa diaplikasikan,” jelasnya.

Saksikan video menarik berikut ini:


Didik Edy Susilo Kembangkan Ecoprint Jadi Produk Unggulan