Diduga Ada Orang Kuat, KPK Usut Kingmaker Kasus Jaksa Pinangki

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Diduga Ada Orang Kuat, KPK Usut Kingmaker Kasus Jaksa Pinangki


JawaPos.com – Pelimpahan berkas perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari disusul penyidikan paralel terhadap dua tersangka lain, yakni Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya. Kemarin (18/9) untuk kali pertama penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (JAM Pidsus Kejagung) memeriksa Andi Irfan di luar kantor mereka.

Pemeriksaan Andi Irfan dilaksanakan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah itu memfasilitasi Kejagung memeriksa Andi Irfan sebagai bentuk kerja sama antar penegak hukum. Pemeriksaan berlangsung sekitar tiga jam. Mulai sekitar pukul 10.00 hingga 13.00. Seusai pemeriksaan, Andi Irfan enggan memberikan komentar kepada awak media. Termasuk perihal dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara suap itu.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan, sejak ditetapkan sebagai tersangka awal bulan lalu, Andi Irfan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK. Lantaran hanya memfasilitasi penyidik JAM Pidsus Kejagung, Ali tidak bisa memberikan keterangan apa pun soal materi pemeriksaan terhadap Andi Irfan. KPK sepenuhnya menyerahkan hal itu kepada pihak Kejagung.

Berdasar keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono, pemeriksaan Andi Irfan dilakukan di gedung KPK sebagai bagian upaya mencegah persebaran Covid-19. ”Pemeriksaan dilakukan di dalam Rutan KPK dengan tetap menjalankan protokol kesehatan,” bebernya.

Andi Irfan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Djoko Tjandra. ”Orang yang diduga melakukan kerja sama atau berhubungan langsung dengan oknum Jaksa PSM (Pinangki, Red) dalam merencanakan meminta fatwa,” kata Kapuspenkum.

Baca juga: Jaksa Pinangki Foya-Foya Habiskan USD 450 Ribu

Hari tidak menyampaikan secara terperinci materi pemeriksaan kemarin. Menurut dia, pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi kekurangan bahan dari Andi Irfan. ”Karena terdapat perkembangan fakta-fakta hukum yang harus diklarifikasi dan ditanyakan kepada saksi,” ujarnya.

Di sisi lain, kemarin Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga diklarifikasi KPK terkait dengan bukti yang dia laporkan beberapa waktu lalu. Salah satu bukti itu berkaitan dengan istilah kingmaker. Menurut Boyamin, kingmaker itulah yang membantu Pinangki dan Rahmat sampai bisa menemui Djoko Tjandra. ”Kingmaker ini kemudian mengetahui proses-proses itu (suap Djoko Tjandra, Red),” ungkapnya.

Boyamin menjelaskan, kingmaker tersebut diduga menjadi awal mula pengurusan fatwa bebas Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA). Namun, dia belum bisa membeberkan siapa yang disebut kingmaker itu. ”Bisa penegak hukum, bisa juga bukan,” ungkapnya diplomatis.

Boyamin berharap KPK menelusuri dugaan keterlibatan kingmaker tersebut. Dan dugaan keterlibatan nama-nama lain yang satu rangkaian dengan kingmaker itu. Menurut dia, ada lima inisial nama yang terkait dengan kingmaker. ”Biar KPK yang mendalami. Saya menyerahkan kepada penegak hukum untuk menindaklanjuti,” imbuh dia.

Peneliti ICW pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Kurnia Ramadhana mendorong hal serupa. Dia menyebutkan, laporan yang disampaikan MAKI harus ditindaklanjuti KPK. Selain itu, ICW menyoroti langkah penyidik JAM Pidsus Kejagung. Menurut mereka, ada beberapa bagian penyidikan yang terlewat dalam perkara Pinangki.

Kurnia mengungkapkan, sebagai jaksa yang tidak memiliki jabatan tinggi, agak janggal bila langsung percaya Pinangki bisa bersepakat dengan Djoko Tjandra tanpa bantuan pihak lain. Apalagi, Djoko merupakan buron Kejagung yang belasan tahun melarikan diri. ”Tentu psikologis pelaku kejahatan, dia akan selalu curiga dengan orang,” imbuhnya.

Menurut Kurnia, seorang buron kakap seperti Djoko tidak mungkin begitu saja bersepakat dengan jaksa sekelas Pinangki. Terlebih bila oknum jaksa itu hanya menjual nama pejabat. ”Kalau Pinangki itu datang bawa klaim tanpa membuktikan yang bersangkutan kenal dengan, misalnya, pejabat Kejagung, petinggi MA, tidak mungkin Djoko Tjandra percaya,” ujarnya.

Apalagi sampai berani bersepakat memberikan USD 1 juta untuk Pinangki dan USD 10 juta untuk pejabat Kejagung dan MA. Kalau Djoko tidak melihat langsung bukti Pinangki kenal atau berhubungan dengan petinggi Kejagung dan MA, sangat sulit terjadi kesepakatan. ”Nggak mungkin Djoko Tjandra memberikan uang,” imbuhnya.

Karena itu, ICW menilai berkas perkara Pinangki terlalu cepat dilimpahkan kepada pengadilan. Bahwa perkara itu harus cepat ditangani, mereka setuju. Namun tidak dengan cara meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. ”Siapa orang di balik Pinangki yang membuat Djoko Tjandra percaya,” tambahnya.

ICW menilai perlu juga dicari tahu siapa pejabat MA yang disebut-sebut Pinangki. ”Siapa oknum di MA yang disebutkan oleh Pinangki dapat mengurus fatwa sehingga Djoko Tjandra itu percaya,” ucap dia. Pertanyaan itu semestinya bisa dijawab melalui penyidikan yang dilakukan. Sayangnya, ICW menilai itu dilewatkan begitu saja.

Soal action plan dari Pinangki yang kemudian dibatalkan Djoko, kemudian pengurusan fatwa MA yang tidak tuntas, tidak lantas membuat dua pertanyaan itu harus diabaikan begitu saja. Sebab, kesepakatan sudah ada dan disetujui kedua pihak. ”Yang harus dicari itu kenapa Djoko Tjandra sampai sepakat dengan action plan itu,” bebernya.

Kemarin Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sudah menjadwalkan sidang perdana untuk terdakwa Pinangki. Rencananya, sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut dilaksanakan Rabu (23/9) pekan depan. Keterangan itu disampaikan langsung oleh Pejabat Humas PN Jakpus Bambang Nurcahyono kemarin.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 


Diduga Ada Orang Kuat, KPK Usut Kingmaker Kasus Jaksa Pinangki