Suka Duka Petugas Penyelenggara Pilwali Surabaya di Masa Pandemi (1)

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Suka Duka Petugas Penyelenggara Pilwali Surabaya di Masa Pandemi (1)


Pilwali Surabaya 2020 di masa pandemi menghadirkan kondisi tugas yang berbeda. Tidak cukup menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kerepotan juga dialami petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Seperti apa?

UMAR WIRAHADI, Surabaya

Tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) pada 15 Juli hingga 13 Agustus lalu adalah masa-masa penuh perjuangan bagi para penyelenggara pilwali Surabaya. Termasuk bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mereka harus blusukan melakukan pengawasan untuk memastikan masyarakat benar-benar sudah tercoklit.

Di sisi lain, petugas juga mesti ekstrahati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Agar petugas maupun warga setempat tidak terpapar Covid-19. ”Saat kami blusukan itulah sering kali kami disangka petugas Covid-19,” tutur Hadi Prasetya kepada Jawa Pos kemarin (20/9).

Hadi Prasetya adalah ketua Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Sawahan. Kepada Jawa Pos dia menceritakan sejumlah pengalaman unik selama tahapan coklit. Saat turun ke perkampungan warga, banyak yang meminta masker, hand sanitizer, hingga bantuan sembako. Kontan saja, pihaknya kelabakan. ”Kami datang baik-baik. Kami jelaskan bahwa kami dari panwascam ingin tahu mereka sudah dicoklit atau belum.

Baru mereka sadar,” tuturnya, lalu tertawa. Saat melakukan audit hasil coklit, panwascam maupun panitia pengawas kelurahan (panwaskel) juga menemui banyak kendala. Banyak di antaranya yang tidak bisa melakukan tugasnya dengan bebas. Sebab, petugas panwas tidak bisa masuk ke daerah setempat. Misalnya, di Simo Kwagean Gang Buntu Lor, Kelurahan Kupang Krajan, Kecamatan Sawahan.

Di sana, petugas panwaskel dan panwascam tidak bisa melakukan audit coklit. Petugas gugus tugas RW setempat mencegah panwascam dan panwaskel masuk karena tidak bisa menunjukkan hasil rapid test nonreaktif. ”Kami benar-benar dicekal saat itu. Padahal, kami sebelumnya sudah melakukan rapid test,” tuturnya.

Pengalaman serupa dialami Panwascam Wonocolo. Di Kelurahan Jemurwonosari, Jalan Jemursari, petugas pengawas kesulitan untuk masuk ke sebuah perumahan elite. Padahal, petugas ingin mengecek hasil coklit. ”Katanya perumahan sedang lockdown,” tutur anggota Panwascam Wonocolo Divisi Pengawasan dan Hubungan Lembaga Paryono Nur Abdillah.

Namun, setelah dilakukan negosiasi, pihak perumahan memperbolehkan panwascam dan panwaskel masuk. Kendala serupa dialami di sebuah perumahan di Siwalankerto. Namun, akhirnya petugas berhasil melakukan coklit dengan dikawal satpam perumahan. ”Tapi, tetap harus menerapkan protokol kesehatan,” tuturnya.

Banyak rintangan yang dihadapi petugas dalam pengawasan protokol kesehatan. Terutama dari massa pendukung bakal pasangan calon (bapaslon). Mereka sulit menetapkan protokol kesehatan. Salah satu yang paling menyita perhatian terjadi saat tahapan pendaftaran bapaslon pada 4−6 September lalu.

Saat itu, kerumunan massa dalam jumlah besar terjadi di sekitar Kantor KPU Surabaya, Jalan Adityawarman. ”Padahal, sebelumnya kami sudah rapat dengan parpol pengusung agar tidak melibatkan massa,” imbuh Ketua Bawaslu Surabaya M. Agil Akbar.

Karena tidak mengindahkan protokol kesehatan, Bawaslu Surabaya mengeluarkan surat permintaan ke KPU agar menegur kedua bapaslon. ”Dua-duanya melanggar. Kan memang tidak boleh konvoi,” ujar Agil.

Di sisi lain, Bawaslu juga harus menerapkan prosedur ketat untuk mengantisipasi kemungkinan persebaran Covid-19 di lingkungan pengawas pilkada.

Saksikan video menarik berikut ini:


Suka Duka Petugas Penyelenggara Pilwali Surabaya di Masa Pandemi (1)