Pembentuk Rasa Khas Kuliner Suroboyo, Patokannya Petis Harus Enak!

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pembentuk Rasa Khas Kuliner Suroboyo, Patokannya Petis Harus Enak!


JawaPos.com – Kuliner Kota Pahlawan punya cita rasa yang kaya. Gurih, pedas, manis, kuat rempah. Selain wani bumbu, mayoritas menu andalan kota yang berulang tahun besok (31/5) tersebut punya tambahan bahan khusus. Yakni, petis. Petis tak hanya menjadikan warna masakan lebih hitam, tapi juga menambah sensasi rasa gurih dan manis.

Tambahan petis pada beberapa kuliner khas Surabaya membuatnya unik. Sebab, tidak semua wilayah di Indonesia mengenal petis. Hal itu yang membuat rujak cingur, lontong balap, hingga semanggi sulit ditemukan di luar Surabaya. Apalagi di luar Jawa Timur.

Dosen tata boga Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dwi Kristiastuti mengatakan, petis di Surabaya dipasok dari Sidoarjo dan Madura. Bahan masakan yang dibuat dari reduksi udang, kerang, dan daging ini memiliki warna dan rasa yang berbeda. ”Jenis petis yang digunakan untuk rujak cingur dan semanggi, misalnya, beda,’’ terangnya. Patokannya, harus enak!

Bukan hanya penggunaan bahan, beberapa makanan khas Surabaya punya nilai historis yang panjang. Misalnya, rujak cingur yang muncul pada era jauh sebelum kemerdekaan. Saat itu, cingur atau hidung sapi ini bagi orang Belanda adalah bagian yang tidak bisa dimakan. Nah, cingur itu lantas diolah jadi masakan. Dan, rasanya bisa diterima lidah warga lokal.

Begitu pun lontong balap dan semanggi. Praktisi kuliner dari Ottimmo International Mastergourmet Academy Latifahtur Rahmah menuturkan, kata balap diambil karena para pedagang balapan, cepet-cepetan menuju Stasiun Wonokromo. Sementara itu, semanggi yang kini makin jarang ditemukan masih dibudidayakan di Kecamatan Benowo.

”Dulu penjual Semanggi ya hanya dari beberapa kampung di Benowo,’’ katanya.

Daun Semanggi dalam Pincukan

TERUS DILESTARIKAN: Reki Nur Kholifah sigap membuat pincukan dan menyiapkan semanggi pesanan pembeli. Bumbu semanggi juga menggunakan petis. (Angger Bondan/Jawa Pos)

Dulu ibu-ibu berjualan semanggi dengan bakul gendongan, berkeliling di kawasan ramai hingga permukiman padat. Sekarang mereka pilih menetap di satu tempat. Begitu ada pesanan, tangan Reki Nur Kholifah sigap mengambil daun pisang dan kertas minyak. Keduanya dibentuk segitiga atau yang disebut pincuk oleh warga Surabaya.

Baru kemudian Reki meracik sayurannya. Komposisi semanggi paling dominan, ditaburi taoge dan bunga turi. ”Seringnya orang mau semanggi saja, tanpa yang lain. Bunga turi sama daun telo jarang dipilih,” ucap Reki yang berjualan di depan kompleks Masjid Al Akbar Surabaya.

”Mau pedas atau nggak, Mbak?” tanya Reki memastikan selera pembelinya. Semanggi disantap dengan kerupuk puli. Lekukan kerupuk puli kadang jadi ”sendok” untuk semanggi. Satu suapan, langsung dapat rasa bumbu kacang yang khas dan rasa renyah dari kerupuk. Jangan dibiarkan terlalu lama, nanti kerupuknya melempem lho!

Rujak Cingur dan Racikan Andalan Tiga Jenis Petis

LEGENDARIS: Bumbu rujak cingur diulek pada cobek besar yang usianya lebih dari 76 tahun. Hendri Sudikto, generasi keempat pemilik Rujak Cingur Genteng Durasim. (Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos)

Perpaduan tiga jenis petis, kacang, dan bumbu rahasia turunan keluarga membuat Rujak Cingur Genteng Durasim tetap bertahan hingga sekarang. Campuran buah dan sayur serta cingur sapi yang tak berbau menjadikan tempat itu jujukan orang luar daerah mencicipi kuliner khas Surabaya.

Hendri Sudikto, generasi keempat Rujak Cingur Genteng Durasim, mengatakan, petis yang digunakan adalah campuran dari tiga jenis. Yakni, petis Sidoarjo, Madura, dan Surabaya. Ketiganya diulek dalam cobek yang usianya lebih dari 76 tahun. Saking lamanya, cekungan batu cobek menyusut hingga 3 sentimeter. ”Cobek ini didapat dari Magelang,” ucapnya.

Rujak Cingur Genteng Durasim berdiri sejak 1938. Bermula dari Mbah Woro, nenek Hendri yang asli Madura. Kualitas cingurnya dengan tekstur lembut kenyil-kenyil, bersih, dan tidak berbau itu terus dijaga. Membuatnya pas saat disantap dengan baluran bumbu kacang dan petis.

Apalagi ditambah irisan buah segar dan sayuran yang renyah. Kuliner yang satu ini cocok dimakan saat siang. Rasanya yang gurih dan manis dari petis serta parutan pisang klutuk muda menjadikan bumbu rujak cingur memiliki cita rasa otentik. Rasa uniknya bisa diterima orang luar Jawa sekalipun.

Salah satunya Bupati Kepulauan Yapen, Papua Tengah, Tonny Tesar. Saat berkunjung ke Jatim, Tonny selalu menyempatkan makan di sini. Menurut dia, perpaduan antara buah, sayuran, dan cingur menghasilkan sensasi rasa yang bikin kangen. ”Ditambah bumbunya yang kental itu. Saya pasti mampir. Rasanya unik dan tidak ada di Papua,” ungkapnya.

Taoge Krenyes, Kuah Gurih

PADUAN KLOP: Hasim Miranto menyiapkan lontong bapal untuk pelanggan. Menikmari seporsi sajian segar itu makin nikmat dengan tambahan sate kerang. (Angger Bondan/Jawa Pos)

”Kresss,” begitulah tekstur renyahnya taoge pada suapan pertama. Kuah beningnya gurih, aroma bawang putih menguar. Ciri khas itulah yang membuat pengunjung selalu datang kembali. Termasuk rasa dari sambal petis yang pedas manis.

Ada banyak penjual lontong balap di Surabaya. Masing-masing punya ciri khas. Kuliner lontong balap terdiri dari lontong, lentho, tahu, dan taoge. Agar tekstur taoge bisa tetap segar dan renyah, ada cara khusus. Sebab, saat disajikan harus tetap hangat.

”Pengapian harus stabil agar sayur tidak mudah layu,” ungkap pengelola Lontong Balap Rajawali Hasim Miranto. Dia menggunakan arang sehingga aromanya wangi.

Baca Juga: Ridwan Kamil Ngopi Bareng dengan Bonek, Tolak Dibilang Politis

Begitu juga bumbu. Kata Hasim, bumbu kuah dibuat dengan diulek pada cobek. Cara itu dipertahankan sejak orang tuanya berjualan keliling pada 1956 silam. Menggunakan cobek berdiameter 50 sentimeter, Hasim menyiapkan bumbu sehari sebelum jualan. Pembuatan lentho juga unik. Kacang tolo yang sudah direndam semalaman ditumbuk pakai lumpang. ”Diberi tepung singkong, lalu digoreng,” ucap Hasim.

Menikmati lontong balap makin lengkap dengan tambahan sate kerang. Kerang yang sudah dibumbui itu diberi kecap dan bawang goreng. ”Taoge krenyes, kuah gurih, lentho, ditambah sate kerang, wuenak,” kata Yatno yang jadi pelanggan sejak 1980-an.


Pembentuk Rasa Khas Kuliner Suroboyo, Patokannya Petis Harus Enak!