Mereka Berjuang di Garis Belakang Penanganan Covid-19 di Surabaya (2)

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Mereka Berjuang di Garis Belakang Penanganan Covid-19 di Surabaya (2)


Kali pertama tahu bahwa TPU Babat Jerawat bakal dijadikan lokasi pemakaman jenazah Covid-19, para petugas pemakaman waswas. Setelah seharian bekerja, langkah kaki menuju ke rumah untuk bertemu keluarga tak lagi mudah. Mereka khawatir kepulangannya berujung petaka.

DIMAS NUR APRIYANTO, Surabaya

Kedua bola mata Hartono terbelalak ketika menyebut kata Maret dan April. Kepala UPTD TPU Babat Jerawat itu tak bisa melupakan bagaimana hari-harinya disibukkan dengan mengawasi dan mengontrol proses pemakaman seluruh jenazah Covid-19 agar berlangsung aman.

Jemarinya diangkat. ”Aduh, Maret-April itu banyak banget jenazah yang dimakamkan di sini,” kata Hartono. ”Bisa 8 sampai 12 jenazah per hari,” imbuhnya sambil menunjukkan angka satu dan dua dengan jemarinya.

Sejak Maret, ketika di luar rumah, masker tidak pernah absen dari hidungnya. Kecuali saat mengambil air wudu, makan, dan minum. Di saku celananya selalu tersedia hand sanitizer. Tak terhitung berapa kali sabun cuci tangan ditekannya serta keran air dinyalakannya.

Setiap selesai mengontrol pemakaman, Hartono selalu bergegas masuk ke bilik disinfektan.

Tubuhnya berputar. ”Supaya saat masuk ke kantor, semua steril,” ucapnya. Ayah dua anak itu mengaku takut orang-orang di sekitarnya terpapar Covid-19.

Hartono paling tegas dalam menegakkan aturan jaga jarak. Tak terkecuali pada keluarga jenazah Covid-19. Dia bertugas mendata identitas jenazah hingga keluarga jenazah. Dia selalu meminta keluarga jenazah yang menghampiri ke kantor TPU untuk kepentingan pengisian identitas jenazah agar wajib steril.

Tak jarang, adu mulut antara Hartono dan keluarga jenazah terjadi. Biasanya terkait dengan keinginan keluarga menyaksikan pemakaman dari jarak dekat. Hal itu jelas dilarang.

Keluarga boleh datang di pemakaman. Namun, kata Hartono, tidak boleh terlalu dekat dengan para petugas ketika memakamkan. Jaraknya harus jauh, sekitar 300−500 meter. ”Saya kasih pengertian ke keluarga jenazah. Jangan, ini kan aturan. Pelan-pelan,” tambahnya.

Selama pandemi, jumlah tukang gali kubur di TPU Babat Jerawat ditambah. Tidak seperti sebelum Covid-19 memorak-porandakan tatanan kehidupan. Yang biasanya jaga malam tiga tukang kini bertambah menjadi empat orang. Jumlah tersebut belum ditambah petugas asal TPU Pemerintah Kota Surabaya lain. ”Dari makam lain itu bisa dari Simo, misalnya. Ditambah dua orang, jadi yang jaga malam itu di tengah pandemi enam orang,” terang Hartono.

Mandi setelah memakamkan jenazah menjadi kebiasaan anyar bagi para tukang gali makam TPU Babat Jerawat. Berapa kali mandi dalam sehari? ”Tergantung berapa banyak jenazah yang dimakamkan dalam sehari itu,” kata Soni, salah seorang penggali makam, yang menemani Hartono berbincang dengan Jawa Pos.

Ketika pemakaman ramai di waktu yang bersamaan, lanjut pria 29 tahun itu, mandinya dirangkap. Soni pernah harus memakamkan tiga jenazah sekaligus. ’’Ya, mandinya nanti setelah tiga jenazah selesai dimakamkan,” katanya, lantas tertawa.

UPTD menyediakan air hangat di kamar mandi khusus untuk mereka. Selain alat pelindung diri (APD) seperti hazmat hingga sarung tangan, air mandi menjadi kebutuhan para petugas pemakaman. ”Ya, untuk mandi penting banget,” imbuh Soni.

Sama dengan Hartono, Soni sempat merasa ketakutan ketika TPU Babat Jerawat dijadikan lokasi pemakaman jenazah Covid-19. Dia mengakui, saat ada rolling jadwal tugas, dia pernah berharap tidak mendapatkan tugas di TPU Babat Jerawat.

Rasa takut itu pelan-pelan sirna. Tensi waswasnya turun. Meski demikian, Soni tetap patuh protokol kesehatan. ”Saya khawatir kalau saya pulang bawa virus ke rumah. Beneran itu. Mau meluk anak itu seperti ketar-ketir,” bebernya.

Meski di TPU telah mandi, sampai di rumah Soni mandi lagi. Baru setelah itu, dia berani bercengkerama melepas rindu dengan keluarga kecilnya.

Suka dan duka dipupuk di atas tanah pemakaman oleh Soni dkk. Doa dipanjatkan setiap malam untuk keselamatan seluruh anggota keluarga dan orang sekitar. ”Saya pernah ada satu pemakaman jenazah yang enggak terlupakan. Pintu mobil ambulans tidak bisa dibuka. Akhirnya, ambil jenazahnya dari pintu samping,” kenang Soni.

Padahal, dia menambahkan, menurut cerita petugas ambulans, saat di jalan tidak ada hambatan apa pun. Perjalanan pun lancar. Sebagai petugas gali makam, Soni paling senang ketika penggalian makam berjalan cepat. ”Tapi, ya ada juga penggalian yang berlangsung lama,” timpal Rohman, rekan Soni yang sama-sama tukang gali makam.

Baca Juga: Mereka Berjuang di Garis Belakang Penanganan Covid-19 di Surabaya (1)

Rohman yang duduk di sebelah Soni mengungkapkan, pemakaman di TPU Babat Jerawat berbeda dengan Keputih. Pengurukan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Kemudian, penggalian menggunakan alat ekskavator. ”Pengurukan rata-rata 30−60 menit. Kalau hujan, bisa lebih lama. Bawa petinya enggak karu-karuan. Disedot sama mesin diesel dulu,” paparnya.

Pria 38 tahun itu mengatakan, para petugas paling sedih jika mendapat peti yang berat ketika diangkat. Mereka akan menghampiri keluarga. ”Saya bilang, yang belum ikhlas monggo diikhlaskan. Kasihan jenazah. Mari kita doakan bersama, kami baca Al Fatihah bersama-sama,” kata Rohman dengan nada lirih.

Sejak Maret hingga kini, ada ribuan orang yang dimakamkan di TPU Babat Jerawat. Mereka menempati blok XI dan XII. Luas lahan khusus Covid-19 sekitar satu hektare.

Saksikan video menarik berikut ini:


Mereka Berjuang di Garis Belakang Penanganan Covid-19 di Surabaya (2)