“Make-up” Tebal Jaksa Pinangki

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

“Make-up” Tebal Jaksa Pinangki


JawaPos.com – Peran jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam pusaran kasus Djoko Tjandra semakin terbuka. Namun, ’’make-up’’ mantan Kasubbag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) itu cukup tebal. Sampai-sampai penyidik Bareskrim Polri pun sulit menembusnya.

Bersamaan dengan penetapan Djoko Tjandra sebagai tersangka dugaan suap Kamis lalu (27/8), Bareskrim menjadwalkan pemeriksaan Pinangki sebagai saksi dalam kasus red notice. Namun, pemeriksaan itu batal dan harus dijadwal ulang karena Pinangki menolak diperiksa. Alasannya, Pinangki dibesuk keluarganya. Alhasil, penyidik Bareskrim yang mendatangi Kejagung pulang dengan tangan hampa.

Menurut Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, hal itu merupakan indikasi tebalnya perlindungan terhadap Pinangki. ’’Hal-hal yang sebenarnya sederhana menjadi rumit,’’ kata dia kepada Jawa Pos. Sebagai penegak hukum, Kejagung semestinya memahami bahwa agenda pemeriksaan oleh Bareskrim adalah upaya mengungkap kasus. Karena itu, jadwal besuk keluarga Pinangki seharusnya disesuaikan dengan agenda pemeriksaan. Bukan malah sebaliknya. ’’Kunjungan anak itu kan yang bikin (jadwalnya) siapa, kan Kejagung,’’ imbuh Boyamin.

Baca juga: Kejagung Mulai Pantau Kerabat Jaksa Pinangki dan Petinggi MA

Bila ditilik ke belakang, langkah-langkah Korps Adhyaksa berkaitan dengan Pinangki memang sering dipertanyakan. ’’Perlindungan kepada Pinangki itu masyarakat saja bisa tahu, apalagi saya pelapornya,’’ katanya. Boyamin mencontohkan tarik-ulur ketika Pinangki hendak diberi sanksi lantaran terbukti melanggar disiplin dan kode etik jaksa. ’’Itu hampir seminggu (tarik-ulur),’’ bebernya.

Saat Komisi Kejaksaan (Komjak) mengundang Pinangki untuk dimintai keterangan, proteksi dari Kejagung kembali tampak. Sampai dua kali diundang, tidak sekali pun Pinangki hadir. Sebelumnya, Jaksa Agung Burhanuddin bahkan menerbitkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Agustus 2020. Dalam aturan tersebut, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang diduga terlibat pidana hanya dapat dilakukan atas izin jaksa agung. Belakangan, aturan yang memicu polemik itu akhirnya dicabut kembali. Kemudian, sempat muncul pernyataan Kejagung mengenai bantuan hukum untuk Pinangki.

Jaksa Pinangki Sirna Malasari (FACEBOOK PINANGKI)

Sulitnya akses kepada Pinangki membuat banyak pihak bertanya-tanya. Siapa Pinangki? Mengapa jaksa yang tidak memiliki jabatan strategis bisa lihai bergerak sampai bertemu Djoko Tjandra? Catatan MAKI, Pinangki merupakan jaksa yang sudah berulang-ulang mendapat masalah. Boyamin menyebutkan, saat berdinas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibinong, Pinangki pernah mendapat sanksi cukup keras. Yakni, penurunan pangkat satu tingkat. Sanksi itu diberikan terkait dengan kasus dugaan suap kepada seorang jaksa. Setelah itu, lanjut Boyamin, Pinangki lebih banyak menduduki posisi-posisi administrasi. Dia tidak pernah kelihatan berperan sebagai jaksa penuntut umum dalam kasus-kasus besar. ’’Jadi, fungsi jaksanya itu malah lebih banyak administrasi,’’ bebernya.

Baca juga: KPK Minta Kejagung Serahkan Kasus Jaksa Pinangki

Meski begitu, Pinangki diduga kerap mencatut nama-nama pejabat untuk memuluskan aksi-aksinya. Termasuk dalam kasus yang terkait dengan Djoko Tjandra. Walau tidak diungkap secara jelas, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengakui bahwa Pinangki kerap ’’menjual’’ nama pejabat. Siapa saja yang namanya dicatut Pinangki? ’’Itu rahasia penyidik,’’ kata dia Jumat malam (28/8).

Fakta-fakta tersebut turut menjadi perhatian masyarakat. Banyak yang menduga Pinangki tak cuma mencatut nama pejabat. Tetapi juga punya kedekatan dengan mereka. Sehingga berani keluar dari koridor tugasnya di Kejagung. Ketua Komjak Barita Simanjuntak termasuk salah seorang yang menyatakan hal tersebut. ’’Kami menduga ada kekuatan besar di belakang oknum jaksa P (Pinangki) itu,’’ tegasnya saat diwawancarai Jawa Pos.

Selain tidak pernah hadir saat diundang Komjak untuk dimintai keterangan, dugaan tersebut muncul karena latar belakang Pinangki di Kejagung. Barita menyatakan, Pinangki hanya jaksa biasa. ’’Bukan penyidik, dia nggak punya kewenangan apa-apa untuk bisa bertemu buron (Djoko Tjandra),’’ bebernya. Menurut dia, hal itu harus terjawab melalui penyidikan yang dilakukan Kejagung. Jangan sampai proses hukum Pinangki menyisakan pertanyaan.

Ketika dikonfirmasi terkait dengan dugaan kekuatan besar yang menggerakkan Pinangki, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono menyatakan bahwa pihaknya tidak mengenal istilah kekuatan besar dalam penyidikan. Dia menyebutkan, pihaknya hanya berpedoman pada alat bukti. ’’Baik itu alat bukti berupa keterangan saksi, surat, keterangan ahli, maupun keterangan tersangka atau petunjuk,’’ kilahnya.


“Make-up” Tebal Jaksa Pinangki