Kim Jong Un: AS Tetap Musuh Terbesar Korea Utara Meski Ganti Presiden

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kim Jong Un: AS Tetap Musuh Terbesar Korea Utara Meski Ganti Presiden


JawaPos.com – Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyebut Amerika Serikat tetap sebagai musuh terbesar. Bahkan, Kim mengatakan kebijakan permusuhan AS terhadap Korea Utara tidak akan berubah meski telah berganti presiden.

Berbicara di kongres partai di Pyongyang, Kim mengatakan bahwa mencabut kebijakan bermusuhan akan menjadi kunci bagi hubungan Korea Utara-AS. Demikian kantor berita negara KCNA mengatakan.

“Kegiatan politik luar negeri kami harus difokuskan dan diarahkan kembali untuk menundukkan AS, musuh terbesar kami dan hambatan utama bagi perkembangan inovatif kami,” kata Kim pada Jumat (8/1), menurut laporan KCNA seperti dilansir Reuters.

Baca juga: Di Kongres Partai, Kim Jong Un Akui Gagal Perbaiki Ekonomi Korea Utara

“Tak masalah siapa yang berkuasa di AS, watak sejati AS dan kebijakan fundamentalnya terhadap Korea Utara tidak pernah berubah,” kata Kim yang bersumpah untuk memperluas hubungan dengan pasukan anti imperialis, independen, dan menyerukan perluasan kemampuan senjata nuklir.

Belum ada komentar langsung dari Departemen Luar Negeri AS terkait pernyataan Kim. Seorang juru bicara kampanye Biden dikabarkan menolak untuk berkomentar.

Biden, yang merupakan wakil presiden di bawah Presiden Barack Obama, menyebut Kim sebagai “bajingan” selama kampanye pemilihan, dan pada 2019 Korea Utara menyebut Biden sebagai “anjing gila” yang perlu dipukuli sampai mati dengan tongkat.

Kim melakukan tiga pertemuan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Presiden Donald Trump. Keduanya berkorespondensi dalam serangkaian surat. Namun, upaya itu gagal mengarah pada kesepakatan denuklirisasi atau perubahan resmi dalam hubungan kedua negara.

Biden mengatakan bahwa dia hanya akan bertemu Kim dengan syarat bahwa Korea Utara akan setuju untuk menurunkan kapasitas nuklirnya. Bulan lalu Kurt Campbell, diplomat tertinggi AS untuk Asia Timur di bawah Obama dan dipandang sebagai salah satu kandidat untuk posisi kebijakan teratas Asia di bawah Biden, mengatakan pemerintah AS yang akan datang harus membuat keputusan awal tentang pendekatan apa yang akan diambil dengan Korea Utara dan tidak mengulangi penundaan era Obama.

Kim menyerukan lebih banyak penelitian dan pengembangan peralatan militer canggih, termasuk satelit mata-mata, senjata hipersonik, rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat, dan pesawat pengintai nirawak. Dia juga mengatakan penelitian mengenai kapal selam nuklir hampir selesai.

Korea Utara tidak akan menyalahgunakan senjata nuklirnya menurut Kim. Tapi, menyerukan untuk memperluas persenjataan nuklir negara itu, termasuk kemampuan serangan mendahului dan pembalasan dan hulu ledak dalam berbagai ukuran.

Selain AS dan kebijakan pertahanan, Kim juga berbicara panjang lebar tentang proposal untuk rencana ekonomi lima tahun ke depan yang akan diumumkan di kongres. Menurutnya akan terus fokus pada pembangunan ekonomi independen. “Benih dan tema dasar rencana pembangunan ekonomi lima tahun baru masih kemandirian dan swasembada,” ujarnya.

Di antara rencana tersebut adalah membangun pabrik baja hemat energi. Secara signifikan meningkatkan produksi barang kimia untuk membuat industri mandiri, memproduksi listrik, dan mengamankan lebih banyak tambang batu bara menurut Kim.

Korea Utara menghadapi krisis yang meningkat yang disebabkan oleh sanksi internasional atas program nuklirnya, serta penguncian yang diberlakukan sendiri untuk mencegah wabah virus Korona.

Terkait Korea Selatan, Kim mengkritik karena menawarkan kerja sama di bidang nonfundamental seperti bantuan virus Korona dan pariwisata, dan mengatakan Korsel harus berhenti membeli senjata dan melakukan latihan militer dengan Amerika Serikat. Pernyataan itu muncul sehari setelah Kim mencari cara untuk memperbarui hubungan antar-Korea dan berjanji untuk memperluas hubungan diplomatik.

Saksikan video menarik berikut ini:


Kim Jong Un: AS Tetap Musuh Terbesar Korea Utara Meski Ganti Presiden