51 Ribu Guru PPPK Menanti Status

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

51 Ribu Guru PPPK Menanti Status


JawaPos.com – Pemerintah diminta tidak menggembar-gemborkan rencana rekrutmen 1 juta guru kontrak atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebab, nasib puluhan ribu guru yang lolos seleksi PPPK gelombang pertama pada Februari 2019 hingga kini belum jelas.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Perkumpulan Honorer Kategori Dua Indonesia Titi Purwaningsih kemarin (24/11).

’’Sudah 21 bulan honorer yang lolos seleksi PPPK gelombang pertama menunggu status,’’ katanya. Dia menceritakan, rekrutmen PPPK gelombang pertama digelar Februari tahun lalu. Saat itu, ada 51 ribuan honorer yang lolos seleksi PPPK. Sebanyak 34 ribu di antaranya adalah tenaga pendidik atau guru. Sisanya adalah perawat dan penyuluh pertanian. Ironisnya, di antara honorer yang dinyatakan lulus itu, ada yang sudah meninggal. Kemudian, ada juga yang beberapa bulan lagi masuk usia pensiun.

Karena itu, dia meminta pemerintah menyelesaikan nasib para honorer yang lolos seleksi PPPK gelombang pertama tersebut. Titi mengungkapkan, jangankan gaji yang besar, pemberkasan untuk mendapatkan nomor induk sebagai PPPK saja belum dilakukan. Pemerintah sudah menetapkan bahwa honorer yang lolos seleksi PPPK bakal mendapatkan gaji setara PNS atau sekitar Rp 4 juta.

’’Menurut saya, benahi dulu PPPK gelombang pertama. Jangan mengalihkan ke isu rekrutmen PPPK tahun depan,’’ kata dia. Titi mengingatkan, pemerintah pusat dan daerah harus kompak menyelesaikan masalah PPPK gelombang pertama. Dia tidak ingin pemerintah pusat melempar urusan itu ke pemerintah daerah. Sebab, pemerintah daerah tentu akan menuruti kebijakan pemerintah pusat. Selama ada surat resmi dari pemerintah pusat untuk pemberkasan honorer yang lolos PPPK tahap pertama, daerah akan langsung mengurusnya. Dia menyampaikan, pengumuman rekrutmen PPPK 2021 yang dibesar-besarkan oleh pemerintah seperti menutupi persoalan yang belum terselesaikan.

Terkait dengan rekrutmen PPPK 2021 yang kabarnya dibuka untuk 1 juta kuota, secara umum dia menyambut baik. Namun, dia berpesan supaya ada kuota khusus yang diperebutkan tenaga honorer kategori dua. Mereka adalah tenaga honorer yang diangkat melalui surat keputusan (SK) dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Saat ini masih ada 380 ribu honorer kategori dua dengan beragam jenis pekerjaan. Khusus untuk guru, jumlahnya 150 ribu orang.

Terpisah, Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Suharmen memastikan proses seleksi calon PPPK guru digelar secara transparan. Sebab, seluruhnya akan dilakukan secara online. Masyarakat bisa mengontrol dan melihat capaian yang diperoleh setiap peserta seleksi. ”Semua proses yang dilakukan oleh BKN menggunakan teknologi informasi,” ujarnya. Untuk pendaftaran misalnya, calon peserta seleksi PPPK dipersilakan mendaftar melalui sistem seleksi calon aparatur sipil negara (SSCASN). Biasanya, mereka diwajibkan terlebih dahulu membuat akun yang bakal digunakan untuk pendaftaran hingga upload dokumen pemberkasan. Sama halnya dengan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan PPPK sebelumnya. ”Termasuk pencetakan kartu ujian, semua dilakukan by system,” jelasnya.

Saat proses pendaftaran, SSCASN akan terintegrasi dengan data pokok pendidikan (dapodik) Kemendikbud. Hal itu dimaksudkan untuk memastikan pelamar benar-benar tenaga honorer. ”Selain itu, akan terintegrasi dengan data dukcapil. Sehingga kami memastikan bahwa semua data orang yang mendaftar adalah WNI sesuai UU ASN No 4/2020,” jelasnya. Setelah pendaftaran, data akan dikirim ke sistem Kemendikbud. ”Seluruhnya by system. Sehingga tidak ada data yang tercecer di tengah jalan,” sambungnya. Selanjutnya, dilakukan proses seleksi secara online hingga proses penetapan NIP.

Masa kontrak PPPK guru, lanjut Suharmen, paling singkat satu tahun dan bisa diperpanjang. Bahkan, sangat mungkin diperpanjang sampai batas usia pensiun jabatan guru. Namun, ada sejumlah syarat. Pertama, capaian kinerja harus sesuai. Kedua, ada kesesuaian kompetensi dalam jabatan itu. Artinya, bila ternyata kompetensi yang bersangkutan tidak pas di bidang tersebut, bisa jadi kontrak PPPK diputus. ”Yang bersangkutan bisa mengikuti kontrak jabatan lain yang berbeda, tapi setelah melaksanakan seleksi,” ungkapnya.

Ketiga, didasarkan pada kebutuhan setiap instansi. Terakhir, mendapat persetujuan pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang dalam hal ini dijabat gubernur, bupati, atau wali kota. ”Tapi, mereka juga bisa diberhentikan dengan tidak hormat bila dihukum penjara,” tegasnya.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap rencana rekrutmen sejuta guru PPPK itu bisa menyelesaikan masalah yang selama ini dihadapi guru honorer. ”Tapi, bukan kebijakan parsial dan tidak tuntas,” kata Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan kemarin.

Pria yang ditugasi sebagai ketua Tim Penanganan Kasus Guru Honorer Komnas HAM itu menyatakan, dalam waktu dekat pihaknya bakal mengirimkan laporan kepada Presiden Joko Widodo. Laporan tersebut adalah laporan akhir dari pengamatan pelaksanaan HAM atas permasalahan guru honorer. Selain ke presiden, laporan itu bakal dikirim kepada menteri-menteri terkait.

Baca juga:

Laporan tersebut disusun pada Januari 2019. Saat itu, Komnas HAM membentuk tim khusus yang bertugas menindaklanjuti aduan yang disampaikan guru-guru honorer. ”Komnas HAM menerima beberapa pengaduan mengenai permasalahan guru honorer pada tahun 2018−2019,” bebernya. Aduan tersebut datang dari berbagai daerah. Mulai Nganjuk, Batam, Bekasi, sampai Sulawesi Barat. Waktu itu, para guru honorer mengadukan ketidakjelasan mekanisme pengangkatan ASN dan PPPK.

Mereka mengadu kepada Komnas HAM lantaran melihat adanya kesenjangan pada banyak sisi. Mulai pendapatan, tunjangan, sampai perbedaan fasilitas.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 


51 Ribu Guru PPPK Menanti Status