KPK Konfirmasi Gubernur Bengkulu Rekomendasi Usaha Lobster PT DPP

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

KPK Konfirmasi Gubernur Bengkulu Rekomendasi Usaha Lobster PT DPP


JawaPos.com–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengenai rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT Dua Putra Perkasa (DPP).

KPK, Senin (18/1), memeriksa Rohidin sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya Tahun 2020.

”Rohidin Mersyah dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT DPP yang diajukan tersangka SJT (Suharjito/Direktur PT DPP),” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri seperti dilansir dari Antara di Jakarta, Selasa (19/1).

Selain Rohidin, KPK juga memeriksa tiga saksi lain untuk tersangka Edhy dan kawan-kawan. Yakni Bupati Kaur Gusril Pausi, karyawan swasta Yunus, dan Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Finari Manan.

Untuk saksi Gusril, kata Ali, dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih lobster di Kabupaten Kaur, Bengkulu, yang diperuntukkan untuk PT DPP yang diajukan tersangka Suharjito. Kemudian, saksi Yunus didalami keterangannya terkait pengurusan impor ikan salem oleh PT DPP.

”Finari Manan didalami pengetahuannya terkait kegiatan penyidikan oleh Tim Penyidik Bea Cukai Soekarno-Hatta bagi 14 perusahaan yang diduga terlibat penyelundupan benih lobster pada kurun waktu 15 September 2020,” ungkap Ali.

Selain Edhy dan Suharjito, KPK juga menetapkan lima tersangka lain, yakni staf khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM). Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/Sekretaris Pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar. Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri, serta Andreau. Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS, pada 21 sampai dengan 23 November 2020, sejumlah sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Saksikan video menarik berikut ini:


KPK Konfirmasi Gubernur Bengkulu Rekomendasi Usaha Lobster PT DPP