Menteri PPPA: Cegah Pernikahan Dini Lewat Pendekatan Agama dan Budaya

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Menteri PPPA: Cegah Pernikahan Dini Lewat Pendekatan Agama dan Budaya


JawaPos.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengungkapkan kasus perkawinan anak khususnya di tengah pandemi ini kian mengkhawatirkan. Apalagi, belum lama ini masyarakat dihebohkan dengan viralnya kasus promosi perkawinan anak oleh salah satu wedding Organizer (WO), Aisha Wedding.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 diketahui terdapat 22 provinsi di Indonesia yang memiliki angka perkawinan anak lebih tinggi dari angka rata-rata nasional. Selain itu, pada 2018 dan 2019, diketahui terdapat 18 provinsi yang mengalami kenaikan angka perkawinan anak.

Menindaklanjuti hal tersebut, Menteri Bintang mengajak seluruh pihak, khususnya lembaga masyarakat untuk bersinergi melakukan sosialisasi secara masif dan intervensi pencegahan perkawinan anak melalui pendekatan agama dan budaya. Ia meminta hal ini difokuskan pada daerah dengan kasus perkawinan anak yang tinggi, sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah masing-masing.

Baca Juga: Menteri PPPA Ingatkan Cara Terapkan Protokol Kesehatan di Keluarga

“Mencegah dan menangani perkawinan anak merupakan tugas yang berat, namun jika dilakukan bersama, baik pemerintah, dunia usaha, media massa, dan masyarakat, khususnya dengan bantuan peran lembaga masyarakat, saya yakin persoalan seberat apapun dapat terselesaikan,” jelas dia dalam keterangannya, Jumat (26/2).

Oleh karena itu, lembaga masyarakat diminta dapat bersinergi dalam melakukan berbagai upaya untuk mencegah agar jangan sampai terjadi perkawinan anak. Dengan begitu, tujuan untuk mencegah dan menurunkan perkawinan anak di Indonesia pun akan cepat terlaksana.

Ia menegaskan, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan juga bentuk pelanggaran terhadap hak anak dan hak asasi manusia (HAM).

“Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan lebih besar, baik dalam akses pendidikan, kualitas kesehatan, potensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan,” jelasnya.

“Belum lagi besarnya dampak negatif perkawinan anak yang tidak hanya dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga pada anak yang dilahirkan, sehingga berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi,” tandas dia.

Saksikan video menarik berikut ini:


Menteri PPPA: Cegah Pernikahan Dini Lewat Pendekatan Agama dan Budaya