Meimura Dirikan Sanggar untuk Ajak Anak-Anak Berkesenian

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Meimura Dirikan Sanggar untuk Ajak Anak-Anak Berkesenian


Sanggar Anak Merdeka Indonesia (Samin) menjadi panggung terbuka bagi siapa pun untuk mengekspresikan seni. Dari panggung bambu itu pula, seniman Surabaya Meimura mengabdikan diri untuk menularkan bakat. Mengajarkan dasar seni untuk anak-anak di Gunung Anyar.

GALIH ADI PRASETYO, Surabaya

SABAN sore panggung sederhana dari konstruksi bambu itu berubah menjadi sebuah tempat untuk berekspresi. Di sana anak-anak bebas menjadi siapa saja. Melakukan berbagai hal yang berguna untuk pengembangan diri mereka.

Samin, begitulah nama tempat itu. Penggagasnya seorang seniman ludruk kawakan yang sudah malang melintang di panggung pertunjukan. Meimura.

Setelah Taman Hiburan Rakyat (THR) ditutup dan rata dengan tanah, praktis ruang seni di Surabaya kian terbatas.

Meimura pun berpikir perlu sebuah ruang baru untuk berproses. Tidak terbatas tempat dan waktu.

Sanggar itu diinisiasi pada 2018. Namun, baru terwujud pada 2020. Di tengah kondisi pandemi. Masih sangat muda untuk sebuah tempat menggali bakat seni.

’’Pertama muncul nama Samin saat saya berkunjung ke suku Samin di Bojonegoro. Kagum dengan mereka. Tidak terkontaminasi dari luar, hidup merdeka dengan caranya sendiri. Aku terinspirasi di situ,’’ ucap pria kelahiran Surabaya tersebut.

Nama Samin itu seolah-olah menancap di kepala Meimura. Akhirnya ditemukanlah padanan yang pas, Sanggar Anak Merdeka Indonesia. Yang hingga sekarang menjadi sebutan untuk saung seni itu.

Menurut dia, hal tersebut sangat sesuai dengan kondisi tipologi anak-anak. Meskipun anak-anak terlihat cuek, ternyata mereka memiliki ketertarikan yang besar terhadap kegiatan sanggar.

Babat alas sanggar tidak dilakukan oleh Meimura sendiri. Sebelum berdiri, dia meminta izin kepada pengurus kampung. Ternyata gayung bersambut, lampu hijau dia dapat dari ketua RT. ’’Pas kerja bakti saya umumkan ke warga bahwa ada keinginan untuk memanfaatkan lahan kosong yang lokasinya persis di belakang rumah saya. Ternyata luar biasa tanggapannya,’’ terangnya.

Tanpa basa-basi, banyak yang memberikan bantuan material. Kayu, bambu, dan berbagai hal lain. Hingga sekarang, panggung bambu tersebut terwujud.

Di tempat itulah, Meimura menjaring anak-anak di kawasan Gunung Anyar. Sanggar yang dijulukinya sebagai tempat berproses tersebut ternyata menyedot perhatian anak-anak sekitar. ’’Tiba-tiba ada anak yang datang ke sini sore-sore. Saya tanya mau banyak belajar atau mainnya, jadi senang mereka ke sini,’’ terangnya.

Dia mengatakan, saat ini anak-anak itu diarahkan untuk mengerti dasar sebuah seni dulu. Ada sembilan dasar penting yang harus mereka tahu. Di antaranya, seni rupa, akting, dan film. Mulai belajar menggambar, bernyanyi, berakting, hingga public speaking. Seperti membuat wayang suket. Belajar jula-juli yang memang salah satu seni asli Surabaya.

’’Kalau sudah, nanti ketahuan ke mana arah yang paling menonjol dari anak itu. Nanti gampang mau dikhususkan ke mana,’’ ujar pemeran ludruk Besut-Rusmini tersebut.

Soal pengajar, tidak ada kesulitan bagi Meimura. Bahkan, banyak seniman yang mengantre dan menagih kapan bisa ikut ambil peran di Samin. ’’Kata mereka tidak lama mengajar malah tambah bikin goblok. Makanya, banyak yang mau menularkan ilmunya di sini,’’ ujar Meimura, lantas tertawa.

Peran sanggar pada masa pandemi sangat besar. Hal itu tampak dari anak-anak yang lebih ceria dan fresh. Kegiatan yang menuntut anak-anak fokus dan monoton di depan gawai membuat mereka jenuh.

Kekhawatiran pun muncul. Budaya gotong royong luntur. Tidak ada tatap muka, komunikasi dengan sebaya pun terbatas. Menurut dia, hal itu sangat mengerikan. Harus segera disadari dan dicari solusinya.

’’Bandingkan, saya melihat ekspresi mereka seperti tidak bernyawa. Lebih cuek. Apalagi, yang mereka tampakkan hanya separo badan. Hal ini membuat eksplorasi seluruh tubuh itu tidak terjadi. Ekspresi mereka terbatas,’’ terangnya.

Karena itu, dia berharap ada perhatian lebih dan gerakan yang bisa ditiru di kampung-kampung lain. Bagi Meimura, Surabaya itu tidak terbatas pada sumber daya manusianya. Namun, terbatas akan ruang berproses. Yang membebaskan mereka berekspresi kapan pun dan seluas-luasnya.

Baca Juga: Busyro Sebut Isu Taliban di KPK Gugur, 8 Pegawai yang Tak Lulus Tes ASN Nonmuslim

Dia mencanangkan ke depan Samin bisa menampilkan karya anak-anak rutin tiap pekan. Samin menjadi sebuah candradimuka sebelum mereka melangkah lebih jauh. ’’Kami siapkan di sini dulu sebagai wadah untuk evaluasi dan mengasah percaya diri. Hasilnya sudah sedikit kelihatan. Anak-anak naik panggung sudah bisa bergaya dan tidak canggung,’’ katanya.

Kini dia menggodok sebuah pertunjukan spesial untuk menyambut Hari Jadi Ke-728 Surabaya. ’’Surabaya in Stage Festival 728. Ini merupakan sebuah kolaborasi publik dan warga Gunung Anyar besama Samin,’’ paparnya.


Meimura Dirikan Sanggar untuk Ajak Anak-Anak Berkesenian