Risih Ditanya Soal Pacar, Ditatap dengan Genit Hingga Dituduh LGBT

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Risih Ditanya Soal Pacar, Ditatap dengan Genit Hingga Dituduh LGBT


JawaPos.com – “Sudah punya pacar belum?”, “Kenapa belum punya?, “Mbaknya kan cantik, kok belum punya pacar?” cerita salah seorang pegawai perempuan KPK yang enggan disebutkan namanya, saat ditanya JawaPos.com perihal materi wawancara yang dilakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam rangka tes alih status pegawai KPK menjadi ASN, di Jakarta, Sabtu (8/5).

Tak puas bertanya perihal hal pribadi yang terkesan melecehkan, sang pewawancara laki-laki tersebut kata sang sumber, kembali mengulang-ngulang pertanyaan yang sama kepada sumber internal tersebut, sembari menatap sang sumber dengan mata genit.

“Mbaknya kan cantik, nanti kalau pakai seragam ASN akan tambah cantik lagi,” ucap sang sumber menirukan sang pewawancara.

“Nanti kalau pegawai KPK jadi ASN, kalau misalkan lembaganya bubar kan bisa dipindah ke tempat lain,” imbuh sang sumber menirukan ocehan sang pewawancara yang nggak jelas.

Karena merasa risih akan pertanyaan-pertanyaan tak penting yang tak ada kaitannya dengan tupoksinya dalam dunia pemberantasan korupsi, sumber tersebut pun tak menggubris segala pertanyaan yang menyudutkan itu.

”Doain saja ya pak, semoga saya segera dapat jodoh,” ucap yang sumber saat menjawab pertanyaan dari pewawancara.

Pengalaman pahit lain juga dialami sumber JawaPos.com lain. Dia bercerita jika dirinya merasa kesal dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sang pewawancara karena menyentuh hal privasinya.

“Udah umur 35 kok belum nikah? Masih punya hasrat nggak? Mau jadi istri kedua saya?,” ucap sumber internal KPK tersebut, menceritakan materi wawancara yang diterimanya.

Tak hanya itu, sumber internal kedua tersebut juga semakin kesal ketika dituduh lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual (LGBT) gara-gara belum menikah di usianya yang sudah menginjak kepala tiga.

Dia merasa pertanyaan itu sangat menyudutkan dan terkesan janggal. Dia pun mengeluh mengapa pertanyaan itu harus ditanyakan, karena tugas pokok dan kinerja KPK adalah memberantas korupsi.

“Kalau nikah sama saya mau ya?, dituduh LGBT segala,” cetusnya.

Sementara sumber internal ketiga, yang juga masih lajang juga diajukan pertanyaan yang sama. Namun karena sudah mendengar pertanyaan-pertanyaan hal yang pantas diajukan senior-seniornya yang lebih dulu diwawancarai, dia pun berupaya menepisnya dengan bertanya balik ke sang pewawancara.

“Belum punya pacar. Kenapa bapak mau carikan saya jodoh?,” jawab sang sumber internal kepada sang pewawancara.

Tak menduga ada jawaban yang bertolak belakang, sang pewawancara pun gelagapan.

“Ini kan wawancara tes ASN, bukan biro jodoh!” cetus sumber internal ketiga menirukan kekesalan sang pewawancara.

Baca juga: Kejanggalan Asesmen TWK KPK, Ditanya ‘Kalau Pacaran Ngapain Aja?’

Sejumlah pertanyaan janggal ini lantas mendapat kritik dari berbagai elemen, seperti Aliansi Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) yang mengecam pelaksanaan tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pertanyaan dalam TWK dinilai diwarnai dengan pertanyaan tidak etis yang bernuansa seksis, mengandung bias agama, bias rasisme dan diskriminatif.

Anggota Gerak Perempuan, Jessica menegaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak ada kaitannya dengan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang pegawai KPK. Sehingga tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara.

Menurutnya, pertanyaan seperti tersebut sangat bernuansa seksis. Karena didasari oleh anggapan yang menempatkan perempuan sebatas pada fungsi dan peran organ reproduksinya dan sangat menghakimi privasi dari pegawai KPK tersebut.

“Pertanyaan dan pernyataan yang seksis ini juga menunjukkan buruknya perspektif gender dari aparatur negara. Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 28G (1) 1945 dan amandemennya mengatur setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” tegas Jessica.

Dia menuturkan, tes peralihan pegawai KPK menjadi ASN merupakan salah satu proses untuk menyaring orang-orang yang selama ini kritis terhadap kebijakan pimpinan KPK, bahkan terhadap kebijakan negara yang tidak melindungi KPK untuk membasmi koruptor.

“Hal ini terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi dan menggiring opini peserta,” ungkap Jessica.

Gerak Perempuan sebagai aliansi yang menyuarakan penolakan terhadap kekerasan kepada perempuan, bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual menilai bahwa proses tes peralihan tidak dilakukan secara profesional dan etis, terutama pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, seksis, dan diskriminatif.

“Proses profesional dan terhormat ini tercoreng dengan adanya orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap perempuan pegawai KPK yang menjadi peserta tes,” pungkas Jessica.


Risih Ditanya Soal Pacar, Ditatap dengan Genit Hingga Dituduh LGBT