Perjuangan Ketua LPMK Asemrowo Moch. Widodo dalam Penanganan Covid-19

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Perjuangan Ketua LPMK Asemrowo Moch. Widodo dalam Penanganan Covid-19


Pandemi Covid-19 membuat Moch. Widodo tambah sibuk. Berbagai persoalan ditangani ketua LPMK Kelurahan Asemrowo tersebut. Mulai mengantar jemput orang sakit, menyukseskan vaksinasi, hingga melakukan pemulihan perekonomian keluarga.

SEPTIAN NUR HADI, Surabaya

PAGI-PAGI sekali Widodo sudah berada di halaman kantor Kecamatan Asemrowo. Selasa itu (7/9), Widodo berniat untuk donor darah. Namun, Widodo merasa kecewa. Ketika dicek, petugas memberitahukan tensinya cukup tinggi. Widodo pun belum diperbolehkan donor darah.

”Lagi-lagi gagal. Dokter bilang, saya kurang istirahat dan minum air putih,’’ kata Widodo sambil mengernyitkan dahi. Menurut dia, omongan petugas ada benarnya. Apalagi istirahat malamnya akhir-akhir ini tidak normal lagi. Paling cepat baru bisa tidur di atas pukul 12 malam. Bahkan habis subuh.

Selama ini selain bertugas di LPMK, Widodo bekerja sebagai petugas keamanan di kawasan Kalianak. Saat malam, dia juga kurang tidur. ”Paling setiap hari tidur hanya tiga-empat jam. Karena paginya harus kembali mengecek wilayah,’’ kata pria kelahiran Surabaya, 31 Januari 1974, itu.

Belum lagi dia harus stand by 24 jam. Meskipun sebenarnya tidak diwajibkan oleh pimpinan. Baik itu dari Kelurahan Asemrowo maupun Kecamatan Asemrowo. Itu dilakukan murni atas dorongan hatinya.

Apalagi pada masa pandemi Covid-19, tanggung jawabnya semakin besar. Widodo mengaku terlibat langsung dalam penanganan Covid-19. Sebab, LPMK adalah garda terdepan. Selama ini banyak pelajaran baru dan pengalaman yang tidak bisa dilupakan.

Misalnya, saat lonjakan kasus Covid-19 pertama pada 2020. Ketika itu, ada satu gang di lingkungan kerjanya yang terpapar Covid-19. Warga kompak tidak mau dievakuasi ke rumah sakit. Aksi protes dari warga pun terjadi. Pihak kelurahan, kecamatan, puskesmas, dan Polsek Asemrowo sempat kewalahan.

Karena merasa paling dekat dengan masyarakat, Widodo harus terjun ke lapangan. Meskipun lokasi tersebut berstatus zona merah. Ketika itu, Widodo belum pernah kontak langsung dengan penderita. Tapi, Widodo tak punya pilihan.

Menggunakan hazmat atau alat pelindung diri (APD), Widodo masuk ke kawasan zona merah tersebut. Negosiasi tercipta. Bermula membujuk tokoh masyarakat di wilayah tersebut.

Kebetulan tokoh agama itu pun terpapar Covid-19 dan menolak dievakuasi. Alhasil, warga yang lain ikut menolak. Edukasi terhadap penanganan Covid-19 diberikan. Intinya, warga bisa nurut.

Untuk memastikan proses evakuasi, Widodo langsung mengantarkan pasien ke rumah sakit. Menggotongnya, lalu memasangkan oksigen kepada pasien. Kemudian, dia menyemprot disinfektan ke rumah atau lingkungan berstatus zona merah. ”Selama puskesmas buka 24 jam, secara otomatis kami mengikutinya,’’ ucap dia.

Alhasil, Widodo absen dari pekerjaannya demi membantu puskesmas. Beruntung, pihak perusahaan tempatnya bekerja bisa mengerti. Walaupun tetap ada konsekuensinya. Yaitu, pemotongan upah.

Apalagi Widodo hanya pekerja lepas yang dibayar sesuai dengan jam kerja. Kalau enggak masuk, secara otomatis hari itu Widodo tidak mendapatkan bayaran. Tetapi, Widodo yakin rezeki tidak akan tertukar.

Selain penanganan pasien, vaksinasi menjadi permasalahan serius di Kelurahan Asemrowo. Sangat banyak warga yang menolak dengan berbagai alasan. Misalnya, takut dengan jarum suntik dan tidak percaya dengan korona.

Ditambah lagi, mereka telah termakan informasi hoax. Yakni, diisukan vaksin dapat menimbulkan efek negatif. Mulai badan menjadi lemah, kelumpuhan, hingga kematian. Akibatnya, warga semakin takut divaksin.


Perjuangan Ketua LPMK Asemrowo Moch. Widodo dalam Penanganan Covid-19