Laga PSG versus Bayern adalah Penghapusan Stigma Liga Para Petani

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Laga PSG versus Bayern adalah Penghapusan Stigma Liga Para Petani


JawaPos.com – Final Liga Champions 2019–2020 bakal dihelat pada Senin dini hari (24/8). Tampilnya Paris Saint-Germain (PSG) dan Bayern Muenchen dalam partai puncak di Estadio da Luz pun memunculkan opini negatif.

Yakni, dua klub tersebut bukan representasi wakil dari liga kompetitif.

Di antara lima liga elite Eropa, Ligue 1 (Prancis) yang diikuti PSG maupun Bundesliga (Jerman) sebagai kompetisi reguler Bayern tidak sekompetitif Premier League di Inggris maupun La Liga Spanyol.

Bersama Serie A yang didominasi Juventus dalam sembilan musim terakhir, PSG di Ligue 1 dan Bayern (Bundesliga) diolok-olok sebagai juara dari Farmers League.

Sebutan itu awalnya muncul untuk mengejek sebuah liga dengan para pemain yang pekerjaan utamanya dari pagi sampai siang adalah bertani, lalu bermain sepak bola pada sore atau malam hari hanya untuk bersenang-senang. Bukan untuk berkompetisi atau menjadi juara.

Farmers League juga dianggap sebagai liga yang hanya bisa menjual pemain dengan banderol mahal ke liga elite lainnya. Ligue 1 dan Bundesliga memang identik dengan kondisi tersebut.

”PSG dan Bayern, juga Juventus, telah membuat liga mereka masing-masing menjadi Farmers League sekaligus membosankan karena membuat kompetisi tidak lagi kompetitif,” tulis Daily Mail.

Musim ini Les Parisiens –julukan PSG– memenangi Ligue 1 kali ketujuh dalam delapan musim terakhir. Hanya AS Monaco yang menjadi ”cameo” dalam musim 2016–2017.

Sementara itu, di Bundesliga Bayern malah tak tertandingi dalam delapan musim terakhir. Bahkan, Der FCB –julukan Bayern– sukses melesakkan 100 gol dalam 34 spieltag. Rekor gol terbanyak kali pertama sejak Bayern dengan 101 gol pada musim 1971–1972.

Namun, seiring semifinal Liga Champions musim ini juga menempatkan RB Leipzig (Bundesliga) dan Olympique Lyon (Ligue 1), predikat Farmers League berjaya di Liga Champions musim ini telah mendapat penyangkalan.

”Bundesliga makin kompetitif karena kami tidak hanya bersaing dengan BVB (Borussia Dortmund), melainkan juga (RB) Leipzig,” kata Hasan Salihamidzic, direktur olahraga Bayern, seperti dilansir Sport 1.

”Bayern bisa dominan karena konsistensi. Itulah yang tidak dimiliki klub-klub yang pernah menjadi saingan Bayern ketika saya masih bermain (Schalke 04, Bayer Leverkusen, Werder Bremen, maupun VfB Stuttgart yang musim ini promosi lagi ke Bundesliga, Red),” imbuh mantan gelandang Bayern (periode 1998–2007) itu.

Striker PSG Kylian Mbappe sebelumnya juga melakukan serangan balik terhadap kritik bahwa klubnya hanya jagoan di ajang domestik. Musim ini PSG sukses menyapu bersih empat gelar di Prancis (Ligue 1, Coupe de France, Coupe de la Ligue, Trophee des Champions) dan bakal lebih sempurna dengan trofi juara Liga Champions. ”Ini adalah final (Liga Champions) pertama yang tidak akan kami sia-siakan,” ucap Mbappe di laman resmi klub.

Memiliki skuad mahal, memang sudah saatnya PSG berjaya di Eropa. Sebab, sebelumnya hanya ada satu tim Ligue 1 yang pernah juara Liga Champions. Yakni, Olympique Marseille pada 1992–1993.

Tiga klub lainnya hanya jadi penggembira di laga puncak. Yakni, Stade Reims (1955–1956 dan 1958–1959), Saint-Etienne (1975–1976), dan AS Monaco (2003–2004).

Di sisi lain, ada pendapat yang menyebutkan bahwa Premier League maupun La Liga sejatinya juga Farmers League. Hanya kadarnya yang beda. Lantas, liga negara mana di Eropa yang memiliki persaingan sehat? Albania (Kategoria Superiore) dan Georgia (Erovnuli Liga) bisa jadi rujukan.

Liga mereka bukan yang top, tetapi selalu memiliki juara berbeda dalam empat musim terakhir. KF Tirana, Partizani Tirana, KF Skenderbeu, dan FK Kukesi di Albania. Lalu, Dinamo Tbilisi, Saburtalo Tbilisi, Torpedo Kutaisi, dan FC Samtredia di Georgia.


Laga PSG versus Bayern adalah Penghapusan Stigma Liga Para Petani