RI Beli 200 Juta Dosis Vaksin Pfizer dan AstraZeneca

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

RI Beli 200 Juta Dosis Vaksin Pfizer dan AstraZeneca


JawaPos.com – Pemerintah kian mematangkan skema vaksinasi. Sesuai dengan skenario awal, 1,3 juta tenaga kesehatan (nakes) tetap menjadi sasaran utama vaksinasi tahun depan.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memaparkan, ada lima jalur pengadaan vaksin yang sudah ditempuh.

Empat jalur di antaranya bersifat bilateral dan satu jalur multilateral. Untuk empat vaksin bilateral, pemerintah sudah menandatangani kontrak dengan Sinovac sebesar 125 juta dosis dan memiliki opsi menambah lagi. Kemudian, pemerintah juga telah menandatangani kontrak dengan Novavax Amerika Serikat untuk 130 juta dosis. Perinciannya, 50 juta dosis sudah firm dan 80 juta dosis opsi.

Dalam waktu dekat, Indonesia juga menandatangani kontrak dengan AstraZeneca untuk 100 juta dosis vaksin. Sebagian sudah firm dan sisanya opsi. ’’Kita juga akan tanda tangan kontrak dengan BioNTech-Pfizer untuk 100 juta dosis vaksin. Sebanyak 50 juta dosis firm dan sisanya opsi,” papar alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Budi menjelaskan, keterangan opsi dalam kontrak dengan supplier vaksin disebabkan adanya kerja sama multilateral antara pemerintah dan GAVI yang merupakan bagian dari WHO. Dari kerja sama itu, Indonesia bakal memperoleh vaksin gratis. Hanya, hingga saat ini belum ada angka pasti mengenai besaran vaksin yang akan diberikan pada Indonesia. Yang jelas, kisarannya antara 3 persen dari jumlah populasi (16 juta dosis) sampai 20 persen dari populasi (100 juta dosis). ”Angkanya masih terus bergerak,” ujarnya.

Karena itu, dibutuhkan vaksin dengan kondisi opsi dari supplier. Tujuannya, ketika jatah vaksin dari GAVI sudah cukup, Indonesia tidak perlu membeli lagi. Namun, jika vaksin dari GAVI belum bisa terkirim sesuai dengan jadwal, Indonesia sudah mengamankan suplai dari perusahaan-perusahaan farmasi tersebut secara bilateral. Secara total, bisa disimpulkan bahwa Indonesia sudah mengamankan sekitar 330 juta vaksin yang terkonfirmasi dan 330 juta dosis dengan opsi. Seluruhnya datang bertahap, mulai Desember 2020 hingga 2021. ”Sudah sekitar 660 juta. Namun, kita juga perlu lihat nanti kalau ada beberapa sumber yang kemudian gagal di uji klinis atau faktor kesulitan lainnya,” tuturnya.

Selanjutnya, Menkes sudah berkoordinasi dengan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) mengenai tahapan vaksinasi. Sebagaimana yang disampaikan di awal, vaksinasi pertama akan diprioritaskan kepada tenaga kesehatan. Dari catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), setidaknya ada 1,3 juta nakes di 34 provinsi. ”Rencananya diselesaikan dalam waktu 1–3 bulan secara serentak,” ungkapnya.

Mengenai mutasi virus Covid-19 B117, Budi membenarkan bahwa mutasi virus itu terbukti lebih mudah menular. Meski begitu, tidak terbukti lebih parah. ”Virus ini sudah terbukti bisa dideteksi dengan alat deteksi saat ini, mulai rapid antigen atau PCR,” ungkapnya.

Varian baru mutasi virus Covid-19 B117 atau dengan register SARS-CoV-2 VUI 202012/01 tersebut diprediksi bakal menggantikan seluruh varian virus di Inggris pada pertengahan Januari 2020. Saat ini persebaran varian baru itu kian meluas.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Dr Zubairi Djoerban mengungkapkan bahwa varian tersebut menular jauh lebih cepat 71 persen dibandingkan varian lama. ”Namun, para ahli amat sangat yakin bahwa memang virus B117 ini amat sangat mudah menular, tapi tidak lebih mematikan,” jelasnya kemarin.

Baca juga: Pemerintah Mulai Awasi Varian Baru Virus Covid

Zubairi menyebutkan, persebaran virus itu sangat cepat. Dalam dua minggu ke depan atau sekitar pertengahan Januari, diperkirakan 90 persen kasus infeksi Covid-19 di Inggris bakal tergantikan dengan varian ini. Sementara itu, varian lama akan tinggal 10 persennya saja. ”Waktu persebaran virus ini begitu cepat. Bayangkan, hanya butuh dua minggu saja,” paparnya.

Selain di Inggris, virus tersebut dilaporkan terdeteksi di Belanda, Australia, Afrika Selatan, Denmark, Italia, Islandia, serta Singapura. Saat diumumkan kali pertama di Inggris pada 13 Desember lalu, sudah ada 1.108 kasus infeksi varian baru ini.

Baca juga: Saran Pengamat Kesehatan untuk Menkes Budi Gunadi

Zubairi menjelaskan bahwa virus Covid-19 akan bermutasi dari waktu ke waktu. Mutasi itu melibatkan perubahan asam amino dan melakukan tiga delesi (deletion). ”Salah satu delesi mutasi terpenting, yakni N501Y, memengaruhi banyak hal, termasuk domain receptor binding. Ini memengaruhi penularan,” ujarnya.

PCR, kata Zubairi, tetap mampu mendeteksi virus tersebut. Awalnya PCR bisa mendeteksi tiga bagian (gene) dari virus. ”Kalau virus diibaratkan manusia, ada kepalanya, bajunya, dan kakinya. Virusnya sekarang ganti baju, tapi tetap bisa terdeteksi kepala dan kakinya,” papar dia.

Baca juga: Hasil Injeksi Pertama, Vaksin AstraZeneca Diklaim Manjur Cegah Korona

Soal keampuhan vaksin, Zubairi menerangkan, hampir pasti vaksin masih bisa mempan terhadap varian baru ini. Pada dasarnya vaksinasi menciptakan kekebalan di banyak tempat, sementara varian virus yang baru ini membatalkan kekebalan di satu tempat saja.

Vaksinolog dan spesialis penyakit dalam Dirga Sakti Rambe menyatakan bahwa mutasi merupakan sifat alami dari virus. ”Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus-menerus, kita harus meminimalkan atau menghentikan persebaran penyakit,” katanya.

Baca juga: Ketahui Kandungan 2 Vaksin Covid-19 yang Manjur di Dunia

Dirga menambahkan bahwa vaksin Covid-19 tergolong dalam jenis vaksin mati. Artinya, vaksin diberikan kepada tubuh dengan risiko nol atau tidak ada risiko yang mengakibatkan penyakit. ”Jadi, tidak mungkin ada orang setelah divaksin malah menjadi sakit Covid-19. Itulah keunggulan dari vaksin mati,” ujarnya.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 


RI Beli 200 Juta Dosis Vaksin Pfizer dan AstraZeneca