Polsek Bubutan Ajak Warga Tertib Aturan Melalui Film Pendek

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Polsek Bubutan Ajak Warga Tertib Aturan Melalui Film Pendek


Petugas Polsek Bubutan mempunyai tugas baru saat Ramadan. Selain mengamankan wilayah, mereka dituntut berakting dalam film pendek. Terobosan baru itu bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat.

SEPTIAN NUR HADI, Surabaya

SEBANYAK lima film dokumenter berhasil diciptakan. Yaitu, berjudul Tarawih, Tawuran, Ta’olle Toron, Warga Keluar Masuk Bubutan Wajib Didata, serta Pekerja Migran Wajib Swab dan Karantina.

Lima film itu dibuat dalam waktu sebulan. Film pendek tersebut berdurasi tiga hingga lima menit. Pemeran utama dipegang petugas Bhabinkamtibnas Polsek Bubutan Bripka Sugeng. Pemain pendukungnya adalah warga Kampung Maspati.

Seluruh film memiliki pesan yang berbeda. Film berjudul Tawuran misalnya.

Video berdurasi tiga menit itu menceritakan sekelompok pemuda hendak tawuran. Aksi tawuran dipicu judi balap liar sepeda pancal yang merebak. Merasa sakit hati, salah satu kubu membawa senjata tajam. Mereka berniat menyerang musuhnya.

Di tengah jalan, aksi itu diketahui salah seorang warga bernama Budi. Seorang diri, Budi berusaha menggagalkan tawuran tersebut. Namun, akibat kalah jumlah, usahanya tidak berhasil. Budi justru mendapatkan ancaman dari sekelompok pemuda tersebut. Budi akan dianiaya apabila berani menghalangi mereka tawuran.

Budi lantas mengubungi polisi melalui aplikasi Jogo Suroboyo. Tidak berselang lama, Bripka Sugeng datang. Mengenakan seragam polisi dan topi kompeni, Sugeng datang dengan menggowes sepeda.

Sugeng tidak sendirian, tetapi mengajak orang tua pemuda yang akan tawuran itu. Sang ibu membawa peralatan rumah tangga. Yakni, sapu, gayung, dan penggorengan. Kedatangan sang ibu membuat nyali mereka ciut. Akhirnya, sekelompok pemuda tersebut pulang ke rumah. Belum cukup, sepanjang jalan orang tua juga mengomeli dan menjewer telinga para pemuda itu.

Sugeng menjelaskan, film berjudul Tawuran tersebut memiliki pesan pentingnya peran orang tua terhadap perilaku anak. Sebab, selain terpengaruh oleh pergaulan, mereka bersikap negatif akibat kurangnya pengawasan dari orang tua. Seharusnya, pada malam hari mereka yang masih berusia di bawah umur berada di rumah. Belajar atau beristirahat.

Bukan malah keluyuran tidak jelas di luar. Akibatnya seperti itu. Mereka mengisi waktu luang dengan kegiatan negatif. Salah satunya melakukan tawuran. ”Dalam film itu, warga dilibatkan langsung. Sehingga pesan dalam film tersebut bisa langsung tersampaikan,” kata Sugeng.

Pria kelahiran Ngawi, 16 Agustus 1977, tersebut tidak pernah menyangka bisa bermain film. Meskipun hanya berdurasi tiga hingga lima menit. Namun bagi Sugeng, itu merupakan pengalaman luar biasa. Sebab, baru pertama dilakukannya.

Menghafal skrip dan pendalaman peran menjadi tantangan terberat baginya. Apalagi Sugeng tidak begitu familier dengan kamera. ”Jadi, awal-awal suka sering ngelihat ke kamera. Padahal, enggak boleh,” ujarnya, lantas tertawa.

Belum lagi, akting para warga tidak kalah hancur. Akibatnya, sering dilakukan take ulang. Video yang hanya berdurasi tiga hingga lima menit itu baru bisa diselesaikan dalam satu hingga dua jam.

Namun di balik tantangan tersebut, beberapa capaian didapat. Selain mengerti dunia akting, Sugeng bisa lebih dekat dengan masyarakat. Kemudian secara tidak langsung, warga menerapkan pesan yang disampaikan dalam film tersebut.

Misalnya, lebih mengawasi perilaku sang anak. Selama Ramadan, Sugeng mengklaim tingkat kriminalitas di wilayah hukum Polsek Bubutan berkurang. Aksi tawuran kelompok pemuda dan balap liar sepeda pancal berhasil ditekan. ”Tanpa diminta, mereka (orang tua) lebih mengawasi sikap anak masing-masing,” ujarnya.

Pembuatan film tidak dapat berjalan tanpa adanya campur tangan Kapolsek Bubutan Kompol Chris Manapa. Alumnus Akademi Polisi 2009 itu mengatakan, ide pembuatan video pendek tersebut berawal dari peristiwa yang tengah terjadi di Surabaya.

Menjelang Lebaran, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan baru. Larangan mudik misalnya. Selain memberikan sosialisasi langsung, seluruh peraturan lengkap tertulis pada banner atau spanduk yang terpasang di sepanjang ruas jalan protokol.

Meski langkah pemerintah dinilai baik, Chris menilai agar pesan tersebut lebih cepat tersampaikan kepada warga, pihaknya perlu melakukan improvisasi. Salah satunya mengimplementasikan penyampaian aturan dalam bentuk visual.

Ide pembuatan video pendek pun tercetus. Agar lebih menarik dan tidak membosankan, unsur komedi dimasukkan dalam film tersebut. Namun, pesan yang akan disampaikan kepada penonton tidak berkurang.

Petugas bhabinkamtibnas ditunjuk sebagai pemeran utama. Alasannya ingin lebih menonjolkan kinerja bhabinkamtibnas kepada masyarakat. Dari seluruh unit jajaran, menurut dia, bhabinkamtibnas merupakan petugas kepolisian yang paling dekat dengan masyarakat.

Jika ada masalah, merekalah (bhabinkamtibnas) yang terjun langsung ke lokasi kejadian. Mereka juga dituntut harus bisa menyelesaikan seluruh masalah di lingkungan masyarakat. ”Ingin menonjolkan peran bhabinkamtibnas untuk masyarakat,” ucap dia.

Chris menjelaskan, komunitas Warmob dan warga Kecamatan Bubutan dilibatkan dalam pembuatan film pendek itu. Selain melatih kreativitas, keterlibatan mereka bertujuan untuk mendukung seluruh program Polsek Bubutan.

Yaitu, menciptakan lingkungan kondusif di Kecamatan Bubutan. Selama Ramadan sebanyak lima film telah dibuat. Tema atau cerita yang diangkat terkait peristiwa yang tengah terjadi di Surabaya.

Misalnya, balap sepeda pancal berujung tawuran. Lalu, larangan mudik. Kemudian, salat Tarawih. Warga pendatang wajib melapor kepada pengurus RT dan RW. Terakhir, para pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru datang dari luar negeri harus menjalani tes usap dan karantina mandiri selama lima hari. Setelah itu, mereka baru diperbolehkan pulang ke rumah. ”Lalu, seluruh film harus menonjolkan Suroboyoan,” ucap pria kelahiran Kupang, 2 Maret 1983, itu.

Karena pembuatan film di Kota Pahlawan, bahasanya menggunakan bahasa Suroboyoan. Begitu pula pemilihan lokasi pengambilan gambar. Harus menampilkan ciri khas atau identitas Surabaya. Contohnya, Kampung Maspati, lalu gedung DPRD Provinsi Jawa Timur serta Tugu Pahlawan dan Museum 10 November.

Mantan Kapolsek Sukomanunggal itu menargetkan untuk membuat satu film setiap minggu. Agar dapat disaksikan oleh masyarakat, film diunggah ke media sosial. Misalnya, Instagram, Facebook, dan YouTube.

Baca Juga: Anggota Polres Gresik Aiptu Bambang, Sudah 25 Tahun Tidak Pernah Mudik

Dalam hal ini, Chris lebih berperan di balik layar. Di antaranya, penentuan tema atau cerita. Lalu, pembuatan skrip dan pengecekan hasil editing. ”Kepikiran untuk ikut main sih ada. Tapi, kayaknya belum dalam waktu dekat,” ucap dia.

Saat ini Chris hanya fokus menyuksuseskan inovasinya dan menonjolkan peran petugas bhabinkamtibnas kepada seluruh masyarakat.


Polsek Bubutan Ajak Warga Tertib Aturan Melalui Film Pendek