Pada Mulanya Adalah Panci

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Pada Mulanya Adalah Panci


JawaPos.com – Sitok Srengenge menghadirkan karya-karya terbarunya dalam pameran bertajuk Malih Rupa. Pameran di Jiwa Jawi, Yogyakarta, ini menampilkan 22 lukisan seri alumunium karya-karya anyar Sitok hingga 22 September 2020. Malih Rupa terbuka untuk umum dengan penerapan protokol Covid-19.

Malih Rupa tidak lepas dari inspirasi Sitok kala mendapati sebuah panci alumunium bekas yang teronggok di antara rumpun empon-empon dan kembang perdu liar. Saat itu dia berada di tengah perkabungan kepergian kakaknya di Blora pada 2017. Saat para pelayat berdatangan dan berkhidmat, sementara di dapur padat oleh kesibukan masak memasak; Sitok melihat panci alumunium bekas yang telah kumal, renyuk dan rongsok.

Wujud panci bekas itu memancing asosiasinya tentang lapisan batuan, bukit, tebing cadas, hingga liuk lembah dan rongga-rongga gua bawah tanah. ’’Semua itu mengingatkan pada lukisan-lukisan bertekstur yang telah saya buat,’’ terang Sitok dalam catatan pamerannya.  Terutama pada tekstur tipis pada sebagian lukisan seri Chaosmos atau pada tekstur tebal di hampir seluruh seri Soulscape yang semuanya dipamerkan di Langit Art Space, Yogyakarta pada 2017 lalu.

Sitok membutuhkan waktu untuk menguji wujud inspirasi dan gagasan yang didapatnya dari panci alumunium bekas itu. Mula-mula, dia menciptakan dua lukisan berukuran 200 x 250 cm yang memanfaatkan alumunium bekas sebagai medianya. Keduanya menjadi medan eksplorasi dan percobaan Sitok untuk menguji bagaimana alumunium dapat menyatu dengan unsur-unsur lain yang membangun karya. Dua karya itu lantas sengaja Sitok diamkan sambil terus dia amati.

Pengamatan pada dua karya itu Sitok lakukan selama hampir tiga tahun. Proses ini bersamaan dengan keasyikan Sitok menelisik wacana deskilled art yang disuarakan seniman Australia, Ian Burn. ’’Bagi saya gagasan itu sungguh menarik,’’ kata Sitok. Meminjam konsep dalam Sosiologi, gagasan ini percaya pada kebebasan kreator lepas dari kebakuan konvensi penciptaan sebuah karya, baik dalam hal teknis maupun pilihan media.

’’Malih Rupa mencoba menawarkan pemaknaan kembali atas yang silam, termasuk yang usang dan terbuang dengan perwujudan baru,’’ terang Sitok. Karya-karya dalam pameran ini semuanya menampilkan alumunium bekas sebagai bagian penting. Semuanya berasal dari perkakas alumunium yang lazim ditemukan dalam keseharian seperti saringan penggorengan, dandang, cerek, wajan, panci, dan lain-lain.

Butuh tenaga ekstra untuk mengumpulkan perkakas bekas itu dari bedeng-bedeng penampung rongsokan. Maklum, alumunium bekas dalam bentuk apa pun selalu menjadi komoditas primadona di perdagangan barang rongsok. Sitok mau tak mau harus bersaing dengan para bos rombengan yang selalu cekatan membidik alumunium.

Berangkat dari barang bekas pakai, Malih Rupa tidak menunjukkan bentuk-bentuk karya yang berada di jalan seni objek temuan. Tidak ada wujud perkakas berbahan alumunium bekas yang muncul dalam Malih Rupa. Semuanya telah menjadi bidang datar dengan unsur-unsur lain seperti cat hingga korosi yang kuat secara visual. Pameran ini menunjukkan bagaimana perubahan wujud dari yang telah silam, tak terpakai, bekas, dan berkerumuk; saat dikelola dengan beragam unsur dapat menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda serta baru. (tir)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Pada Mulanya Adalah Panci