Kaleidoskop 2020: Jabodetabek Dilanda Banjir Pada Awal Tahun

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kaleidoskop 2020: Jabodetabek Dilanda Banjir Pada Awal Tahun


JawaPos.com – Awal tahun 2020 menjadi pembukaan yang kelam bagi warga DKI Jakarta. Usai pesta pora merayakan pergantian tahun dari 2019 ke 2020, banjir besar melanda hampir di seluruh wilayah Jakarta. Tak hanya itu, korban jiwa pun banyak berjatuhan.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan yang terjadi pada 1 Januari 2020 merupakan yang tertinggi pernah terjadi di Jakarta. Berdasarkan pemantauan di Lanud Halim Perdanakusuma,  Jakarta Timur, curah hujan mencapai 377 milimeter. Sebelumnya angka tertinggi terjadi pada 2007 mencapai 345 milimeter.

Pada hari pertama banjir, dilaporkan sudah 19 ribu orang lebih mengungsi akibat banjir ini. “Kita per jam 4 sore ini ada 19.079 pengungsi yang dikelola di tempat-tempat pengungsian di seluruh Jakarta,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Monas, Jakarta Pusat, Rabu (1/1).

Para pengungsi ini tercatat berdatangan sejak malam hari ketika hujan deras mengguyur ibu kota. Bagi mereka yang berada di pengungsian, Anies memastikan akan memberikan fasilitas kesehatan, obat-obatan, tenaga medis, makanan, minuman dan kebutuhan lainnya.

Anies memastikan, prioritas utama Pemprov DKI yaitu keselamatan korban banjir. Dia tidak mau korban jiwa kembali terus bertambah akibat bencana alam ini.

“Per sore ini ada 4 konfirm meninggal, 2 di Jakarta Timur, 1 di Jakarta Pusat, dan 1 di Jakarta Selatan. Mudah-mudahan angkanya tidak bertambah. Kita memastikan seluruh tim medis bekerja disemua kawasan,” tegas Anies.

Jelang malam hari, BPBD DKI Jakarta melaporkan jumlah pengungsi kembali melonjak menembus 31.232 orang. Pengungsi terbanyak tercatat di Jakarta Timur. Yakni berjumlah 13.516 orang. Mereka berasal dari 65 kelurahan di 10 kecamatan. Untuk wilayah Jakarta Timur disediakan 99 posko pengungsian.

Butuh sepekan untuk untuk membuat seluruh banjir di Jakarta surut. Dari 5 kota administrasi, seluruh genangan dipastikan sudah surut, hanya menyisakan lumpur-lumpur bekas banjir yang masih mengotori rumah warga.

“Sudah tidak ada banjir tapi masih ada pengungsi karena rumahnya masih dibersihkan,” kata Kapusdatin BPBD DKI Jakarta M Ridwan kepada wartawan, Rabu (8/1).

Kondisi ini didapat berdasarkan pantauan BPBD DKI Jakarta pada 8 Januari 2020 pukul 06.00 WIB. Semanan, Jakarta Barat menjadi wilayah yang paling terakhir surut. Kondisi ini tentu menjadi catatan khsusus karena membutuhkan waktu 1 pekan untuk menghilangkan genangan air di wilayah tersebut.

Ridwan mengatakan, saat ini warga yang masih mengungsi diakibatkan kondisi rumahnya yang belum seutuhnya bersih. Oleh karena itu mereka berada di pengungsian hanya sebatas untuk istirahat. Sedangkan pada siang hari mereka kembali ke rumahnya untuk membersihkan sisa-sisa banjir.

“Total pemgungsi yang masih bertahan 666 jiwa. 602 jiwa di Jakarta Barat, dan 64 jiwa di Jakarta Timur,” tambah Ridwan.

Akibat banjir Jakarta ini, 67 orang dilaporkan tewas. Penyebabnya beraneka ragam. Seperti hanyut, tenggelam, tersengat listrik, dan lain sebagainya. Secara menyeluruh, lebih dari 300 kecamatan terendam oleh bencana kali ini.

Berdasarkan perhitungan DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta banjir ini menimbulkan kerugian fantastis bagi para pelaku usaha. Aktivitas bisnis terpantau banyak yang mengalami lumpuh total. Dampaknya lonjakan perputaran uang yang diprediksi terjadi selama libur tahun baru malah lesu.

“Banjir yang tergolong diluar perkiraan ini sangat memukul pelaku usaha diberbagai sector seperti Ritel, restoran, pelaku UMKM, pengelola destinasi wisata, pengelola taxi, grab dan gojek. Kerugian transaksi atau perputaran uang diperkirakan mencapai triliunan,” kata DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Situmorang dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1).

Sarman menjelaskan, dari sektor riter diperkirakan ada 400 toko yang terdampak banjir. Dalam hitungannya, jika satu toko memiliki pelanggan sekitar 100 orang dikali 400 toko maka jumlah pelanggan 40.000. Dengan asumsi belanja rata-rata Rp 250 ribu, maka kerugian mencapai  Rp 10 miliar per hari. Angka tersebut belum  termasuk toko ritel yang berada di dalam mal dan pasar tradisional.

Untuk pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta ada sekitar 82 unit dengan rata rata jumlah pengunjung saat libur tahun baru mencapai 5.000 orang. Dengan asumsi belanja makan dan minum minimal Rp 200 ribu, maka transaksi Rp 82 miliar.

“Jika pengunjung turun sekitar 50 persen maka kerugian transaksi mencapai Rp 41 miliar,” tambah Sarman.

Sedangkan berdasarkan data dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia DKI Jakarta, terdapat 28 Pasar tradisional yang terkena imbas banjir dengan jumlah pedagang sebanyak 250 per pasar, total pedagang 7.000 pedagang. Jika rata rata penjualan sekitar Rp 500 ribu per pedagang, maka kerugian transaksi mencapai Rp 3,5 miliar.

Sekitar 7.000 pedagang tradisional diperkirakan kehilangan barang dagangannya. Jika dirata-ratakan saru pedagang rugi Rp 10 juta maka kerugian mencapai Rp 70 miliar. Serta berbagai sarana prasarana di beberapa pusat perbelanjaan yang masih sulit mendapatkan datanya.

Sektor pariwisata juga mengalami kerugian signifikam. 5 destinasi unggulan seperti Ancol, Kota tua, Monas, TMII, Kebun Binatang Ragunan turun drastis sekitar 50 – 70 persen. Asumsinya sebagai berikut.

Untuk Ancol Sarman memperkirakan kerugian mencapai Rp 15,5 miliar. Kota Tua Rp 3, 46 miliar; Monas Rp 10,2 miliar; TMMI 3,15 miliar; dan Kebun Binatang Ragunan Rp 5,4 miliar. Kerugian juga menimpa pengusaha restoran. Dengan jumlah outlate sebanyak 3.957 unit, penurunan omzet rata-rata terjadi 50 persen. Jika setiap restoran memiliki transaksi minimal Rp 2 juta, maka kerugian mencapai Rp 7,9 miliar.

Dari segi transportasi, baik angkutan konvensional maupun angkutan online  mengalami penurunan omzet mencapai 70 persen. Asumsunya, jumlah taksi online di Jabodetabek mencapai 36 ribu kenderaan, jika omzet menurun rata rata Rp 100 ribu, maka kerugian mencapai Rp 3,6 miliar. Sedangkan jumlah  ojek online di Jabodetabek mencapai 1.250.000 pengemudi. Jika omzet turun menjadi rata rata Rp 25 ribu, maka kerugian transaksi mencapai Rp 31,25 miliar.

Kerugian ini belum termasuk kerugian yang dialami langsung pelaku usaha seperti 1.500 unit taxi yang terendam. Jika dirata-ratakan harga 1 unit kendaraan Rp 200 juta maka kerugian mencapai 300 Rp miliar.

Jika dijumlahkan secara keseluruhan, kerugian transaksi dari sisi perputaran uang akibat banjir ekstrim 2020 bisa mencapai sebesar Rp 135 miliar per hari. Maka dalam 5 hari banjir terjadi kerugian yang timbul mencapai Rp 675,27 miliar.

“Jika ditambah dengan kerugian langsung taxi dan pedagang pasar sekitar Rp 370 miliiar, perkiraan kerugian mencapai Rp 1,045 triliun,” pungkas Sarman.

Sebulan lebih setelah banjir surut, tepatnya 25 Februari 2020 wilayah Jabotabek khususnya Jakarta kembali dilanda banjir, namun tidak sebesar banjir awal tahun. Berdasarkan data Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Rabu (26/2) pukul 11.00 WIB, pengungsi tercatat sebanyak 19.901 jiwa, atau 5.954 KK.

“Pusdalop BNPB mencatat lebih dari 19 ribu warga Jabodetabek mengungsi akibat banjir beberapa waktu lalu,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB,” Agus Wibowo.

Jumlah tersebut tersebar di 214 kelurahan dan desa seluruh Jabodetabek. Jumlah wilayah terdampak tertinggi terjadi di Jakarta Timur. Mereka mengungsi di 89 titik pos pengungsi.

Pusdalops BNPB mengidentifikasi 11 kabupaten dan kota Jabodetabek terdampak, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kota Tangeran Selatan dan Kabupaten Karawang.

“Banjir yang terjadi di wilayah tersebut berdampak pada 74.452 jiwa atau 22.405 KK,” imbuh Agus.

Dengan rincian Kabupaten Karawang 43.840 jiwa (14.376 KK), Jakata Timur 24.676 jiwa (6.131 KK), Kota Tangerang 2.574 jiwa (982 KK), Kota Tangerang Selatan 2.380 jiwa (14.376 KK), Jakata Utara 888 jiwa (255 KK) dan Jakarta Barat 94 jiwa (16 KK).

Ketinggian air di wilayah terdampak masih beragam. Bersikiar antara 5 – 100 cm. “Terkait dengan jumlah korban meninggal dunia dan hilang, Pusdalops BNPB mencatat korban jiwa 5 orang dan hilang 3 orang,” pungkas Agus.

Korban meninggal terdiri dari, Kota Bekasi 1 orang, Jakarta Timur 1, Jakarta Barat 1 dan Kota Tangerang Selatan 1, sedangkan hilang Kota Bekasi 2 dan Tangsel 1. Tim gabungan di wilayah Kota Bekasi masih terus mencari korban hilang tersebut.


Kaleidoskop 2020: Jabodetabek Dilanda Banjir Pada Awal Tahun