Kebutuhan Pembelajaran Tatap Muka dan Tantangan Pandemi

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Kebutuhan Pembelajaran Tatap Muka dan Tantangan Pandemi


Tingginya kasus Covid-19 dan munculnya varian virus baru membayangi rencana sekolah tatap muka Juli mendatang. Hari Pendidikan Nasional jadi momentum memantapkan strategi pembelajaran di tengah pandemi.

POPON Siti Latipah kerap merasa bersalah terhadap putrinya, Bian Salasa, 9. Dia merasa tak bisa membantu Bian belajar dari rumah secara optimal. Popon dan suami, Irvan Arimansyah, 34, merupakan pasangan tunanetra yang dikaruniai anak dengan kondisi mata yang sehat. ”Saya takut dia (Bian) malah tertinggal karena tidak optimal belajar dari rumahnya,” ujarnya saat ditemui di rumahnya Rabu lalu (28/4).

Perempuan 34 tahun itu begitu ingin bisa mendampingi putrinya mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, dia juga menyadari keterbatasannya.

Saat mengajari matematika, misalnya. Alumnus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu bukan tak mengerti angka-angka atau jenis penjumlahan hingga perkalian. Namun, dia kerap kesulitan bila harus memerinci tahapan perkalian dengan cara disusun ke bawah.

Begitu pula pelajaran agama Islam. Khususnya ketika harus menulis huruf Arab.

SEMANGAT DALAM KETERBATASAN: Popon Siti Latipah mendampingi Bian mengikuti pembelajaran di rumahnya di Bandung. (HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS)

”Dulu juga saya waktu kelas tiga belum belajar banget kan soal menulis huruf Arab. Jadi, bener-bener nggak tahu gambarannya seperti apa,” ungkap Popon yang memang tidak terlahir sebagai tunanetra. Saat duduk di kelas III, matanya terkena hantaman benda keras. Saat kelas IV, Popon mengalami buta total sehingga mengharuskannya pindah ke sekolah luar biasa (SLB).

Perasaan bersalah itu kian menjadi saat dia tak bisa membantu mengarahkan Bian memfoto atau merekam tugasnya. Meski dibantu screen reader yang terpasang di handphone-nya, dia masih mengalami kesulitan. ”Saya sudah bilang ke wali kelasnya kalau saya punya keterbatasan. Jadi tidak bisa sempurna,” ujarnya.

KEMBALI SEKOLAH: Simulasi pembelajaran tatap muka di SMPN 1 Surabaya Desember lalu. (DIPTA WAHYU/JAWA POS)

Meski ada kekhawatiran karena masih pandemi, menurut dia, anak-anak perlu pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. ”Tapi tidak usah lama-lama. Nggak usah pakai istirahat, langsung pulang (setelah pelajaran, Red),” ungkapnya. Selain itu, protokol kesehatan harus benar-benar dijalankan. ”Kalau bisa, ada dua guru di kelas untuk mengawasi,” sambungnya.

Kesulitan PJJ yang dialami Popon juga dirasakan banyak orang tua yang lain. Bahkan mereka yang tidak ada keterbatasan seperti Popon sekalipun. Namun, tidak semua orang tua setuju anak-anaknya segera masuk sekolah. Alasannya, pandemi belum mereda. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara resmi juga belum merekomendasikan dibukanya kembali PTM Juli mendatang.

Dorongan untuk membuka sekolah memang menguat, apalagi setelah ada vaksinasi guru dan tenaga kependidikan. Sejak awal 2021, pemerintah daerah diberi kewenangan penuh untuk membuka sekolah sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, penutupan sekolah tidak hanya berdampak pada pembelajaran, tapi juga perkembangan anak. Belum lagi muncul tren-tren mengkhawatirkan dari evaluasi PJJ selama ini. Mulai tren putus sekolah meningkat, penurunan capaian pembelajaran, hingga isu-isu domestik seperti kekerasan pada anak yang kadang tak terdeteksi. ”Selain itu, PTM memang sulit digantikan oleh PJJ,” ujarnya.

Namun, sejumlah indikasi berpotensi membuat PTM sulit digulirkan Juli mendatang. Di antaranya, ancaman varian baru virus Covid-19 yang memiliki kecepatan penularan lebih tinggi. Kemudian, merujuk hasil pemantauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejumlah kasus penularan Covid-19 terjadi pada kegiatan uji coba PTM di sejumlah daerah. Contohnya dari pantauan bersama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) di Provinsi Sumatera Barat.

Komisioner KPAI Retno Listyarti menjelaskan, kunci dari pelaksanaan PTM di tengah pandemi adalah kesiapan sekolah, orang tua, siswa, dan dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat.

Menurut Retno, memasuki 2021, sekolah-sekolah lebih siap dari segi infrastruktur untuk antisipasi dimulainya PTM di tengah pandemi. Hasil penilaian kesiapan PTM di 49 sekolah di 21 kabupaten/kota pada 2020 menyebutkan 83,3 persen sekolah belum siap. Sisanya 16,7 persen sudah siap.

Kondisinya berbalik saat pengawasan tahun ini. Mayoritas sekolah yang jadi objek penilaian siap dengan skor kesiapan rata-rata 80 poin.

KEMBALI SEKOLAH: Amelia Ongkodjojo melakukan bimbingan konseling dengan siswa secara daring di SMP 1 Gloria 1. (RIANA SETIAWAN/JAWA POS)

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, dibukanya kembali PTM di tengah pandemi bukan berarti pendidikan berbasis online (PJJ) ditinggalkan sama sekali. Menurut dia, sekolah tatap muka di tengah pandemi tidak akan seperti sekolah tatap muka sebelum pandemi. Guru tetap dituntut menguasai pembelajaran online. Sebab, tidak semua muridnya bisa mengikuti PTM secara bersamaan.

Indra menyayangkan Kemendikbud tidak menjalankan fungsinya dengan baik untuk membuat pembelajaran daring yang efektif dan berkualitas selama pandemi. Padahal, pembelajaran online sudah berjalan sekitar setahun. Ketika ada masyarakat yang mengeluhkan pembelajaran daring tidak efektif dan banyak negatifnya, berarti Kemendikbud selama ini tidak berbuat maksimal.

Baca juga: Fleksibilitas BOS untuk Percepat Pembelajaran Tatap Muka

Indra menganalogikan pembelajaran daring dan tatap muka seperti orang memasak nasi menggunakan rice cooker dan dandang atau panci. ’’Memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini, waktunya kita mengubah dari sebelumnya memasak nasi pakai dandang ke cara baru menggunakan rice cooker,’’ tuturnya.

Memasak menggunakan rice cooker atau dandang hasil akhirnya sama-sama nasi. Hanya caranya yang berbeda. Begitu pun dengan belajar online atau tatap muka di kelas. Muaranya, kedua cara belajar tersebut harus efektif dan optimal sehingga hasilnya sama-sama baik.

Saksikan video menarik berikut ini:


Kebutuhan Pembelajaran Tatap Muka dan Tantangan Pandemi