Menkes Terbitkan Keputusan Soal Cara Efektif Cegah Penularan Covid-19

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Menkes Terbitkan Keputusan Soal Cara Efektif Cegah Penularan Covid-19


JawaPos.com – Ancaman varian baru Covid-19 membutuhkan respons cepat untuk mencegah penularan berkelanjutan. Perlu langkah-langkah strategis untuk mempercepat pencegahan dan pengendalian Covid-19 dengan mempercepat dan meningkatkan kapasitas pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi kasus COVID-19.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menetapkan pedoman pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.01.07/Menkes/4641/2021 tentang Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi dalam Rangka Percepatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

“Pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi merupakan satu proses rangkaian kegiatan berkesinambungan yang akan berhasil dilakukan jika dilakukan dengan cepat dan disiplin. Proses ini membutuhkan keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaannya dan koordinasi antara unit pemerintah pada berbagai level,” kata Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya, Kamis (20/5).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, pemeriksaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk penegakan diagnosis dari kasus Covid-19 melalui uji laboratorium. Sementara itu, pelacakan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan memantau kontak erat dari kasus konfirmasi atau kasus probable.

Selanjutnya karantina diartikan sebagai upaya memisahkan seseorang yang terpapar Covid-19 baik dari riwayat kontak atau riwayat bepergian ke wilayah yang telah terjadi transmisi komunitas, meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang dalam masa inkubasi yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan.

Kemudian isolasi adalah upaya memisahkan seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan Covid-19 atau seseorang terkonfirmasi Covid-19, dari orang yang sehat yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan.

Menkes Budi tak memungkiri, rata-rata masa inkubasi Covid-19 adalah 5-6 hari, walaupun pada sedikit kasus dapat mencapai 14 hari. Menurutnya seseorang yang tertular dapat menjadi sumber penularan mulai sekitar dua hari sebelum orang tersebut menunjukkan gejala.

“Masa inkubasi Covid-19 menjadi dasar pertimbangan strategi pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi. Strategi ini juga dapat dipertajam menggunakan informasi hasil pemeriksaan laboratorium,” ucap Budi.

Dia menyampaikan, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria wilayah akses dan kecepatan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). Entry dan exit test dilakukan menggunakan kriteria wilayah akses dan kecepatan pemeriksaan NAAT mengikuti ketentuan yang berlaku.

Menurut Budi, pemeriksaan harus ditingkatkan lebih dari satu orang per 1000 penduduk setiap minggu jika positivity rate masih tinggi. Dalam hal deteksi Covid-19, pemeriksaan laboratorium diprioritaskan untuk kasus suspek, kontak erat, tenaga kesehatan, dan masyarakat yang tinggal di fasilitas tertutup, sehingga memiliki risiko penularan tinggi.

Selanjutnya, pelacakan dilakukan oleh Puskesmas dan jejaringnya terhadap kontak erat dari kasus konfirmasi positif Covis-19. Dia menuturkan, dalam melaksanakan pelacakan, Puskesmas dan jejaringnya dapat melibatkan tracer dari tenaga kesehatan maupun non kesehatan.

“Tracer non kesehatan berasal dari kader, TNI dan POLRI atau komponen masyarakat lainnya yang telah memperoleh training dari Puskesmas,” ungkap Budi.

Terkait karantina, sambung Budi, dilakukan sejak seseorang diidentifikasi sebagai kontak erat atau memenuhi kriteria kasus suspek yang tidak memerlukan perawatan Rumah Sakit. Karantina harus dimulai setelah seseorang diinformasikan tentang statusnya sebagai seorang kontak erat, idealnya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam sejak seseorang diidentifikasi sebagai kontak erat dan dalam waktu tidak lebih dari 48 jam sejak kasus indeks terkonfirmasi.

“Seseorang dinyatakan selesai karantina apabila exit test pada hari kelima memberikan hasil negatif. Jika exit test positif, maka orang tersebut dinyatakan sebagai kasus terkonfirmasi COVID-19 dan harus menjalani isolasi,” ungkap Budi.

Namun, jika exit test tidak dilakukan maka karantina harus dilakukan selama 14 hari. Jika tidak dapat dilakukan pemeriksaan NAAT dan RDTAg karena tidak tersedianya sumber daya yang memadai maka karantina harus dilakukan selama 14 hari.

Sementara itu, untuk isolasi dilakukan sejak seseorang suspek mendapatkan perawatan di Rumah Sakit atau seseorang dinyatakan terkonfirmasi Covid-19, paling lama dalam 24 jam sejak kasus terkonfirmasi.

“Puskesmas yang memantau individu yang menjalani karantina atau isolasi dan RS yang merawat pasien Covid-19 memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat pernyataan bahwa seseorang wajib memulai atau telah menyelesaikan karantina atau isolasi, yang menyatakan seseorang dapat absen dari pekerjaan atau sudah dapat kembali bekerja,” pungkas Budi.


Menkes Terbitkan Keputusan Soal Cara Efektif Cegah Penularan Covid-19