Hindari Memperburuk Situasi & Kondisi, Boleh Tawarkan Bantuan ke Anak

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Hindari Memperburuk Situasi & Kondisi, Boleh Tawarkan Bantuan ke Anak


Tidak ada hati orang tua yang rela ketika malaikat kecilnya disakiti. Tak terkecuali saat anak jadi korban cyberbullying. Parents pasti membela sampai titik darah penghabisan, bukan? Nah, mom or dad perlu tahu, ada beberapa treatment sebelum mendekati anak yang menjadi korban cyberbullying.

HATI pasti remuk redam saat parents membaca kalimat cacian atau makian yang ditulis seseorang di kolom komentar akun media sosial anak. Bibir berasa pengin mengumpat lewat gerakan jempol. Tahan, mom-dad.

Menurut psikolog anak Agustina Twinky Indrawati, orang tua perlu melihat kondisi anak terlebih dulu. Apabila anak tampak baik, orang tua bisa mengajak bicara. ”Jadi, jangan langsung, kak atau dik kamu ini itu (menerangkan tentang komentar bully, Red),” ujarnya.

Kalau memang anak tidak mau bicara tentang kalimat bully di media sosialnya, lanjut Twinky, itu tak masalah. Parents bisa memberikan pancingan. Mulai dengan apa itu bullying hingga dampaknya seperti apa. Bagaimana jika tetap tidak mau bicara karena mungkin karakter anak sangat pendiam?

Twinky mengungkapkan, setiap anak akan punya caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah. Bisa saja, anak enggan bercerita masalahnya apa. Namun, sudah memikirkan langkah penyelesaian masalahnya seperti apa.

Kendati demikian, orang tua tetap boleh menawarkan bantuan lho. Founder Sebaya Riang tersebut memberikan beberapa contoh kalimat bantuan yang bisa dijadikan referensi saat berbicara dengan anak. Pertama, mama yakin adik atau kakak bisa menyelesaikan masalah sendiri. Mama akan selalu mendukung keputusan yang adik atau kakak ambil. Kalau adik butuh bantuan, mama siap bantu.

Yang kedua, gimana perasaan adik saat ini? Apa mau mama antar buat dapat bantuan dari guru? ”Kalau sudah kuliah, mungkin dosen ya,” tambah Twinky. Kemudian, kalimat yang ketiga, yaitu mama lihat adik sering melamun, sedih, nggak nafsu makan, yuk ketemu sama teman mama (psikolog/psikiater). Biar dibantu, biar bisa ceria lagi.

Twinky menyatakan, anak jadi korban cyberbullying berarti sudah ”ramah” dengan internet. Kenal terhadap gawai. Yang jelas, orang tua jangan malah membuat kondisi semakin keruh. Tetap tenang dulu.

Dorong dan Yakinkan Anak Kuat

Suara Iriandi (bukan nama sebenarnya) terdengar parau ketika bercerita bahwa anak pertamanya menjadi korban cyberbullying setahun lalu. Saat itu, usia anak sulungnya 16 tahun.

Ibu dua anak itu mengetahui bahwa Kakak (panggilan untuk anak pertamanya tersebut) menjadi korban cyberbullying dari salah seorang temannya. Kebetulan, teman Indi (panggilan akrab Iriandi) masuk dalam daftar teman media sosial anaknya. Indi menuturkan, dirinya sudah menawarkan bantuan untuk ikut menjawab di kolom komentar. Namun, tawaran itu ditolak Kakak. Anaknya meminta Indi tidak perlu ikut-ikutan. Kakak meyakinkan kepada Indi bahwa dirinya bisa menyelesaikan masalah bullying.

Lain halnya dengan Yeni Setyiowati. Anaknya, David Nathanael Asa, menjadi korban bullying langsung. Tidak melalui media sosial. Ada beberapa kejadian bullying. Namun, yang melekat banget di pikiran si anak adalah saat didorong dari tangga lantai 1 sama teman sekolahnya. ”Kejadian itu waktu kelas V SD. Tempat kejadian di sekolah. Dadanya diinjak. Temannya itu berbadan lebih besar,” ujarnya.

Kejadian tersebut membuat anak menjadi minder sampai sekarang. Treatment yang diberikan orang tua adalah dengan memberikan dorongan kepada anak. Hal itu bertujuan agar anak lebih berani untuk menghadapi teman-temannya.

Yeni mengungkapkan, dirinya selalu meyakinkan bahwa anak harus bisa membela diri sendiri. Sebab, nanti ketika tidak ada orang tua, mereka harus berjuang sendiri.

CYBERBULLYING BERBAHAYA

– Kini melalui dua jempol saja bisa membunuh karakter seseorang. Ada beberapa bahaya ketika anak menjadi korban cyberbullying, parents. Apa saja itu?

– Berkurangnya rasa percaya diri. Pendapat orang lain tentang penampilan diri, terutama anak yang masuk fase remaja, sangat berpengaruh. Efek yang paling fatal adalah benci dengan diri sendiri karena dinilai jelek atau kurang menarik oleh orang lain.

– Mengalami tekanan emosi. Di awal mungkin buah hati bisa menahan atau menyembunyikan perasaan tertekan akibat perundungan lewat online. Namun, lama-kelamaan emosinya bisa tertekan.

– Tidak bersemangat menjalani hari. Bisa juga anak akan mengisolasi diri. Kasihan banget, Bunda! Sedih.

– Muncul keinginan bunuh diri. Apabila perundungan terus menumpuk setiap hari, anak bisa-bisa ingin bunuh diri.


Hindari Memperburuk Situasi & Kondisi, Boleh Tawarkan Bantuan ke Anak