Analisis: Mengapa Fabio Quartararo Tampil Dahsyat di Dua Seri Pembuka

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Analisis: Mengapa Fabio Quartararo Tampil Dahsyat di Dua Seri Pembuka


JawaPos.com-Tentang Fabio Quartararo yang sukses menyabet kemenangan pertamanya pada MotoGP pekan lalu (19/7)? Itu tidak terlalu mengejutkan. Sudah diprediksi sejak jauh-jauh hari.

Semenjak dia tampil impresif, mencuri pole position dari Marc Marquez di Sirkuit Jerez tahun lalu, banyak yang meyakini bahwa kemenangan pertama El Diablo pada kelas premium hanya tinggal menunggu waktu.

Tapi kalau kemenangan tersebut sampai berlanjut back-to-back, rasanya tidak banyak yang berani memprediksi.

Semesta sedang berpihak kepada Quartararo saat ini. Segala keberpihakan, datang di waktu yang tepat. Keberpihakan yang memang layak didapat setelah anak ajaib dari Nice itu sukses melewati fase belajar dan pendewasaan yang luar biasa cepat sebagai rider MotoGP.

‘’Keberpihakan semesta’’ pertama, tentu saja absennya Marc Marquez di dua balapan terakhir. Faktor ini sama sekali bukan untuk mengecilkan sosok Quartararo. Namun di seri pembuka, kesalahan terbesar Marquez adalah kehilangan kesabaran dan kepala dingin ketika melihat peluang besar untuk merengkuh kemenangan.

Hasilnya fatal. Sementara Quartararo terlihat sangat matang, sabar, membalap dengan bijak, dan menahan diri. Pendeknya, dia tidak melakukan kesalahan berarti.

Andai Marquez tak absen sekalipun, tidak akan mudah bagi juara dunia delapan kali itu untuk menaklukkan Quartararo.

Kedua, teknologi holeshot device yang dikembangkan Yamaha ternyata bekerja dengan sangat baik. Pada balapan pertama, peranti mekanik yang mampu mengunci setingan suspensi saat start itu, sukses menambah kecepatan rider-rider Yamaha saat beradu drag race menuju tikungan pertama antara 0,2 sampai 0,3 detik.

Dan di tengah persaingan balapan yang begitu ketat, tambahan 0,2 detik adalah emas. Pabrikan manapun akan rela menebus 0,2 detik itu dengan investasi jutaan dolar.

Ketiga adalah Jerez. Beruntung, dua seri pembuka MotoGP 2020 digelar di trek klasik tersebut. Karakter sirkuit yang teknikal memang di atas kertas lebih pas untuk motor Yamaha.

Ceritanya akan berbeda saat MotoGP tiba di Brno atau Red Bull Ring bulan depan. Dua sirkuit tersebut menuntut power mesin lebih besar. Artinya, 50 poin dari Jerez memberikan keuntungan besar bagi Quartararo saat ini.

Keempat, tersingkirnya rival-rival potensial Quartararo. Marquez hanya salah satu dari sederet rider MotoGP yang terganjal apes di kala semesta sedang berpihak kepada Quartararo.

Masih ingat, sebuah pemandangan haru di parc ferme, saat balapan GP Andalusia baru saja usai? Valentino Rossi menghampiri Quartararo dan kedunya berpelukan begitu erat. Saling mengucapkan selamat.

Fabio Quartararo (kiri) membeluk pembalap kawakan Monster Energy Yamaha Valentino Rossi setelah balapan GP Andalusia di Sirkuit Jerez (26/7). (Javier Soriano/AFP)

Malam itu (WIB), Quartararo memang pantas berterima kasih kepada rider idolanya itu. Karena jika bukan karena ketangguhan Rossi bertahan menghadapi serangan bertubi-tubi dari Maverick Vinales, kemenangan beruntun belum tentu bisa diraih.

Vinales sebenarnya lebih dijagokan pada seri kedua itu. Tetapi level ketabahannya menghadapi balapan yang super berat di Andalusia, ternyata tipis-tipis saja.

Tekanan di awal lomba membuat konsentrasinya buyar. Alhasil, kesalahan kecil yang dia lakukan, sukses merusak balapannya, sekaligus menggagalkan peluangnya memenangi lomba. Sedangkan Quartararo, lagi-lagi, menunjukkan attitude balapan yang super cool.

Bukan cuma itu. Sejatinya pesaing-pesaing Quartararo juga datang dari pasukan KTM. Yang paling sangar tapi agak terlewat dari perhatian adalah rookie Brad Binder. Pada penampilan debutnya di MotoGP di Jerez (19/7), rider Afrika Selatan itu punya peluang besar merengkuh podium.

Binder melakukan kesalahan pada lap ketujuh hingga motornya melebar keluar trek. Akibatnya dia kehilangan 26 detik dan tercecer ke posisi belakang.

Tapi hebatnya, dia mampu bangkit dan finis di urutan ke-13. Hanya 29 detik di belakang Quartararo. Artinya, andai tidak kehilangan 26 detik itu, Binder bisa finis 3,2 detik di belakang bintang Petronas Yamaha itu. Jarak tersebut sama dengan Vinales yang mengakhiri lomba di posisi runner-up. ’’Motor kami (KTM RC-16) bekerja sangat baik di temperatur panas,’’ begitu kata Binder.

Brad Binder saat beraksi pada GP Andalusia 2020. (MotoGP).

Seperti diketahui, dua seri pembuka berlangsung di bawah kondisi suhu menyengat. Bahkan di seri kedua, tercatat temperatur trek tembus 63 derajat celsius di sektor tiga.

Sayangnya, pada seri kedua, semesta kembali menjegal langkah Binder. Dia malah terlibat tabrakan dengan rider KTM lainnya Miguel Oliveira yang membuat keduanya out dari lomba.

Kalau nanti pertarungan perebutan gelar juara terjadi antara duo Yamaha, yakni Quartararo vs Vinales, maka Quartararo kini menjadi lebih diunggulkan. Ada keistimewaan yang tidak dimiliki Vinales di era- meminjam istilah Mat Oxley- triple M (Magneti Marelli dan Michelin) ini.

Mengendarai motor MotoGP dengan ban dari pabrikan Prancis ini, membutuhkan kemampuan dalam mengoptimalkan peran ban belakang saat pengereman. Salah satu tekniknya adalah mengalihkan sebagian beban tubuh pada buritan motor ketika mengerem. Sehingga, cengkeraman ban belakang lebih kuat.

Teknik yang tricky. Normalnya, ketika seorang rider melakukan pengereman mendalam, bobot tubuhnya akan condong ke depan mengikuti dorongan gravitasi.

Namun Quartararo mampu membagi bobotnya tetap berada di belakang untuk memberikan tekanan pada ban. ‘’Itu hal penting yang aku lihat dari data. Fabio memberikan beban pada ban belakang dengan sangat baik,’’ aku Vinales.

Maverick Vinales saat beraksi pada GP Spanyol (29/7). (MotoGP).

Keunggulan lainnya adalah terkait jumlah cadangan mesin. Seperti diketahui, Yamaha mengalami masalah ketahanan mesin sepanjang dua pekan balapan di Jerez. Yang pertama terjadi pada mesin motor milik Rossi di tengah balapan pembuka. Disusul kepunyaan Vinales ketika sesi latihan bebas di seri kedua. Yang terakhir milik Franco Morbidelli (rekan setim Quartararo) di tengah balapan seri kedua.

Yamaha akhirnya menarik delapan unit mesin yang masih tersegel untuk dilakukan pemeriksaan menggunakan kamera endoskopik. Hal ini dilakukan karena mesin yang sudah disegel tidak boleh dibongkar lagi. Masalah tersebut bisa jadi akan menjadi ganjalan bagi Yamaha untuk kembali merengkuh gelar juara pertama sejak 2016.

Tapi pada skala lebih kecil, dalam persaingan antara Quartararo vs Vinales saat ini, Quartararo lebih unggul satu mesin ketimbang rivalnya itu.

Dan jika mampu menjaga momentum hebat ini dan terus tampil konsisten, Quartararo bakal berpeluang menyamai satu rekor milik Valentino Rossi. Yakni sukses merengkuh gelar juara dunia dengan mengendarai motor tim satelit. Rossi menggapainya pada 2001 saat membalap bersama Nastro Azzurro-Honda.


Analisis: Mengapa Fabio Quartararo Tampil Dahsyat di Dua Seri Pembuka