Buruh Gagal Jadi CPNS, Cita-Cita Jadi Jaksa Pupus, Gugat ke PTUN

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Buruh Gagal Jadi CPNS, Cita-Cita Jadi Jaksa Pupus, Gugat ke PTUN


Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) memang salah satu profesi yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Penghasilan yang stabil, punya jabatan, dan disediakan uang pensiun, seolah bisa menggaransi hidup layak.

—-

Setiap formasi CPNS dibuka, ribuan bahkan jutaan warga berbondong-bondong mendaftar sesuai formasi yang tersedia. Namun, pendaftar yang lolos dan berhasil dilantik, jumlahnya sangat sedikit. Dibandingkan pendaftar yang gagal dan harus menuai kekecawaan.

Contohnya Ardiansyah, 35, warga Cipayung, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Dia termasuk dalam kelompok yang tidak beruntung itu. Satu-satunya kesempatan menjadi abdi negara, demi memperbaiki kehidupan sirna begitu saja.

2019 lalu, Ardiansyah melihat informasi di laman resmi Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang membuka formasi CPNS tahun anggaran 2019. Dalam informasi itu, terdapat formasi untuk posisi Pengemudi Pengawal Tahanan Kejaksaan. Posisi tersebut ditawarkan untuk warga lulusan SLTA/sederajat.

Ardiansyah yang tak pernah mengeyam pendidikan diploma atau di atasnya merasa mendapat angin segar berkesempatan menjadi CPNS. Apalagi jabatan tersebut disediakan untuk 1.000 orang dengan penempatan kerja di seluruh kantor kejaksaan se-Indonesia. Tanpa pikir panjang, Ardiansyah mendaftar untuk formasi itu.

Setelah lolos tahap administrasi, Ardiansyah mulai mengikuti berbagai macam tes. Hasilnya pun cukup bagus. Seperti dalam kategori Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) di Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) mendapat nilai 85, Tes Intelegensi Umum (TIU) 100, dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP) 146.

Baca juga: Minta Kunci Mobil Sambil Mabuk, Adik Berkelahi sama Kakak Sampai Tewas

Kemudian, pada kategori Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) di Tes Praktik Kerja (TPK) mendapat nilai 82.250 dengan bobot 40 persen, wawancara  80.333 dengan bobot 40 persen, tes mengemudi 76.000 dengan bobot 25 persen. Namun, pad tes kesehatan dasar nilai yang diperoleh 0, yang membuat Ardiansyah dinyatakam gagal sebagai CPNS.

Hasil tes kesehatan yang dilaksanakan oleh panitia penyelenggara CPNS di RSUD Dr.Drajat Prawiranegara, Serang, Banten, menyatakan Ardiansyah mengalami catatan dites elektrokardiogradi (EKG) alias terdapat masalah di bagian jantung. Sehingga dianggap tidak memenuhi kriteria sebagai pegawai Kejaksaan. Sehingga, sirna lah cita-citanya untuk menjadi seorang jaksa.

Hasil tes kesehatan Ardiansyah dari Prodia. (dok Pribadi for JawaPos.com)

Ardiansyah merasa janggal terhadap hasil pemeriksaan kesehatan itu. Lalu, pria yang bekerja serabutan sebagai buruh kasar itu akhirnya melakukan tes EKG mandiri di Laboratorium Prodia, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Hasilnya, tidak ditemukan masalah di jantung Ardiansyah.

“Dia sangat kecewa sekali dengan keputusan yang menyatakan bahwasannya dia EKG-nya tidak sehat,” kata Kuasa Hukum Ardiansyah, Pitra Romadoni Nasution kepada JawaPos.com, Rabu (3/2).

Tak terima dengan keputusan panita CPNS Kejagung, Ardiansyah akhirnya menempuh masa sanggah. Namun, tidak juga membuahkan hasil. Dia tetap dinyatakan tidak layak menjadi CPNS Kejaksaan. Seketika itu, harapannya untuk memperbaiki kehidupan dan mengejar impiannya pupus sudah.

“Dia bercita-cita ingin jadi Jaksa, dia terpupus karena memang dia dinyatakan tidak sehat. Dia protes, sedih sekali kenapa saya ini tidak lulus EKG. Padahal dia tes ulang ternyata sehat, ada apa? Kenapa seperti ini?” imbuh Pitra.

Sebagai langkah terakhir, Ardiansyah telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk mencari keadilan. Gugatan ini teregister dengan nomor perkara 11/G/2021/PTUN.JKT. Tergugat dalam perkara ini yakni Kejagung RI, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI.

“Dia berbicara tentang keadilan saja, kenapa dia dinyatakan tidak sehat padahal yang sebenarnya tes ulang saya sehat. Makanya dia hanya ingin mencari keadilan, kanapa? Keadilan itu tidak berpihak kepadanya,” kata Pitra.

Sambil menunggu adanya putusan pengadilan, Ardiansyah hanya bisa pasrah dan kembali dengan pekerjaan lamanya sebagai buruh kasar seperti sopir, atau kuli di pasar. Pekerjaannya saat ini tidak memberikan garansi hidup layak. Karena penghasilan yang dia dapat hanya sekitar Rp 500 ribu per bulan.

Dihubungi terpisah, Kepala Biro Humas Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono mengatakan, pihaknya mempersilakan Ardiansyah mengajukan gugatan jika merasa mendapat perlakuan tidak adil. Tapi, pelaksanaan teknis tes CPNS menjadi ranah instansi terkait, bukan BKN.

“Harusnya gugatan itu bukan ke BKN, tapi ke instansi. Karena itu kan ada panitia seleksi instansi, BKN itu hanya mengintegrasikan nilai dari SKB, SKD,” kata Paryono.

Menurut dia, segala bentuk tes CPNS dikendalikan oleh panitia seleksi di masing-masing instansi. Termasuk apabila diadakan tes kesehatan, maka yang menjalankan adalah pihak instansi.  Syarat dan ketentuan kelulusan juga ditentukan oleh instansi penyedia formasi. Termasuk kriteria kesehatan yang harus dimiliki oleh pendaftar.

“Mungkin bisa dilihat di pengumuman di Kejaksaan Agung itu, pengumumannya seperti apa. Apakah di sana ada syarat tes kesehatan, kalau misalnya ada harus lulus tes kesehatan, kan bukan BKN yang melakukan tes kesehatan itu,” jelasnya.

Di sisi lain, saat disinggung mengenai kemungkinan Ardiansyah dilantik sebagai CPNS jika menang gugatam PTUN, Paryono tidak bisa memberikan kepastian. Sebab, hal itu juga menjadi kebijakan instansi penyedia formasi CPNS.

“Apakah misalnya dia menang kemudian yang sudah dinyatakan lulus digugurkan atau nanti dua-duanya yang masuk, saya juga kurang paham seperti itu. Apakah harus minta formasi lagi dan sebagainya jadi agak rumit,” tandasnya.

JawaPos.com sudah menghubungi Kejagung RI melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Leonard Eben Ezer melalui sambungan  telepon dan pesan singkat. Namun, sampai dengan berita diterbitkan, yang bersangkutan tidak memberikan respons.

Sedangkan dalam surat pengumuman Kejagung R Nomor Peng-01/C/Cp.2/11/2019 tertanggal 5 November 2019 yang ditanda tangani oleh Plt Jaksa Agung Muda Pembinaan selaku Ketua Panitia Seleksi Pengadaan CPNS Kejagung RI, Bambang Sugeng Rukmono, terdapat syarat umum pelamar harus sehat jasmani dan rohani sesuai jabatan yang dilamar.

Setelah itu pelamar melaksanakan seleksi SKD dengan bobot 40 persen, dan SKB 60 persen. Khusus untuk seleksi SKB jabatan Pengemudi Pengawal Tahanan yang dipilih oleh Ardiansyah terdapat tes kesehatan di salah satu poinnya.

Untuk sistem kelulusan akhir sendiri ditentukan berdasarkan hasil integrasi SKD dan SKB sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB). Pelamar yang dinyatakan lulus SKD dan SKB diwajibkan mengikuti Tes Bebas Narkoba dan Tes Kejiwaan/MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory). Jika peserta tidak lolos tes tersebut, maka dinyatakan gugur.

Saksikan video menarik berikut ini:


Buruh Gagal Jadi CPNS, Cita-Cita Jadi Jaksa Pupus, Gugat ke PTUN