Ahmad Maiyo, Remaja Asal Rungkut Menanggal yang Juga Perajin Wayang

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Ahmad Maiyo, Remaja Asal Rungkut Menanggal yang Juga Perajin Wayang


Tangan terampil Ahmad Maiyo Satria Tama sudah terasah. Memukul dan memainkan alat pahat di atas lembaran kulit layaknya menulis saja. Rupa wayang hingga motif yang menghiasi seluruh badan itu dihafal sejak dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Kecintaan terhadap budaya Jawa tersebut memotivasinya menjadi seorang perajin wayang.

GALIH ADI PRASETYO, Surabaya

RUANGAN berukuran 3 x 4 meter itu menjadi kamar sekaligus bengkel bagi Ahmad Maiyo Satria Tama menumpahkan hobinya. Membuat berbagai jenis wayang dari ukuran yang mungil hingga jumbo. Berbahan kertas hingga yang menggunakan kulit lembu.

Alat pahat yang berujung tajam itu memberikan bekas lubang bermotif pada kulit. Mata Maiyo begitu awas. Iramanya mengikuti entakan palu kayu tanpa henti. Remaja 15 tahun tersebut menjadi perajin wayang termuda di Surabaya. Ya, remaja itu begitu gila terhadap tokoh-tokoh pewayangan. Bahkan, dia sudah menghafal 150 karakter wayang. ”Hafal semua dengan detail motifnya. Sudah biasa lihat wayang dan baca-baca di buku dari kecil dulu,” ujarnya.

Sejak kecil, kegemarannya terhadap pertunjukan wayang sudah tampak. Sang ayah, Indro Wahono, sering mengajak Maiyo kecil melihat wayang. Gerakan yang dinamis dengan kelihaian dalang ternyata membuat Maiyo terobsesi.

”Ayahnya dulu sering bikinkan wayang-wayangan dari kertas. Tapi, tidak sebagus yang dibuat Maiyo. Dari situ, dia jadi suka,” ungkap ibu Maiyo, Yani Sugiarti, saat ditemui di rumahnya di Jalan Rungkut Menanggal Gang II-A Nomor 16-A.

Menginjak kelas VI sekolah dasar, kemampuan Maiyo kian terasah. Kedua orang tuanya mulai berani memberikan perlengkapan memahat. Maiyo lantas mempraktikkan apa yang sudah dipelajari selama ini. ”Kalau belajar khusus, tidak. Belajar sendiri saja. Sama sambil lihat di Facebook. Ada grup perajin wayang di sana,” ucapnya.

Berbekal buku teknik kriya wayang, Maiyo secara otodidak membuahkan karya. Tidak butuh lama, dalam waktu singkat dia sudah mahir serta menghafal di luar kepala setiap lekukan tubuh dan muka wayang. Misalnya, tatahan seritan rambut dan patran yang butuh kesabaran dan rumit.

”Bagian sulit terletak di kepala. Sebab, di sana ada bagian detail yang bentuknya harus diperhatikan. Tiap wayang punya karakteristik yang berbeda,” jelas remaja kalem tersebut.

Pembuatan wayang diawali dengan menggambar pola di kertas atau kulit. Kemudian, memahat sesuai dengan pola itu. Bukan sembarang pahat. Ada tujuh jenis alat pahat dengan lekukan dan bentuk ujung yang berbeda.

Maka, jangan kaget ketika berkunjung ke rumahnya. Di ruang tamu, sudah ada sekotak kayu yang berukuran 1 x 2 meter. Isinya, puluhan koleksi wayang buatan Maiyo. Di kamarnya, garapan dari sejumlah pemesan juga menumpuk.

Dia mengungkapkan, banyak karyanya yang sudah dipinang orang. Baik kolektor maupun dalang. Mulai dari area Pulau Jawa hingga Kalimantan. Rata-rata per bulan 20–50 wayang berhasil dia jual. ”Paling jauh kirim ke Samarinda,” kata Maiyo.

Harga setiap wayang pun berbeda-beda. Bahan kertas dengan ukuran sedang dihargai Rp 50–150 ribu. Harga wayang berbahan kulit beda lagi, bisa dua kali lipat dari harga kertas. Kulit itu juga didatangkan dari tempat khusus, tepatnya dari Blitar. ”Bisa juga pesan ukuran sesuai dengan keinginan. Namun, pakem yang saya pakai adalah karakter wayang Jawa Tengah,” paparnya.

Waktu pembuatan juga berbeda. Wayang berbahan kertas membutuhkan waktu lebih singkat. Waktu pembuatan wayang kulit bisa sampai seminggu hingga proses finishing dan pewarnaan.

Selain membuat Wayang, Maiyo menerima jasa reparasi untuk wayang-wayang yang mengalami kerusakan. Misalnya, patah atau terkena jamur.

Pelanggannya tentu saja berasal dari kalangan para dalang. Selesai pentas, tidak sedikit wayang yang mengalami cacat. ”Nanti dibetulkan. Misalnya, perlu penambalan pada bagian yang rusak. Ditambal dengan kulit yang masih baru,” jelasnya.

Baca Juga: Masalah Baru di Singapura, Covid-19 Menyebar Lewat Air Limbah Asrama

Meski menguasai berbagai jenis wayang dan cara membuatnya, hingga kini Maiyo belum berminat menjadi seorang dalang. Dia lebih menyukai seni memahat itu.

Tahun depan dia berharap masuk ke sekolah yang mampu menampung dan mengembangkan kemampuannya. ”Inginnya masuk ke SMKN 12 Surabaya. Di sana ada jurusan kriya yang saya inginkan,” tuturnya.

Saksikan video menarik berikut ini:


Ahmad Maiyo, Remaja Asal Rungkut Menanggal yang Juga Perajin Wayang