Safri Abdullah, Hakim PN Surabaya yang Hobi Menulis Buku

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Safri Abdullah, Hakim PN Surabaya yang Hobi Menulis Buku


Safri awalnya menulis di kolom surat kabar. Dia lantas memberanikan diri menulis buku. Sudah delapan buku yang ditulisnya selama berdinas di delapan pengadilan. Salah satu bukunya menceritakan pengalamannya sebagai hakim.

LUGAS WICAKSONO, Surabaya

SAFRI Abdullah berhasil menulis satu buku selama 1,5 tahun berdinas di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Bukunya berjudul Judicial Activism. Berbeda dengan buku lain yang sejenis, selain disusun menurut kajian-kajian teori, buku itu berdasar pengalamannya sebagai hakim. Judicial activism merupakan pemeriksaan, penelitian, dan kecermatan hakim dalam memutuskan perkara.

”Tidak hanya berdasar aturan norma-norma, tapi juga pandangan personal hakim, keleluasaan hakim mempertimbangkan semua unsur dalam satu perkara,” jelas Safri.

Buku kedelapannya itu kini sudah beredar di toko-toko buku. Safri mulai menulis buku ketika mengawali karier sebagai hakim pada 2000 saat berdinas di PN Palopo. Dia awalnya menulis kolom mingguan di koran Palopo Pos. Di kolom itu, dia menulis berbagai macam tema. Mulai hukum, sosial, budaya, hingga politik.

”Selama dua tahun menulis di situ, berkat bantuan teman-teman, dijadikan buku refleksi suara hakim dari kumpulan tulisan di kolom,” katanya.

Sejak dari sana, Safri memberanikan diri menulis buku. Dia punya target. Setiap berdinas di satu pengadilan, dia harus bisa menerbitkan satu buku. ”Buku terakhir ini membuktikan saya sudah menempati delapan PN,” ungkapnya.

Dalam menulis buku, menurut dia, dirinya harus memiliki banyak referensi. Setiap pergi ke toko buku, dia membeli minimal dua buku berbagai tema. Dia juga mengembangkan pendapat-pendapat ahli yang dipelajarinya. Safri juga berlangganan koran untuk memperkaya isu-isu yang akan ditulisnya. Satu koran lokal dan satu koran nasional. ”Kunci menulis buku, selain kebiasaan memilih diksi, juga harus memperbanyak referensi,” tuturnya.

Safri yang lahir di Pinrang, Sulawesi Selatan, pada 5 Desember 1970, juga membukukan pengalamannya sebagai hakim saat berdinas di PN Pontianak pada 2011. Judul bukunya, Catatan Suara Hakim. Di buku tersebut, dia mengkritisi kesejahteraan dan keamanan hakim.

”Saya pernah sidangkan perkara pembunuhan di PN Palopo. Dapat pressure dari pihak korban, teror psikis. Kebetulan, rumah dinas saya di pinggir jalan raya sehingga mereka leluasa. Saya ungsikan keluarga,” terangnya.

Pengalaman yang sama dialaminya ketika berdinas di PN Banten. Di sana dia juga mendapat teror ketika menyidangkan perkara bupati setempat. Mulai ancaman melalui telepon seluler hingga selebaran di rumah dinas. Anak dan istrinya juga tidak luput dari ancaman. Hingga akhirnya, keluarganya diungsikan ke Mako Brimob saat sidang pembacaan putusan.

Berbeda dengan daerah lain, ketika berdinas di PN Surabaya, dia merasa lebih aman. Salah satu penyebabnya, Kota Pahlawan ramai. Perkaranya pun beragam. Berbeda dengan daerah lain yang didominasi kejahatan konvensional. Setelah berdinas sejak April tahun lalu, sejak pekan depan, Safri pindah dinas di PN Sungguminasa. Di sana dia juga akan menulis satu buku lagi.


Safri Abdullah, Hakim PN Surabaya yang Hobi Menulis Buku