Bikin Konsep Galeri Nonvisual yang Menangi Asia Young Designer Award

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Bikin Konsep Galeri Nonvisual yang Menangi Asia Young Designer Award


Keikutsertaan Marietta Stefani dalam Asia Young Designer Award (AYDA), salah satu kompetisi desain arsitektur bergengsi tingkat Asia, tidak sekadar mengejar kemenangan. Lebih dari itu, dia ingin agar gagasannya mengenai galeri seni nonvisual bisa diketahui banyak orang.

NURUL KOMARIYAH, Surabaya

SATU ketika, Marietta berkunjung ke sebuah galeri seni. Di tengah kekagumannya menikmati karya-karya seni yang epik, ada satu hal yang merundung hatinya. Peringatan untuk tidak menyentuh karya seni di galeri tersebut tiba-tiba saja membuat batinnya tak bisa menerima. Terlintas dalam pikirannya saat itu, bagaimana tunanetra yang tidak bisa mengandalkan penglihatannya? Bagaimana mereka bisa ikut menikmati karya seni yang adiluhung?

Kegelisahan tersebut lantas dia tuangkan saat menggarap tugas akhir (TA) sebagai salah satu prasyarat kelulusan mahasiswa jurusan arsitektur. Tak berselang jauh setelah TA tersebut rampung, kesempatan datang. Yakni, kompetisi bergengsi AYDA. Marietta pun tak berpikir lama untuk memutuskan ikut serta menjajal perlombaan tersebut.

’’Desain yang aku bawa ke AYDA memang awalnya adalah project TA yang dikembangkan lewat couching session dan workshop selama proses penilaian dan penjurian dalam AYDA,’’ terang alumnus Prodi Arsitektur UK Petra angkatan 2016 itu.

Dia beranggapan bahwa desain tugas akhir yang digarapnya sinkron dengan tema Human-Centred Design yang diangkat pada kompetisi itu.

Marietta membuat desain arsitektur galeri seni yang bertajuk Nonvisual Art Gallery. Sebuah galeri seni yang memberikan kesempatan baru, khususnya bagi tunanetra. Mereka dapat menikmati karya seni dengan menggunakan pengalaman multisensori. Yaitu, telinga, hidung, dan perabaan. Dengan demikian, memungkinkan adanya pengalaman yang setara antara tunanetra dan awas (normal).

’’Tema besar AYDA itu memang fokus pada pemecahan masalah terhadap suatu isu. Yang penting, ada sight real dan mengikuti minimal luasannya dari mereka. Aku angkat isi tunanetra itu,’’ imbuhnya.

Dari riset dan studi yang dilakukannya, dia akhirnya tahu bahwa selama ini belum ada galeri yang bisa dikunjungi secara khusus oleh tunanetra. Fokus utama yang dia tekankan dalam desain bangunannya adalah bagaimana memberikan kesempatan kepada tunanetra untuk bisa menikmati makna dan keindahan karya seni.

Desain galeri seni yang dirancangnya menyerupai labirin. Sejauh apa pun melihat, segalanya dibatasi oleh dinding yang bertumpuk-tumpuk.

’’Jadi, galerinya tidak lebih luas dari galeri seni pada umumnya. Ini lebih sempit. Dinding yang seperti labirin fungsi utamanya untuk mengarahkan tunanetra agar dia bisa berjalan hingga sampai pada tempat di mana karya seni dipajang,’’ paparnya.

Perempuan yang kini bekerja di salah satu biro arsitektur di Surabaya itu pun membagi galeri seni nonvisual tersebut dalam tiga bagian berdasar kategori. Yakni, bagian instalasi, bagian karya seni tiga dimensi seperti patung, dan satu lagi adalah bagian ruangan untuk karya seni dua dimensi seperti lukisan inklusif.

Ya, dari gagasan dan karya tersebut, dia sangat berharap para seniman terlecut untuk membuat karya seni inklusif. Semacam karya seni yang dilengkapi bunyi, bau atau aroma, hingga tambahan lain sehingga memunculkan kesan timbul saat diraba.

’’Misal, lukisan perempuan pakai syal. Bisa dijelaskan lewat audio dan bawa contoh syalnya. Atau, lukisan hutan yang ditambah tempelan tanah, pelepah pohon supaya mereka paham itu gambar hutan,’’ jelasnya.

Untuk mendukung konsep nonvisual, bangunan juga sengaja tidak menggunakan lampu untuk menerangi karya seni. Namun, memaksimalkan pencahayaan alami.

Marietta melakukan pendekatan perilaku senses as perceptual system, yaitu indra manusia memberikan peran penting dalam membentuk persepsi ruang dan pendalaman karakter pada ruang-ruangnya. Lahan kosong di samping SMPLB YPAB digunakannya sebagai sight real dalam mendesain galeri seninya.

’’Salah satu metode yang aku lakukan adalah simulasi ruang galeri yang dibantu dengan peran Pak Tutus, salah seorang guru SMPLB YPAB yang bersedia menjadi narasumber sekaligus voluntirku. Simulasi itu bisa dijadikan salah satu dasar bahwa bangunan ini sangat bisa direalisasikan,’’ paparnya.

Baca Juga: Sempurnakan Identitas Jadi Laki-laki, Aprilia Manganang Jalani Operasi

Selain itu, dia mengumpulkan data dengan menggunakan studi literatur, wawancara, dan observasi langsung ke SMPLB YPAB. Setelah dinobatkan sebagai Gold Winner AYDA pada Februari lalu, saat ini Marietta sedang mempersiapkan diri. Mewakili Indonesia di tingkat Asia kategori arsitektur. Bertanding dengan 15 negara di Asia lainnya seperti Tiongkok, Jepang, Singapura, dan Thailand.

Saksikan video menarik berikut ini:


Bikin Konsep Galeri Nonvisual yang Menangi Asia Young Designer Award