Saya Merangkak, Keluar lewat Jendela, Nyari Anak-Anak

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Saya Merangkak, Keluar lewat Jendela, Nyari Anak-Anak


”Jemput aku jam 9 malam ya,” ujar Resa beberapa menit sebelum bus yang semua penumpangnya mencium bau kampas rem terbakar sejak lima jam sebelumnya itu oleng dan masuk jurang.

M. ANWAR, Subang-AGUNG., Sumedang

BAU hangit (sangit) itu begitu tajam. Tercium oleh seluruh penumpang yang ada di dalam bus. Seperti bau kampas rem yang terbakar.

Mimin Mintarsih yang duduk di kursi di deretan kedua dari kursi sopir bus pariwisata Sri Padma Kencana mengingat, seorang penumpang bahkan sempat menanyakannya.

”Teu aya masalah (Tidak ada masalah),” jawab sopir seperti ditirukan Mimin yang membawa serta dua anaknya usia 2 tahun dan 11 tahun kepada Radar Sumedang.

Bus yang baru meninggalkan Pantai Batu Karas, Pangandaran, Jawa Barat (Jabar), itu pun terus melaju. Pada Selasa pagi (9/3), rombongan murid dan guru SMP IT Al Muaa’wanah , Cisalak, Kabupaten Subang, Jabar, tersebut berangkat study tour. Rombongan kali pertama bertolak ke Garut. Kemudian, pada sore harinya mereka menuju kawasan wisata ziarah Pamijahan di Tasikmalaya dan menginap semalam di sana. Baru keesokan harinya ke Batu Karas, pantai yang belakangan namanya melejit karena menjadi salah satu latar di novel Dee Lestari, Rapijali. Di dalam bus, ada siswa SMP IT Al Muaa’wanah , orang tua, para guru, serta pendamping ziarah.

Lima jam berselang setelah berangkat dari Batu Karas sekitar pukul 13.00, bau sangit yang sama masih tercium. Saat itu bus mulai memasuki Tanjakan Cae di Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang. Ini kawasan yang dikenal rawan kecelakaan. Tanjakannya tajam dan berkelok-kelok. Pada akhir 2012, bus Maju Jaya tergelincir masuk jurang di sini dan 12 orang tewas.

Menjelang jam setengah tujuh malam pada Rabu (10/3) itu, Mimin termasuk yang mendengar percakapan sopir kepada kernet. Intinya, fungsi rem tak maksimal. ”Saur kernet teh coba masuk gigi satu (kata kernet, coba masuk gigi satu),” kata perempuan 43 tahun itu menirukan percakapan mereka.

Tapi, saran si kernet dan upaya si sopir tak berdampak banyak. Bus bernomor polisi T 7591 TB itu oleng pas di jalanan menurun. Penumpang ramai menjerit dan meneriakkan takbir sebelum bus menabrak tiang listrik dan…

Mimin terjepit jok, sedangkan kedua anaknya terpental ke belakang. Dalam kondisi hampir tidak sadarkan diri, dia merangkak mencari anaknya. Dia keluar bus melewati kaca jendela bus yang pecah. ”Alhamdulillah, saya dan anak-anak selamat,” ucap Mimin yang bersama kedua anaknya kemarin diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.

Resa Siti Khoeriyah tak seberuntung itu. Guru SMP IT Al Muaa’wanah tersebut meninggal di lokasi, hanya berselang 15–20 menit setelah melakukan panggilan video (video call) ke ayahnya yang diterima sang ibu, Yayat.

”Resa bilang sudah sampai Wado dan minta dijemput jam 9 (malam),” kata Yayat sembari terisak saat ditemui di rumah duka di Kampung Pasirlaja, Desa Pakuhaji, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang.

Yayat sebenarnya sudah melarang putrinya ikut. Sebab, dia khawatir dengan kondisi cuaca yang masih sering hujan. ”Tapi, dia bilang harus ikut. Gimana lagi atuh karena direncanakan dari awal, kata si Teteh,” tutur Yayat.

Kabar duka berembus cepat. Malam itu juga kecemasan luar biasa menyelimuti Dusun Pasirlaja, Desa Pakuhaji, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, tempat mayoritas penumpang berasal. Dan, paginya, Pasirlaja adalah lautan duka. Tangis dan jerit kesedihan bercampur aduk saat satu per satu jenazah diantarkan ke sana. Dalam sekali hantaman musibah, Pakuhaji kehilangan 14 warganya.

LAUTAN KEDUKAAN: Jenazah korban bus Sri Padma Kencana saat tiba di Dusu Pasirlaja, Desa Pakuhaji, Subang, kemarin. (M. ANWAR/RADAR BANDUNG)

”Korban adalah mayoritas siswa sekolah SMP IT Al Muaa’wanah yang berlokasi di Kampung Pasirlaja, Desa Pakuhaji,” jelas Kepala Desa Pakuhaji Asep Komarudin kepada Radar Bandung.

Semua korban dimakamkan kemarin (11/3). Korban asal luar Pakuhaji juga telah diambil keluarga masing-masing.

Asep mengaku tidak tahu pihak sekolah mengadakan study tour. ”Kalau tidak ada kejadian ini, kami mungkin nggak tahu,” tambah Asep.

Baca juga: Bus Rombongan SMP Masuk Jurang, Lampu Mati, Sopir Buta Medan

Bupati Subang Ruhimat bersama Kapolres AKBP Aries Kurniawan Widiyanto sempat ikut menyalatkan sembilan jenazah. Kang Jimat –sapaan Ruhimat– lantas melaju menuju ke RSUD Sumedang, tempat sejumlah warganya yang menjadi korban luka masih dirawat. Didampingi istri, Yoyoh Sopiah Ruhimat, dia mendatangi satu per satu pasien selamat. Baik yang masih dirawat di ruang IGD maupun di ruang perawatan. ”Semua pasien luka ringan dan berat tidak perlu khawatir terkait dengan biaya perawatan. Sebab, semuanya nanti ditanggung Jasa Raharja,” ujarnya kepada keluarga korban.

Di Pasirlaja, Yayat kini hanya bisa menatap nanar kalender yang terpasang di dinding rumah. Tak ada lagi rencana hajatan pernikahan pada akhir tahun ini setelah Resa berpulang. Sang calon masih menjadi tenaga kerja Indonesia di Korea Selatan. Tapi, kemarin keluarganya datang melayat ke rumah Yayat.

Baca juga: Pulang Ziarah, Bus Rombongan SMP Masuk Jurang, 20 Tewas

”Tunangannya yang di sana (Korea) juga sempat telepon. Dia menangis histeris, tapi juga sadar bahwa ini sudah takdir,” kata Witono, kakak Resa, yang turut mendampingi sang ibu.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 


Saya Merangkak, Keluar lewat Jendela, Nyari Anak-Anak