SBDK Bisa Diturunkan, Ekonom Minta BI Dorong Intermediasi Perbankan

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

SBDK Bisa Diturunkan, Ekonom Minta BI Dorong Intermediasi Perbankan


JawaPos.com–Bank Indonesia (BI) putuskan tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen. Keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah prakiraan inflasi yang rendah. Juga, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, pemulihan ekonomi global masih akan dibayangi gangguan rantai pasok dan keterbatasan energi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Jepang, melambat pada kuartal III 2021. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di Eropa tetap tinggi. Didorong pembukaan ekonomi yang makin luas.

Memasuki kuartal IV 2021, dia memperkirakan, pemulihan ekonomi global masih terus berlangsung. Prediksi tersebut dikonfirmasi berbagai indikator dini pada Oktober 2021. Seperti Purchasing Managers’ Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel, termasuk mulai berkurangnya keterbatasan energi di Tiongkok.

”Dengan perkembangan tersebut, BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2021 sekitar 5,7 persen dan tetap baik pada 2022,” papar Perry usai rapat dewan gubernur BI, Kamis (18/11).

Alumnus Iowa State University itu menyebut, kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas dunia masih akan berlanjut. Sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang. Meski, ketidakpastian pasar keuangan global belum sepenuhnya mereda. Didorong kekhawatiran pengetatan kebijakan moneter global yang lebih cepat sejalan kenaikan inflasi yang terus berlangsung.

”Perkembangan tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar Perry Warjiyo.

Perry memastikan, kondisi likuiditas sangat longgar. Hingga 16 November, BI telah menambah likuiditas melalui quantitative easing di perbankan sebesar Rp 137,24 triliun. Suku bunga acuan yang rendah dan melimpahnya likuiditas mendorong suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan terus dalam tren menurun.

Di pasar kredit, lanjut Perry, ruang untuk penurunan SBDK perbankan masih terbuka. Diikuti penurunan suku bunga kredit baru. Aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan.

”Sehingga, ke depan permintaan kredit akan semakin membaik. Khususnya dari dunia usaha berorientasi ekspor maupun impor,” papar Perry Warjiyo.

Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan, BI tidak lama lagi bakal menaikan suku bunga acuannya. Dalam rangka mengantisipasi tekanan tapering off terkait pelemahan nilai tukar rupiah dan inflasi yang lebih tinggi. Hal tersebut harus direspons dengan pengetatan moneter.

”Tapi efek ke sektor kredit perbankannya juga harus diperhatikan, bunga lebih mahal bisa mempengaruhi permintaan kredit,” ucap Bhima saat dihubungi JawaPos, tadi malam (18/11).

Menurut dia, BI sebaiknya fokus untuk memperbaiki intermediasi perbankan sebelum momentum menaikkan suku bunga acuan. Sebab, transmisi suku bunga acuan ke SBDK perbankan masih belum ideal. BI dan OJK harus kerja sama lebih intens mendorong efektivitas penurunan bunga acuan.

”Simpanan relatif gemuk, meski pertumbuhannya mulai menurun. Tapi bank punya banyak DPK (dana pihak ketiga) untuk salurkan pinjaman lebih murah,” ungkap Bhima Yudhistira.

Lulusan University Of Bradford tersebut melihat sejumlah sektor usaha yang mulai pulih. Misalnya, sektor properti. Kredit pemilikan rumah (KPR) kuartal III 2021 tumbuh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan total kredit. Mencapai 9,4 persen year-on-year (YoY). Sedangkan, pertumbuhan total kredit hanya 2,21 persen.

Penyaluran kredit modal kerja ke sektor perkebunan pertanian tumbuh dobel digit. Yakni, sebesar 11,8 persen YoY. Begitu pula, sektor transportasi-komunikasi yang naik 19,5 persen YoY.

”Di sisi lain, beberapa sektor butuh sokongan lebih seperti industri pengolahan, perdagangan, dan restoran,” ucap Bhima.


SBDK Bisa Diturunkan, Ekonom Minta BI Dorong Intermediasi Perbankan