Tunggu Pemerintah Hadir, Petani Terus Berperang Sendiri Melawan Tikus

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Tunggu Pemerintah Hadir, Petani Terus Berperang Sendiri Melawan Tikus


JawaPos.com- Hama tikus masih menjadi momok para petani. Tidak terkecuali di Kabupaten Gresik. Pemerintah tampaknya belum juga menemukan cara paling jitu dan masif untuk dapat mengusir atau membasmi binatang pengerat tersebut. Sejauh ini, sebagian besar petani pun berusaha sendiri-sendiri.

Ada sejumlah cara yang dilakukan para petani untuk membunuh tikus. Salah satu di antaranya memasang jebakan listrik. Padahal, di banyak daerah cara ini beberapa kali memakan korban jiwa. Bahkan, pemilik sawah itu sendiri. Tak ubahnya senjata makan tuan.

Data yang dihimpun Jawa Pos, selama 2020 lalu, setidaknya terdapat 11 warga Gresik yang meninggal dunia karena jebakan tikus beraliran listrik tersebut. Beberapa di antaranya terjadi di wilayah Kecamatan Dukun, Cerme, Benjeng, Sidayu, dan Ujungpangkah.

Selain memasang jebakan listrik, cara lain yang biasa digunakan para petani untuk mengusir tikus adalah penggunaan racun atau obat, pengasapan pada lubang-lubang tikus (fumigasi), dan pemasangan rumah burung hantu sebagai predatpr alami.

Cara lainnya adalah perburuan tikus dengan menggunakan senapan angin. Upaya ini seperti dilakukan di Desa Gredek, Kecamatan Duduksampeyan, Gresik. Sabtu (30/10) lalu, pemerintah desa setempat bekerjasama dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan) terpaksan menghadirkan puluhan penembak dari Community Bediler Gresik (CBG).

‘’ Karena tikus ini satu-satunya hama yang menjadi momok bagi petani,’’ kata M. Bahrul Ghofar, kepala Desa Gredek. Hama lain relatif masih bisa tertangani. Namun, untuk tikus sungguh meresahkan.

Dia menyatakan, memburu ham tikus dengan menggunakan senapan angin itu jauh lebih jitu dan aman dibandingkan memasang jebakan listrik. Cara itu membahayakan. Bahkan, selama ini sudah kerap merenggut nyawa para petani. ‘’Petani butuh sentuhan yang intensif agar semangatnya terus terjaga. Biaya petani itu sangat mahal. Sejak awal tanam sampai mendekati panen pun tidak lepas dengan biaya,’’ paparnya.

Padahal, lanjut Ghofar, jelas-jelas yang mampu bertahan saat pandemi Covid-19 seperti sekarang adalah petani. Namun, sejauh ini relatif belum ada perhatian lebih terhadap nasib petani.

Dalam perburuan tikus di Desa Gredek tersebut, ada sebanyak 70 penembak yang didatangkan. Saat beraksi, mereka dibagi beberapa kelompok. Setiap kelompok masing-masing beranggota lima penembak. Lalu, mereka berpencar ke area persawahan. Dalam waktu hanya 2 jam, para penembak itu berhasil membasmi 730 ekor tikus.

Kelompok yang menembak mati tikus paling banyak diberikan bonus uang tunai. Terbanyak pertama Rp 500.000, kedua Rp 400.000, ketiga Rp 300.000, harapan I mendapat Rp 250.000, harapan II Rp 200.000, dan harapan III Rp 150.000.

 

Tragedi Petani Tewas Tersengat Jebakan Listik

7 Februari 2020

  • Karno, Desa Bulangan, Dukun
  • Mudhofar, Desa Babakbaho, Dukun

14 Februari 2020

  • Asan, Desa Dungus, Cerme

3 Maret 2020

  • Mandrim, Desa Jogodalu, Benjeng

30 Mei 2020

  • Muksan, Desa Kambingan, Cerme

3 Juni 2020

  • Taji, Desa Gedangkulut, Cerme

7 Juli 2020

  • Khamim Thohari, Sukorejo, Sidayu

29 Agustus 2020

  • Edi Prabowo,  Desa Bolo, Ujungpangkah

11 November 2020

  • Slamet, Desa Petiyin, Dukun
  • Tahal, Desa Tirem Enggal, Dukun

27 Desember 2020

  • Asmai, Desa Jatirembe, Benjeng

Sumber Data: Reportase Jawa Pos


Tunggu Pemerintah Hadir, Petani Terus Berperang Sendiri Melawan Tikus