Cerita Korban Pelecehan di Media Sosial dan Upayanya Menghapus Trauma

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

Cerita Korban Pelecehan di Media Sosial dan Upayanya Menghapus Trauma


Menjadi pribadi yang sembuh dari luka pelecehan membutuhkan usaha. Tidak hanya dari diri sendiri, tapi juga dari orang-orang di sekitar. Aktivitas yang positif dan dukungan dari lingkungan bisa menolong korban pelecehan seksual untuk bangkit dari keterpurukan.

SHABRINA PARAMACITRA, Surabaya

DIAN (bukan nama sebenarnya) belum lupa nama akun Instagram yang tiba-tiba mengiriminya sebuah pesan dua tahun lalu. Akun tersebut memintanya mengirimkan foto payudara dengan imbalan uang Rp 700 ribu.

Dian kaget. Dia menolak. Lalu tiba-tiba, dia mendapat kiriman foto alat kelamin pria dari akun tersebut. Akun itu pun dia blokir. Dia takut. ’’Sampai sekarang pun kalau ingat itu aku masih ndredeg (deg-degan, Red),” ujarnya kepada Jawa Pos malam itu (3/12).

Bertempat di kantor Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia, dengan ditemani beberapa aktivis, Dian bersedia menceritakan pelecehan seksual yang dialaminya.

Yayasan Alit Indonesia adalah yayasan yang berfokus pada isu perlindungan anak.

Ini bukan kali pertama gadis 18 tahun tersebut menerima perlakuan buruk. Dulu ketika masih duduk di bangku SD, dia juga pernah bertemu seorang ekshibisionis. Dian sempat trauma. Namun, dia mengaku traumanya itu kini sudah sembuh. Saat menceritakan pengalamannya tersebut, dia juga tampak tenang. Sisipan gurau tawa kadang mengiringi ekspresinya yang tampak lepas dari beban berat semasa kecil. ’’Sekarang aku sudah enggak apa-apa, apalagi sudah ikut (yayasan) Alit. Banyak ilmu tentang perlindungan diri,” imbuhnya.

Di Yayasan Alit Indonesia, Dian bekerja sebagai staf administrasi. Dia juga aktif menjadi konselor sebaya yang mengajari anak-anak berbagai hal. Pelajaran sekolah, life skill, dan lain-lain. Aktivitas tersebut sangat bermanfaat bagi pribadi Dian.

Baca Juga: Kapolda Metro Akan Tangkap Rizieq Shihab, Begini Respons Pengacara FPI

Pelecehan melalui media sosial juga dialami Rani (bukan nama sebenarnya) dua tahun lalu. Gadis 18 tahun itu dikirimi foto alat kelamin laki-laki via Instagram. Foto tersebut diterimanya setelah dia menolak permintaan si pengirim foto. ’’Aku diminta nemenin jalan-jalan dan dibayar Rp 300 ribu. Dia juga minta nomor handphone, tapi aku enggak mau,” paparnya.

Malam itu, Dian dan Rani ditemani dua aktivis lainnya, Rilna Parera dan Muhammad Hadi Wibowo. Kisah-kisah menyedihkan soal pelecehan seksual dan penelantaran anak pun terbagikan dalam pertemuan kami malam itu.

Kisah lain adalah cerita yang dialami dua rekan Habo, sapaan akrab Muhammad Hadi Wibowo. Pria 21 tahun itu mempunyai teman-teman semasa SMK yang mengalami pelecehan ketika magang di sebuah hotel ternama.

Kedua teman Habo pun menjadi bahan gosip di sekolah. Mereka trauma dan tak ingin lagi bekerja di hotel.

Baca Juga: Bukan Jantung, Keluarga Ungkap Penyebab Meninggalnya Melisha Idol

Staf Humas Yayasan Alit Indonesia Ananta Lisa Febriyanti merasa prihatin dengan kasus-kasus kekerasan pada anak. Menurut perempuan yang juga seorang mind therapist itu, banyak di antara pelaku pelecehan seksual adalah mantan korban pelecehan juga semasa kecil. Mereka gagal sembuh dari trauma, lantas menumpahkan beban batin kepada orang lain.

Anak-anak di Yayasan Alit Indonesia pun diberi berbagai bekal untuk melindungi diri. ’’Mereka diberi edukasi bagian tubuh mana saja yang boleh dan tidak boleh disentuh. Atau, kalau mengalami kejadian buruk, kepada siapa mereka harus meminta pertolongan, itu kita didik mereka,” tutur Icha, sapaan akrab Ananta. 

Saksikan video menarik berikut ini:


Cerita Korban Pelecehan di Media Sosial dan Upayanya Menghapus Trauma