UMKM Dihantam Pandemi, Enggan PHK Karyawan, Kini Justru Tambah Gerai

Jika anda butuh jasa pembuatan blog silahkan hubungi www.oblo.co.id

UMKM Dihantam Pandemi, Enggan PHK Karyawan, Kini Justru Tambah Gerai


Tak ada yang meragukan kehebatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri. Dihantam badai pandemi Covid-19 pun, UMKM tetap bertahan.

SRI Engla Deswita dan Widi Fajar Widyatmoko adalah dua pengusaha yang bisa mewakili kisah inspiratif UMKM. Mereka enggan mengubur mimpi akibat hantaman pandemi.

Kepada Jawa Pos, Uni Adek –sapaan Sri Engla Deswita– bercerita, dirinya tak pernah mengira bisnis rendang kemasan yang dirintisnya sejak 2017 harus melewati cobaan badai pandemi.

”Sebelum pandemi, saya baru saja pindah outlet dari ukuran kecil ke yang besar. Tujuannya agar memudahkan wisatawan. Lalu, saat muncul korona Maret 2020, sudah itu otomatis wisatawan hilang. Hilang total,” ujar perempuan asal Bukittinggi, Sumbar, itu Kamis (4/3).

Pemilik usaha Rendang Uniadek itu menyatakan, ekspansi memang sengaja dilakukan agar usahanya berkembang. Meski usaha yang dilakoninya tertekan, Uni tak pernah berpikir untuk mandek di tengah jalan.

Apalagi, dia memiliki karyawan yang menggantungkan hidup pada Rendang Uniadek. Diimpit pilihan yang serbasulit, dia pun putar otak. Bukannya memecat karyawan, Uni justru mempertahankan seluruh pegawainya.

”Saya punya prinsip, kalau kita membuka rezeki orang, insya Allah rezeki kita terbuka juga. Saya nggak lakukan pengurangan karyawan sama sekali,” tuturnya.

Ketulusan hatinya pun berbuah manis. Kini Uni justru mampu menambah karyawan. Tak cukup sampai di situ, perempuan 30 tahun tersebut juga mampu melebarkan gerainya. ”Walaupun saya harus nombok dengan uang pribadi juga. Tapi, alhamdulillah saya bisa melewati dan masih bertahan,” imbuhnya.

Meski terkesan happy ending, apa yang dilalui Uni tentu tak mudah. Awan kelabu akibat hantaman badai pandemi juga dilaluinya. Dia pernah harus menutup gerai untuk sementara karena aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Akibatnya, dia kehilangan pembeli. Padahal, sebelum pandemi, pelanggan Uni berasal dari berbagai wilayah. Selain pelanggan domestik, Uni berkali-kali mendapat konsumen dari mancanegara. Rendang Uniadek pun telah melanglang buana hingga Malaysia, Hongkong, dan Norwegia.

Uni menyebutkan, saat masa PSBB, konsumen justru berdatangan membeli rendangnya secara online via marketplace. Kondisi PSBB yang membuat mobilitas terbatas justru menimbulkan kebiasaan pesan makan via online. Rendang Uniadek pun kebanjiran order. ”Kami juga perkuat sistem reseller dan drop shipper,” jelas peraih gelar juara I di ajang BRI Inkubator itu.

MENU ANDALAN: Rendang tumbuk salah satu yang favorit (RENDANG UNIADEK FOR JAWA POS)

Perjuangannya tak sia-sia. Roda ekonomi yang kembali berputar sejak akhir tahun lalu membuat usahanya kembali menggeliat. Wisatawan pun mulai datang silih berganti ke gerai yang berlokasi di kawasan Bukittinggi itu. ”Wisatawan dari wilayah luar seperti Jakarta juga mulai berdatangan. Produksi pelan-pelan bangkit lagi,” tutur Uni.

Tahu Walik Ayam Kraux2

TERUS TUMBUH: Owner Kraux2 Widi Fajar Widyatmoko memulai bisnis saat Covid-19 mewabah di Indonesia. Kini Widi punya sembilan gerai. (WIDI FAJAR WIDYATMOKO FOR JAWA POS)

Jalan yang dilalui Widi Fajar Widyatmoko mungkin bukan pilihan yang familier. Pada saat orang enggan membuka usaha ketika pandemi, Widi justru sebaliknya. Tepat 1 Mei 2020, pria 36 tahun itu memulai usaha tahu walik ayam yang diberi nama Kraux2. Pria yang juga dosen di Universitas Teknologi Yogyakarta itu menceritakan, apa yang dilakukan adalah bentuk nyata dari ungkapan the power of kepepet.

Sebelum pandemi menyerang, sang istri, Yusnita, memiliki usaha pameran pakaian di mal. Ketika PSBB, mal harus tutup. Praktis, pameran tak bisa dilakukan. Pasutri itu pun berdiskusi. Topik utama bukan soal usaha mereka, melainkan hajat hidup karyawannya. ”Kan nggak mungkin kalau karyawan yang menggantungkan nasibnya ke kita lalu tutup (di-PHK). Apalagi, waktu itu momen Ramadan,” jelasnya. Meski sulit, Widi dan Yusnita tak memotong gaji karyawan. Bahkan, mereka masih memberikan THR di tengah berbagai keterbatasan.

Hingga suatu ketika, Widi yang gemar jajan gorengan pun tergelitik. Sebab, tiap membeli jajan gorengan, dia merasa tenggorokannya gatal dan tak nyaman. Sang istri pun iseng mencoba memasak sendiri gorengan untuk Widi. Saat mencicipinya, Widi langsung terpikir untuk mencoba peruntungan berdagang gorengan.

Berbekal resep iseng itulah, dia mulai menapaki langkah sebagai pengusaha. Menariknya, Kraux2 bukanlah tahu walik biasa. Gorengan berbahan utama tahu itu diolah dengan racikan bumbu non-MSG dan tak menggunakan minyak jelantah dalam pengolahannya. Selain tahu krispi, Kraux2 menyajikan tahu walix ayam dan tahu walix ayam jumbo.

”Awalnya kami belum buka outlet. Kami baru sebatas PO (preorder) ke teman-teman saja. Ada sekitar 30 boks tahu. Kok ndilalah responsnya baik,” terang Widi.

Namun, karena banyaknya orderan, dapur di rumah mereka menjadi semrawut. Dia akhirnya memutuskan untuk memindahkan ”dapur” ke outlet. Agar irit modal, Widi membuka gerai pertama di depan minimarket. Lokasinya pun tak jauh dari rumah mereka di Jogjakarta.

Widi tak ingin setengah-setengah. Dia benar-benar nyemplung merintis usaha tersebut dengan dibantu dua pegawai. Dalam sehari, Kraux2 bisa memperoleh omzet hingga Rp 700 ribu.

Pria yang gemar olahraga lari itu tak mengira usahanya bisa membuahkan hasil di luar ekspektasi. Padahal, awal membuka usaha hanya dilatarbelakangi niat agar tak melakukan PHK kepada karyawan.

”Awalnya kan niatnya membantu supaya karyawan ini tetap ada pekerjaan dan penghasilan. Pokoknya iktikadnya membantu. Saat itu bahkan kami kasih pilihan apakah mereka mau ambil pilihan ini. Tapi kalaupun saat itu tidak berkenan, ya kami menghormati,” jelas dia.

Belum genap satu tahun berdiri, kini Kraux2 telah memiliki belasan karyawan di sembilan gerai mereka di Jogjakarta. Tak cukup sampai di situ, Widi bahkan mencatat ada 206 permintaan untuk membuka program kemitraan atau franchise di kota-kota lain.

Baca juga: Tips dari Bos Wismilak Buat Pelaku UMKM Bertahan di Tengah Pandemi

Namun, hingga kini, dia belum bisa menyanggupi ratusan permintaan tersebut. Meski demand tinggi, Widi tak ingin semata aji mumpung. Dia memilih untuk terus melakukan perbaikan di berbagai sisi demi menjaga kualitas.

”Saya juga bukan orang yang bergelut di F&B. Belum pernah membuka usaha makanan juga sebelumnya. Jadi, kami murni masih belajar, learning by doing. Saya benar-benar start from the scratch. Saya mendingan pelan, tapi everlast,” ujarnya.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 


UMKM Dihantam Pandemi, Enggan PHK Karyawan, Kini Justru Tambah Gerai